Anggota parlemen Uni Eropa tiba di Srinagar, India Utara, Selasa (29/10/2019). Ini merupakan delegasi asing pertama yang mengunjungi kota utama di Kashmir India itu sejak Pemerintah India mencabut otonomi daerah.
Oleh
Elok Dyah Messwati
·4 menit baca
SRINAGAR, SELASA — Anggota parlemen Uni Eropa (UE) tiba di Srinagar, India Utara, Selasa (29/10/2019). Ini merupakan delegasi asing pertama yang mengunjungi kota utama di Kashmir India itu sejak Pemerintah India mencabut otonomi daerah pada Agustus 2019.
Delegasi anggota parlemen UE tersebut berasal dari 11 negara. Mereka akan menilai situasi di Kashmir. Hal itu disampaikan para pejabat India pada Senin (28/10/2019) setelah anggota Parlemen UE bertemu dengan Perdana Menteri India Narendra Modi.
Parlemen UE itu akan bertemu dengan pejabat pemerintah dan militer di Kashmir serta pedagang dan pelaku bisnis perhotelan di sebuah hotel di Srinagar. Militer India akan menjadi tuan rumah makan siang untuk delegasi Parlemen UE itu di markas tentara di Srinagar.
Beberapa jam sebelum kedatangan mereka, terjadi protes kecil di sekitar 40 lokasi di Srinagar. Menurut pejabat kepolisian setempat, protes tersebut mendorong pasukan keamanan India untuk menembakkan gas air mata. Batu-batu berserakan di jalanan, toko-toko ditutup, dan para pedagang pinggir jalan menutup lapaknya ketika delegasi 20 anggota parlemen UE tersebut tiba di Srinagar setelah tengah hari.
Para pengunjuk rasa bentrok dengan pasukan pemerintah di beberapa bagian Srinagar. Mereka meneriakkan slogan-slogan seperti ”Go India, kembali” dan ”Kami menginginkan kebebasan”. Mereka memblokade jalan-jalan dengan membakar ban dan batang kayu. Para pengunjuk rasa juga melempari batu ke arah pasukan pemerintah yang menembakkan gas air mata dan peluru senapan.
Para pejabat India mengatakan bahwa situasi di Kashmir telah kembali normal dan berharap bahwa kunjungan delegasi UE akan membantu melawan kecaman internasional atas penanganan pemerintah terhadap situasi tersebut.
Namun, partai-partai oposisi marah karena anggota parlemen UE tersebut diizinkan untuk mengunjungi Kashmir, sementara politisi India dilarang berkunjung ke sana sejak 5 Agustus 2019 ketika pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi mencabut status khusus Kashmir dan memberlakukan tindakan keras untuk meredam perbedaan pendapat.
Keputusan pencabutan status khusus Kashmir itu disertai dengan tindakan keras. New Delhi mengirim puluhan ribu pasukan tambahan ke wilayah Kashmir dan memberlakukan jam malam yang menangkap ribuan orang dan memotong hampir semua jalur komunikasi di Kashmir.
Pihak berwenang sejak itu melonggarkan beberapa pembatasan, mengangkat penghalang jalan, serta memulihkan sambungan telepon rumah dan beberapa layanan ponsel. Para siswa pun didorong untuk kembali ke sekolah dan aktivitas bisnis untuk dibuka kembali. Akan tetapi, sebagian besar warga Kashmir tetap tinggal di rumah karena mereka takut atas ancaman kekerasan. Ketika tindakan keras berlanjut, warga Kashmir menolak untuk melanjutkan kehidupan normal mereka sehingga ini mengacaukan ekonomi India.
Menolak masuk
Sebelumnya, India menolak memberikan akses masuk ke Jammu dan Kashmir kepada pelapor khusus AS, anggota Kongres AS, jurnalis asing, dan beberapa anggota parlemen India yang ingin berkunjung ke Kashmir.
”Anggota parlemen dari Eropa dipersilakan untuk melakukan kunjungan di Jammu dan Kashmir, sementara anggota parlemen India dilarang dan ditolak masuk,” tulis pemimpin Kongres Rahul Gandhi dalam Twitter-nya. Para pejabat keamanan India selama beberapa minggu terakhir selalu menolak kedatangan beberapa politisi oposisi di bandara Srinagar dan mengatakan situasi di Srinagar tidak stabil untuk kunjungan para politisi.
Delegasi parlemen UE, yang beberapa di antaranya berasal dari partai-partai sayap kanan, menaiki kendaraan SUV warna hitam yang berjalan beriringan. Mereka didampingi oleh pasukan bersenjata ke sebuah kamp militer di Srinagar. Mereka juga melakukan pertemuan dengan anggota masyarakat sipil, pengusaha, dan dua pejabat Pemerintah India.
Partai Demokrat Rakyat, sebuah partai politik pro-India regional di Kashmir yang para pemimpinnya telah ditangkap oleh Pemerintah India, mengatakan bahwa mereka tidak akan menjadi bagian dari ”retorika” apa pun yang ingin dibangun oleh New Delhi dengan menyembunyikan ”situasi sebenarnya” di kawasan itu.
Kunjungan delegasi parlemen UE tersebut terjadi sehari setelah sejumlah orang bersenjata membunuh pengemudi truk keempat dalam tiga minggu terakhir di Kashmir. Orang-orang bersenjata itu menargetkan pedagang apel dan pengemudi truk yang akan pergi dengan konsinyasi apel dari daerah Shopian selatan di Kashmir, yang industri apelnya sangat penting bagi ekonomi Kashmir.
Pemerintah yang dipimpin Modi mengatakan bahwa keputusan India untuk menghapus otonomi khusus Kashmir justru akan meningkatkan kinerja ekonomi Kashmir, salah satunya dengan menghilangkan perasaan terpisah yang memicu tumbuhnya gerakan separatis.
Wilayah Kashmir terbagi antara India dan Pakistan, tetapi kedua negara tersebut mengklaim wilayah Kashmir secara keseluruhan. India dan Pakistan telah terlibat dalam dua kali peperangan untuk menguasai wilayah Kashmir.
India menuduh Pakistan mempersenjatai dan melatih pemberontak yang berjuang untuk kemerdekaan Kashmir atau bergabung dengan Pakistan sejak 1989. Namun, Pakistan menolak tuduhan India itu dan mengatakan bahwa Pakistan hanya memberikan dukungan moral dan diplomatik. Sekitar 70.000 orang telah tewas dalam pertempuran bersenjata di Kashmir tersebut. (AP/REUTERS)