Reekspor kontainer berisi limbah dari Indonesia ke Amerika Serikat diduga menyeleweng. Kontainer berisi limbah yang seharusnya dikembalikan semua ke Amerika Serikat, sebagian kontainer ternyata dikirim ke negara lain.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Reekspor kontainer berisi limbah dari Indonesia ke Amerika Serikat diduga menyeleweng. Kontainer berisi limbah seharusnya dikembalikan semua ke Amerika Serikat, tetapi sebagian kontainer ternyata dikirim ke negara lain.
Dugaan penyelewengan dalam reekspor kontainer berisi limbah ke Amerika Serikat (AS) ditemukan Yayasan Nexus3, organisasi nonprofit yang fokus di bidang kesehatan dan pembangunan lingkungan serta tergabung dalam International Pollutant Elimination Network (IPEN).
Yuyun Ismawati, Aktivis Indonesia dari Nexus3 mengatakan, Pemerintah Indonesia kedapatan mengizinkan reekspor kontainer-kontainer dari Amerika Serikat ke negara-negara Asia lain. ”Kontainer yang seharusnya dikirim kembali ke AS justru dialihkan ke India, Thailand, Korea Selatan, dan Vietnam,” ujarnya, melalui siaran pers di Jakarta, Senin (28/10/2019).
Pengiriman limbah impor dari AS ini awalnya diimpor perusahaan daur ulang kertas Indonesia, PT Mega Surya Eratama dan PT Surabaya Mekabox, yang berlokasi di Jawa Timur. Masuknya kontainer-kontainer itu oleh pihak berwenang dipandang ilegal karena mengandung sejumlah besar plastik dan limbah berbahaya dalam bal yang seharusnya berisi potongan kertas.
Menurut Yuyun, para pejabat Indonesia terlibat dalam permainan perdagangan limbah global yang terselubung setelah berjanji bahwa impor limbah plastik ilegal akan dikembalikan ke negara asalnya. Permainan itu mengorbankan lebih banyak negara berkembang dengan melakukan pengapalan kontainer yang tidak diinginkan, masuk secara ilegal, dan terkontaminasi.
”Sementara pemerintah AS dan para pelaku asli pengiriman ilegal lepas dari jeratan hukum. Masyarakat telah dibohongi, lingkungan semakin dirugikan, dan para kriminal bebas melenggang. Ini sungguh keterlaluan,” katanya.
Direktur Eksekutif Basel Action Network (BAN) Jim Puckett mengatakan, kelompok pengawas perdagangan limbah BAN sudah melacak jalur pengembalian kontainer ilegal. BAN menemukan, dari 58 kontainer yang seharusnya dikembalikan ke AS, 38 kontainer dialihkan ke India, tiga ke Korea Selatan, dan masing-masing satu kontainer ke Thailand, Vietnam, Meksiko, Belanda, dan Kanada. Jadi, hanya 12 dari 58 kontainer yang benar-benar dikembalikan ke AS sebagaimana yang dijanjikan oleh pemerintah.
”Sudah menjadi norma internasional bahwa ekspor limbah ilegal menjadi tanggung jawab negara pengekspor, dalam hal ini Amerika Serikat, dan negara pengekspor memiliki kewajiban untuk mengimpor kembali limbah,” katanya.
Sudah menjadi norma internasional bahwa ekspor limbah ilegal menjadi tanggung jawab negara pengekspor.
Dituntut
Dengan cara seperti itu, menurut Puckett, para eksportir bisa dituntut atas ilegalitas apa pun. Masalah itu sebenarnya bisa diselesaikan daripada hanya diteruskan ke negara lain dan dikirim ke komunitas lain yang tak mencurigai sama sekali.
”Di India, kami pikir kami telah melarang impor limbah plastik. Ternyata saat ini kami menemukan banyak yang masuk melalui pintu belakang. Pengiriman dari Indonesia ini harus menjadi subjek penyelidikan internasional,” kata Dharmesh Shah dari Aliansi Global untuk Alternatif dari Insinerator (GAIA) di India.
Sejauh ini, kata Prigi Arisandi dari Ecoton Indonesia, belum diketahui apakah Pemerintah AS diberitahu tentang ilegalitas ekspor ke Indonesia, atau apakah pemerintah tempat limbah tersebut dialihkan telah diberitahu dan menyetujui impor komoditas itu ke negara mereka.
Lebih jauh lagi, tidak diketahui apakah fasilitas penerima komoditas itu bahkan mampu mengelola limbah secara ramah lingkungan atau tidak. Jika pengalaman di Indonesia itu menjadi contoh, sebagian besar sampah plastik yang datang bersama kertas skrap akhirnya akan dibakar di pinggir jalan, menghasilkan bara dan asap yang sangat beracun.
”Potongan plastik yang tidak diinginkan yang diimpor perusahaan kertas di Jawa Timur secara rutin berkontribusi pada pencemaran lingkungan di permukiman masyarakat miskin. Hal yang sama kemungkinan akan terulang di negara-negara berkembang lain di mana kontainer-kontainer itu berakhir,” kata Prigi.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati masih belum mengetahui dugaan penyelewengan reekspor limbah ke AS.
”Kalau kami perintahkan reekspor, itu artinya harus dikembalikan ke negara asal. Kalau ada temuan seperti itu, mesti kami pelajari dulu. Kami akan berkoordinasi dengan Bea Cukai dan Kementerian Luar Negeri,” kata Rosa.