Multitafsir Aturan Jadi Kendala Pemanfaatan Dana Desa
Pemerintah pusat memastikan segera membenahi aturan sistem pemanfaatan dan pertanggungjawaban dana desa. Upaya ini mendesak karena memicu multitafsir terhadap aturan yang akhirnya menghambat pemanfaatan dana desa.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Pemerintah pusat memastikan segera membenahi aturan sistem pemanfaatan dan pertanggungjawaban dana desa. Upaya ini mendesak dilakukan karena selama ini sering memicu multitafsir terhadap aturan yang akhirnya menghambat pemanfaatan dana desa.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengatakan, selama ini kondisi multitafsir itu sering kali berdampak buruk pada pemerintah desa. ”Penafsiran yang berbeda terhadap aturan itulah yang membuat kepala desa sering disalahkan dan dituduh melakukan penyimpangan anggaran,” ujar Abdul di sela-sela kunjungannya ke Desa Mojosari, Kecamatan Bansari, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Selasa (29/10/2019).
Menurut Abdul, perbedaan penafsiran tersebut, di antaranya sering muncul dari auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengaudit penggunaan dana desa. Aturan terkait penggunaan dana desa memang sering kali membingungkan dan ditafsirkan berbeda berbagai pihak. Penafsiran berbeda ini terutama terjadi pada kegiatan-kegiatan pembangunan sumber daya manusia.
Penafsiran yang berbeda terhadap aturan itulah yang membuat kepala desa sering disalahkan dan dituduh melakukan penyimpangan anggaran.
”Aturan tentang pemanfaatan dana untuk kegiatan pembangunan sumber dana manusia rawan ditafsirkan berbeda karena hasil dari kegiatan tersebut sangat abstrak. Tidak gampang dilihat seperti halnya pembangunan infrastruktur,” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Abdul, pihaknya akan segera membenahi dan memastikan agar nantinya hanya ada satu penafsiran terhadap aturan pemanfaatan dana desa. Selain itu, dia juga akan membuat skema yang lebih mudah dalam sistem pelaporan penggunaan dana desa yang nantinya juga akan memudahkan kerja para perangkat desa.
Berbagai pembenahan program dana desa, menurut Abdul, akan dibicarakan bersama Kementerian Dalam Negeri, Kejaksaan Agung, dan Polri. ”Pada intinya, kami akan berbicara, berdiskusi, dan membenahi bersama agar program dana desa ini mudah dilaksanakan, dievaluasi, dan diawasi,” ujarnya.
Selain itu, agar manfaat dana desa bisa dirasakan lebih optimal, Abdul mengatakan, pemerintah desa diharapkan mau mengubah persepsi dan pola pikir. Jika sebelumnya semua bantuan dana, termasuk dana desa, hanya difokuskan pada pembangunan infrastruktur, ke depan alokasi penggunaan dana desa bisa lebih diprioritaskan pada pembangunan sumber daya manusia.
”Dengan menyalurkan dana untuk kegiatan-kegiatan peningkatan kualitas sumber daya manusia, setiap warga nantinya akan turut senang karena benar-benar bisa mendapatkan bagian, manfaat dari dana desa,” ujarnya.
Sementara itu, di Desa Rejosari, Kecamatan Bansari, dana desa sudah mulai digunakan untuk membangun obyek wisata baru sebagai bentuk penguatan ekonomi masyarakat desa. Obyek wisata yang diberi nama Sindoro Waterpark tersebut sudah mulai dibangun sejak 2018 dan masih terus dibenahi. Kegiatan pembangunan dilaksanakan secara bertahap hingga empat tahun mendatang.
Kepala Desa Rejosari, Teguh Rahayu, mengatakan, pada tahap awal, Sindoro Waterpark dibangun dengan dana desa sebesar Rp 500 juta. Kini, pembangunan akan dilanjutkan dengan menggunakan dana desa Rp 400 juta. Tahun ini, akan dilakukan pembangunan kolam renang untuk pengunjung dewasa dan kolam renang untuk anak balita.
Sejak dibuka April 2019, Teguh mengatakan, Sindoro Waterpark sudah menyerap sedikitnya 60 tenaga kerja. Mereka bekerja di lokasi parkir, pengelolaan wisata, hingga pelaku usaha yang berjualan di sekitar Sindoro Waterpark. Dikunjungi 900-1.000 orang per bulan, omzet Sindoro Waterpark dari kunjungan wisatawan berkisar Rp 15 juta hingga Rp 20 juta per bulan.