Sebanyak 12.276 orang dari berbagai elemen masyarakat dan jajaran Pemerintah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, bersama-sama menari soreng, pada upacara peringatan hari Sumpah Pemuda.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Sebanyak 12.276 orang dari berbagai elemen masyarakat dan jajaran Pemerintah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, bersama-sama menari soreng pada upacara peringatan hari Sumpah Pemuda. Tarian dilakukan di sepanjang Jalan Soekarno-Hatta di Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (28/10/2019).
Kebersamaan dalam kegiatan tersebut diharapkan dapat menjadi pengingat bahwa persatuan dan kesatuan bisa dibangun dari semangat berkesenian. ”Jika kita bisa bersatu dalam berkesenian, semestinya kita bisa bersatu, dan bersama-sama bekerja dalam banyak hal lain, demi kehidupan yang lebih baik,” ujar Bupati Magelang Zaenal Arifin.
Para penari terdiri dari siswa-siswa SD hingga SMA, komunitas kesenian, kelompok ibu-ibu PKK dari sejumlah desa, serta aparatur sipil negara (ASN) berikut jajaran pemerintahan termasuk Bupati-Wakil Bupati Magelang Zaenal Arifin dan Edi Cahyana.
Tari soreng yang merupakan kesenian khas masyarakat lereng Gunung Andong dan Telomoyo, Jawa Tengah, menjadi langkah awal upaya menjalin kebersamaan di Kabupaten Magelang. Selanjutnya, Zaenal mengatakan, pihaknya akan berupaya menggelorakan semangat persatuan dan kesatuan yang sama dengan mencoba memasyarakatkan kesenian-kesenian tradisional yang lain. Jumlah kesenian tradisional yang ada di Kabupaten Magelang mencapai 48 kesenian.
Jika kita bisa bersatu dalam berkesenian, semestinya kita bisa bersatu, dan bersama-sama bekerja dalam banyak hal lain. (Zaenal Arifin)
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Ahmad Husein mengatakan, untuk lebih mengenalkan tari soreng ke kalangan anak-anak dan generasi muda, ke depan, tarian ini nantinya akan menjadi muatan lokal wajib di sekolah dasar.
”Anak-anak di Kabupaten Magelang harus mengenal keseniannya sendiri sedari dini. Setidaknya, hal ini bisa dimulai dengan mengenal soreng terlebih dahulu,” ujarnya.
Sebanyak 12.276 pelajar yang membawakan tari soreng di kawasan pusat Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (28/10/2019). Selain untuk merayakan Hari Sumpah Pemuda, kegiatan ini juga sebagai wujud upaya pelestarian tari tradisional tersebut.
Tidak hanya sebagai kegiatan yang menyatukan segenap elemen masyarakat, kegiatan menari soreng secara massal ini sekaligus juga dinyatakan sebagai Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri) sebagai kegiatan yang memecahkan dua rekor sekaligus. Selain sebagai pentas tari soreng dengan jumlah penari terbanyak, pemecahan rekor lainnya ditetapkan untuk kegiatan pembacaan Sumpah Pemuda dengan jumlah penari terbanyak.
”Karena tari soreng tidak terdapat di daerah lainnya, pentas kali ini dinyatakan telah memecahkan rekor dunia,” ujar Senior Manager Muri Sri Widayati.
Pemecahan rekor ini juga tidak menumbangkan pencapaian rekor yang lain karena sebelumnya belum pernah ada daerah yang melakukan pentas tari soreng massal. Karena tarian ini juga cuma ada di Kabupaten Magelang, rekor ini pun selanjutnya hanya bisa ditumbangkan oleh Kabupaten Magelang sendiri.
Batik soreng
Pada kesempatan itu juga diluncurkan batik bermotif soreng karya pelaku UMKM, Nuryanto. Batik soreng tersebut dibuat dalam 10 ragam motif yang menggambarkan penari soreng, yang dipadupadankan dengan keindahan dan potensi alam yang ada di lima gunung di Kabupaten Magelang.
”Setiap ragam itu digambarkan dengan motif yang berbeda-beda sesuai dengan potensi yang ada di setiap gunung dan daerah. Motif batik soreng yang menggambarkan Gunung Sumbing akan terdiri dari gambar penari dan daun-daun tembakau, sedangkan motif batik soreng Borobudur akan terdiri dari gambar penari soreng bersama dengan mandala atau gambaran Candi Borobudur dari atas,” ujarnya.
Sebagian potensi alam, seperti bebatuan, daun-daun, dan tanaman tersebut digambarkan berada di bawah, diinjak oleh penari soreng. Hal tersebut menggambarkan bahwa setiap warga—seperti penari soreng tersebut—harus selalu berakar, berpijak pada bumi, dan potensi lokal yang menghidupinya.