Mindanao porak poranda. Kabar dari teman yang memantau gempa. Gempa selalu membawa kejutan penderitaan. Masih banyak misteri menyelimuti proses terjadinya gempa.
Oleh
Brigitta Isworo Laksmi
·3 menit baca
Mindanao porak poranda. Kabar dari teman yang memantau gempa. Gempa selalu membawa kejutan penderitaan. Masih banyak misteri menyelimuti proses terjadinya gempa bumi. Gempa adalah skala bencana besar karena melibatkan massa lempeng bumi yang besar. Yang bisa kita duga adalah faktor-faktor penggerak lempeng dan pemicunya merupakan sebuah rantai mekanisme yang amat kompleks.
Christoph Sens-Schönfelder, seorang peneliti dari GFZ German Research Centre for Geosciences di Potsdam, Jerman, bersama Tom Eulenfeld dari University of Jena, di Jena, Jerman, mendapat kesimpulan: gelombang seismik atau gelombang gempa—pembawa energi penyebab gempa—yang ditimbulkan buih gelombang (surf) dan efek pasang surut bumi terhadap lapisan tipis bumi dapat menjadi pintu masuk untuk memahami kondisi bumi secara lebih baik.
Tekanan dan regangan yang berlangsung fluktuatif akibat gelombang seismik amat penting untuk mengondisikan keamanan bangunan, pertambangan, serta memonitor aktivitas sesar dan gunung api. Perubahan kecepatan yang teridentifikasi akan sangat berguna untuk memperkirakan gempa dan aktivitas vulkano di masa depan.
Kelemahan dari penelitian tentang gempa dan gunung api adalah: penelitian dilakukan di atas permukaan bumi. Padahal, pemicu pertama dari gempa dan letusan gunung api berada di dalam lapisan bumi, di bawah tanah yang berlapis dengan bentuk-bentuk yang tak beraturan dan kandungan mineral yang beragam.
Pertengahan tahun ini, penelitian oleh tim peneliti Columbia University di New York, Amerika Serikat, seperti dilaporkan Nature Communication menyebutkan, pasang surut menyebabkan terjadinya gempa. Dari penelitian didapati bahwa gempa di sepanjang punggungan tengah laut (mid ocean ridges) berkaitan dengan kondisi laut surut. Mid ocean ridges yaitu rangkaian gunung di bawah permukaan laut—dia berada di sepanjang pinggiran lempeng bumi. Temuan ini mengejutkan karena semula gempa bumi diduga berkaitan dengan saat laut pasang.
Dugaan semula, ketika air pasang, maka lempeng yang di atas turun karena beban air di atasnya sehingga berada di bawah lempeng yang di bawah dan terjadilah gempa. Namun, temuan mereka telah mengoreksi dugaan tersebut. Rupanya ketika air surut, lempeng yang di atas tergelincir ke bawah karena desakan tenaga dari bawah membawa lempeng bawah bergerak naik (secara cepat). Proses pergerakan turun dan naik lempeng tersebut mengakibatkan gempa. ”Itu berlawanan dengan dugaan kita,” ujar Christopher Scholz.
Mengapa demikian? Sebab, kantong berisi magma bersifat lembek sehingga bisa mengembang dan mengempis. Maka, ketika surut, beban air sedikit, maka dia mengembang ke atas mendorong lempeng bagian bawah terdorong ke atas. Dan, terjadilah pergeseran lempeng. Terjadilah gempa.
Dengan mencermati temuan ini, kita semakin diyakinkan bahwa alam dan kehidupan adalah jejaring yang bertali temali secara kompleks. Baik dalam proses ada-nya, keberadaannya, perilakunya, maupun kaitan sebab-akibatnya…. Dan, entah apa yang menunggu ilmu pengetahuan di depan sana...?