Striker belia, Marcus Rashford, menunjukkan kematangannya saat membawa Manchester United membekap Chelsea 2-1 di Piala Liga Inggris, Kamis dini hari WIB. Kemenangan itu membuncahkan asa “Setan Merah” musim ini.
Oleh
Yulvianus Harjono
·4 menit baca
LONDON, KAMIS – Marcus Rashford, striker Manchester United, sering disebut “bocah” oleh mantan manajernya, Jose Mourinho. Seiring waktu berlalu, bocah yang tepat berulang tahun ke-22 pada Kamis (31/10/2019) itu cepat dewasa dan kini menjelma sebagai panutan di “Setan Merah”.
Adalah hal lumrah jika seseorang mendapatkan kado atau kejutan saat berulang tahun. Namun, hal sebaliknya dilakukan Rashford. Beberapa jam menjelang hari ulang tahunnya, ia memborong dua gol MU ke gawang Chelsea pada laga babak keempat Piala Liga di Stadion Stamford Bridge, Kamis (31/10) dini hari WIB. Kemenangan itu membawa MU lolos ke perempat final.
Dua golnya itu seolah menjadi jawaban Rashford akan rongrongan terhadap dirinya dan MU dalam dua musim terakhir ini. Ia sempat dikritik dan dianggap tidak setara barisan striker MU yang legendaris dan bengis seperti Andy Cole, Ruud van Nistelrooy, dan Wayne Rooney. Namun, berkat penampilannya di London, Rashford meninggalkan jejak membekas seperti para legenda MU.
“Seperti Cristiano Ronaldo (mantan pemain MU) bukan? Bocah ini punya mental baja. Berkatnya, kami menang,” tutur Manajer MU Solskjaer mengomentari gol tendangan bebas spektakuler Rashford yang dicetak dari jarak 27 meter di laga itu, seperti dikutip Sky Sports, kemarin.
Jurnalis senior ESPN, Mark Ogden, menilai penampilan Rashford di Stamford Bridge menunjukkan kematangannya sebagai pesepak bola di usia yang terbilang muda itu. Rashford menjadi satu-satunya pemain yang mampu mematahkan keperkasaan Chelsea dalam delapan laga terakhir. Sebelum laga itu, Chelsea mencatatkan tujuh kemenangan beruntun di berbagai kompetisi, termasuk atas Ajax Amsterdam di Liga Champions Eropa.
“Penyerang timnas Inggris itu kini bukan lagi bocah. Sejak debutnya bersama (mantan Manajer MU) Louis van Gaal pada usia 17 tahun, dia kini telah mengemas 52 gol. Ia adalah jantung dari kebangkitan MU setelah era sulit dua bulan terakhir,” ungkap Ogden di ESPN.
Rashford kini mengemas empat gol di tiga laga terakhirnya sebagai pemain mula di MU. Menariknya, seiring kembali tajamnya Rashford, penampilan MU pun kian membaik. Mereka kini mencatatkan tiga kemenangan tandang beruntun, mulai dari Liga Inggris, Liga Champions, hingga Piala Liga Inggris. Padahal, sebelumnya, mereka tidak pernah menang di 11 laga tandang beruntunnya.
Pada laga itu, Solskjaer mengkombinasikan pemain andalannya seperti Rashford dan bek tengah Harry Maguire dengan para pemain muda MU macam Daniel James dan Brandon Williams. Kombinasi itu menunjukkan keseriusan Solskjaer memburu trofi Piala Liga musim ini. MU tidak ingin lagi mengakhiri musim ini dengan puasa gelar seperti halnya musim lalu.
Solskjaer ingin meniru pendahulu sekaligus mantan manajernya, Sir Alex Ferguson. Pada musim 1989-1990, Setan Merah sempat terpuruk seperti halnya saat ini. Mereka hanya finis di peringkat ke-13 pada musim Liga Inggris yang gelar juaranya disabet Liverpool saat itu. Namun, di akhir musim itu, mereka mampu menjuarai Piala FA sebagai trofi hiburan di musim “prihatin” saat itu.
“Permainan kami belum sempurna saat ini. Kami terus berusaha meningkatkan diri. Namun, hari ini, kami tampil bagus dengan pemainan cepat dan mengalir. Inilah MU. Kami berusaha untuk kembali seperti MU seharusnya (berjaya di Inggris),” ujar Solskjaer.
Di kubu sebaliknya, seperti diprediksi, Manajer Chelsea Frank Lampard memilih mengistirahatkan sejumlah pemain muda andalannya macam striker Tammy Abraham, bek Fikayo Tomori, dan gelandang Mason Mount. Ia memberikan kesempatan para senior yang sempat tersisih dari skuad inti seperti Michy Batshuayi dan Marcos Alonso untuk unjuk gigi.
Namun, mereka gagal menjawab kepercayaan itu dengan baik. Meskipun demikian, Lampard tidak menyesal telah mengambil kebijakan rotasi pemain itu. Sebaliknya, menurut mantan kapten “The Blues” itu, timnya justru bisa lebih fokus menghadapi kompetisi lainnya yang masih diikuti. “Saya melihat banyak hal positif untuk tim ini ke depan,” tuturnya.
Kegelisahan Klopp
Pada laga lainnya, tuan rumah Liverpool menyingkirkan Arsenal dalam laga sengit yang diwarnai hujan gol plus drama adu penalti. Pada babak pertama dan tambahan waktu, kedua tim raksasa Inggris itu bermain imbang 5-5. Laga pun harus berlanjut ke adu penalti. Di babak itu, Liverpool unggul 5-4 menyusul gagalnya gelandang Arsenal, Dani Ceballos, mengeksekusi sempurna penalti.
Kedua tim sama-sama menurunkan tim pelapis, khususnya para pemain muda jebolan akademinya. “The Reds” misalnya, menurunkan duo alumnus akademinya, Rhian Brewster dan Harvey Elliot, sebagai pemain mula di lini serang. Adapun tamunya, Arsenal, menampilkan Gabriel Martinelli dan Bakayo Sako. Kedua tim sama-sama tampil ngotot sejak awal laga itu.
Meskipun demikian, lolosnya Liverpool ke perempat final menimbulkan kegelisahan bagi manajernya, Juergen Klopp. The Reds bertemu Aston Villa, sementara MU menghadapi Colchester United di babak itu. Masalahnya, laga itu kemungkinan akan digelar 16 Desember mendatang. Padahal, itu pekan padat The Reds. Mereka harus bersiap tampil di Piala Dunia Antarklub.
“Jika mereka tidak bisa mengatur jadwal yang pas, maka kami tidak akan bermain di babak berikutnya (perempat final Piala Liga). Siapa pun lawannya, mereka yang akan lolos. Masalah ini (jadwal) harus mulai dipikirkan,” tutur Klopp. (Reuters)