Dugaan penyimpangan dalam reekspor kontainer berisi plastik dan limbah berbahaya dari Indonesia ke Amerika Serikat berada di luar kontrol pemerintah.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Dugaan penyimpangan dalam reekspor kontainer berisi plastik dan limbah berbahaya dari Indonesia ke Amerika Serikat berada di luar kontrol pemerintah. Meskipun demikian, kementerian maupun lembaga pemerintah yang terkait dengan kegiatan reekspor limbah itu segera berkoordinasi untuk menyelidikinya.
Kepala Sub Direktorat Komunikasi dan Publikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Deni Surjantoro mengatakan, pihaknya sudah mengecek dokumen reekspor dua perusahaan daur ulang kertas di Jawa Timur yang mengimpor limbah tersebut dari Amerika Serikat (AS) dan Jerman.
”Dalam dokumen reekspor disebutkan tujuannya adalah negara asal, yaitu AS dan Jerman. Jika kemudian terjadi pembelokan kontainer ke negara lain, itu sudah di luar kontrol kami,” kata Deni di Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Sebelumnya, Yayasan Nexus3, organisasi nonprofit yang fokus di bidang kesehatan dan pembangunan lingkungan serta tergabung dalam International Pollutant Elimination Network (IPEN) menemukan penyimpangan reekspor limbah ke AS dari PT MSE dan PT SM yang berlokasi di Jawa Timur.
Dari 58 kontainer berisi plastik dan limbah berbahaya yang seharusnya dikembalikan ke AS, 38 kontainer dialihkan ke India, tiga ke Korea Selatan, dan masing-masing satu kontainer ke Thailand, Vietnam, Meksiko, Belanda, dan Kanada. Jadi, hanya 12 dari 58 kontainer yang benar-benar dikembalikan ke AS.
Yuyun Ismawati, Aktivis Indonesia dari Yayasan Nexus3 menuding pemerintah Indonesia telah mengijinkan reekspor kontainer-kontainer dari Amerika Serikat ke negara-negara lain. ”Para pejabat Indonesia terlibat dalam permainan perdagangan limbah global yang terselubung setelah berjanji bahwa impor limbah plastik ilegal akan dikembalikan ke negara asal,” katanya.
Menurut Deni, pemerintah Indonesia tidak pernah mengizinkan perusahaan pengimpor untuk mereekspor limbah berbahaya itu ke negara lain, selain negara asalnya. Hal itu sebagaimana termuat dalam dokumen reekspor.
PT MSE yang kedapatan mengimpor 38 kontainer berisi limbah berbahaya dari AS diwajibkan mereekspor 38 kontainer itu ke AS, sedangkan PT SM yang kedapatan mengimpor 20 kontainer limbah berbahaya dari Jerman diwajibkan mereekspor 20 kontainer itu ke Jerman.
”Kewenangan pemerintah Indonesia dalam hal ini hanya sampai di pelabuhan muat Indonesia. Setelah keluar dari pelabuhan muat, kami tidak memonitor lagi karena memang tidak ada mekanisme untuk itu,” tuturnya.
Kewenangan pemerintah Indonesia dalam hal ini hanya sampai di pelabuhan muat Indonesia. Setelah keluar dari pelabuhan muat, kami tidak memonitor lagi karena memang tidak ada mekanisme untuk itu.
Deni mengatakan, penyimpangan reekspor itu terjadi di luar wilayah Indonesia. Dalam kasus ini tidak ada sentuhan sama sekali dari pemerintah Indonesia. Kalau sudah berlayar di lautan bebas, kewenangannya berada pada agen pelayaran internasional.
”Untuk rekomendasi terkait temuan tersebut, kami harus berkoordinasi dulu dengan kementerian dan lembaga terkait, khususnya dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” ujarnya.
Wakil Menteri LHK Alue Dohong mengatakan, temuan Nexus3 tentang penyimpangan reekspor limbah berbahaya ke AS akan segera ditindaklanjuti. ”Kami akan segera berkoordinasi dengan Bea Cukai dan Kementerian Luar Negeri,” ujar Dohong yang sedang berada di Seoul, Korea Selatan saat dihubungi dari Jakarta.