Manfaatkan Warisan Dunia, Tambang Batubara Ombilin untuk Kesejahteraan Warga
Kepala daerah tujuh kabupaten/kota yang tercakup dalam kawasan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto didorong berbenah untuk menjaga dan memanfaatkan status warisan budaya dunia UNESCO.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Kepala daerah tujuh kabupaten/kota yang tercakup dalam kawasan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto didorong berbenah untuk menjaga dan memanfaatkan status warisan budaya dunia UNESCO. Status warisan budaya dunia itu semestinya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, di Padang, Selasa (29/10/2019), mengatakan, perjuangan untuk menjadikan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto sebagai warisan budaya dunia UNESCO sangat sulit. Prosesnya juga butuh waktu lama, hingga sekitar tujuh tahun. Warisan budaya dunia Tambang Batubara Ombilin diperoleh 6 Juli lalu.
”Menjaganya lebih susah dibandingkan mendapatkannya. Oleh sebab itu, ini mesti menjadi perhatian kita semua. Bagaimana menjaga dan mengaktualkan potensi yang ada untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat,” kata Irwan dalam acara penyerahan sertifikat warisan dunia UNESCO Warisan Tambang Batubara Ombilin.
Dalam kesempatan itu, sertifikat duplikat diserahkan oleh Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Arief Rahman kepada Gubernur Sumbar dan tujuh kepala daerah. Sementara itu, sertifikat asli diserahkan kepada Arsip Nasional.
Warisan Tambang Batubara Ombilin yang beroperasi sejak akhir abad ke-19 hingga akhir abad ke-20 itu tersebar di tujuh kabupaten/kota di Sumbar. Selain Sawahlunto sebagai pusatnya, peninggalan itu juga terdapat di Kota Solok, Kabupaten Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kota Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Padang Pariaman, dan Kota Padang.
Adapun tiga obyek utama warisan tersebut adalah peninggalan Tambang Batubara Ombilin di Sawahlunto beserta bangunan cagar budayanya, jaringan kereta api pengangkut batubara yang melewati tujuh kabupaten/kota, dan tempat penyimpanan batubara di Silo Gunuang di Pelabuhan Emmahaven atau Teluk Bayur sebelum diekspor ke Eropa.
Irwan pun mendorong wali kota dan bupati untuk saling berlomba dalam memanfaatkan potensi wisata dari warisan dunia tersebut. Infrastruktur penunjang untuk menarik wisatawan juga mesti dibenahi dan dilengkapi. Kelengkapan data dan informasi seputar warisan dunia tersebut harus mendapat perhatian pula.
”Data yang lengkap soal kenapa Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto mendapat status warisan dunia UNESCO juga diperlukan. Datanya harus dikuasai dan dipelajari, terutama pemandu wisatanya. Itu perlu agar orang tertarik untuk datang. Kalau tidak ada data dan informasi yang lengkap, tidak ada maknanya,” tutur Irwan.
Pesan senada disampaikan oleh Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nadjamuddin Ramly. Potensi Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto harus dioptimalkan untuk kesejahteraan masyarakat.
”Warisan tambang batubara di Sawahlunto harus dioptimalkan untuk kesejahteraan dan nilai tambah. Enam kabupaten/kota lainnya juga mendapat efek domino dari manfaat kunjungan wisatawan Nusantara dan mancanegara,” kata Nadjamuddin.
Warisan tambang batubara di Sawahlunto harus dioptimalkan untuk kesejahteraan dan nilai tambah. Enam kabupaten/kota lainnya juga mendapat efek domino dari manfaat kunjungan wisatawan Nusantara dan mancanegara.
Nadjamuddin menambahkan, pemerintah saat ini juga tengah mendorong salah satu nagari (desa) tradisional di Kabupaten Sijunjung untuk mendapatkan status warisan dunia UNESCO. Hal itu dilakukan agar ada koneksi wisatawan antara Sawahlunto dan Sijunjung, dua daerah yang bertetangga.
Wali Kota Sawahlunto Deri Asta mengatakan, penetapan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto sebagai warisan budaya dunia UNESCO mulai terasa dampaknya. Wisatawan dari sejumlah daerah dan negara mulai berdatangan ke Sawahlunto.
”Untuk menunjangnya, kami, pemerintah kota, harus menyiapkan infrastruktur pendukung yang masih terbatas di Sawahlunto,” kata Deri. Sejumlah infrastruktur yang segera dilengkapi oleh Sawahlunto antara lain jalan yang memadai serta hotel dan restoran yang representatif.
Sementara itu, Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah berkomitmen untuk menjaga dan memanfaatkan potensi pariwisata dari Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto yang terdapat di Kota Padang. Selain jaringan kereta api, di Kota Padang juga terdapat Silo Gunuang.
Mahyeldi menjelaskan, Silo Gunuang yang terdapat di kawasan Pelabuhan Teluk Bayur memang bukan aset milik Kota Padang. Namun, ia mendorong pemilik aset serta program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) membenahi kawasan itu agar bisa menarik wisatawan.
”Kami dorong pemilik aset dan CSR. Lingkungannya harus dipersiapkan. Karena berada di Teluk Bayur, kami akan berkoordinasi dengan Pelindo agar kawasan itu (sekitar Silo Gunuang) bisa menjadi obyek wisata. Kami sudah membangun jalan dari Pelabuhan Muaro ke Teluk bayur. Diharapkan lokasi itu nanti menjadi lokasi tujuan wisatawan,” tutur Mahyeldi.
Badan pengelola
Akan tetapi, komitmen para bupati/wali kota dalam menjaga dan memanfaatkan potensi Warisan Tambang Batubara Ombilin masih terbentur oleh belum adanya badan pengelola. Keberadaan badan pengelola sangat dibutuhkan dalam mengelola warisan dunia tersebut, memudahkan koordinasi, dan menentukan peran tiap-tiap pihak dalam pengelolaan.
Nadjamuddin menjelaskan, proses pembentukan badan pengelola masih terkendala regulasi. Gubernur semestinya membentuk badan pengelola untuk melakukan proteksi, perlindungan, dan pelestarian warisan dunia. Namun, regulasi untuk itu belum ada secara definitif.
”Saat rapat koordinasi sebelumnya, saya mengusulkan ada terobosan hukum. Mungkin kami akan minta melalui Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ada keputusan presiden ataupun peraturan presiden,” ujar Nadjamuddin.
Asisten Deputi Warisan Budaya Kemenko PMK Pamuji Lestari mengatakan, kemenko berkomitmen untuk mengawal mulai dari perencanaan, pengelolaan, serta monitor dan evaluasi dari pengelolaan warisan dunia ini. Pembentukan badan pengelola ditarget paling lama selesai tahun depan.
”Akhir bulan ini (pihak Kemenko PMK dan Ditjen Kebudayaan) akan bekerja sama agar rencana aksi dan road map bisa disusun bersama. Ada tujuh komitmen yang harus kami selesaikan,” kata Pamuji.