Tidak Didesain untuk Kebijakan Kontra Siklus, Defisit APBN Terus Melebar
Defisit APBN 2019 sejak awal tidak didesain untuk mengakomodasi kebijakan kontra siklus. Hal itu yang menyebabkan proyeksi defisit terus melebar hingga kini pada kisaran 2-2,2 persen produk domestik bruto.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Defisit APBN 2019 sejak awal tidak didesain untuk mengakomodasi kebijakan kontra siklus. Hal itu yang menyebabkan proyeksi defisit terus melebar hingga kini pada kisaran 2-2,2 persen produk domestik bruto.
Sejauh ini pemerintah sudah mengubah proyeksi defisit APBN 2019 sebanyak dua kali dari target 1,84 persen produk domestik bruto (PDB) menjadi 1,93 persen PDB. Terbaru, defisit APBN diperkirakan melebar hingga kisaran 2-2,2 persen PDB atau senilai Rp 322,08 triliun-354,29 triliun.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah Redjalam berpendapat, defisit APBN melebar akibat ekspansi fiskal yang dilakukan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, konsekuensi atas ekspansi fiskal ini tidak terakomodasi dalam defisit APBN 2019, yang didesain menyempit dari APBN 2018.
“Pemerintah tampak gelagapan dengan pelebaran defisit saat ini karena memang sejak awal defisit justru direncanakan menyempit, yaitu kisaran 1,8 persen PDB,” kata Piter yang dihubungi dari Jakarta, Minggu (27/10/2019).
Di tengah tekanan global, pemerintah menggunakan instrumen APBN untuk kebijakan kontra siklus mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan kontra siklus umumnya berupa pelonggaran pajak dan peningkatan belanja. Konsekuensi dari kebijakan kontra siklus itu adalah melebarnya defisit APBN.
Pemerintah tampak gelagapan dengan pelebaran defisit saat ini karena memang sejak awal defisit justru direncanakan menyempit, yaitu kisaran 1,8 persen PDB
Mengutip data Kementerian Keuangan, realisasi belanja pemerintah per Agustus 2019 mencapai Rp 1.388,3 triliun, sementara realisasi pendapatan negara Rp 1.189,3 triliun. Adapun realisasi defisit APBN per Agustus 2019 sesear Rp 199,1 triliun atau 1,24 persen PDB.
“Pelebaran defisit saat ini bukan by design (kesengajaan), ini yang harus dikritisi,” ujar Piter.
Misalnya, kata Piter, kebijakan pelonggaran pajak tidak konsisten dengan target penerimaan pajak. Di tengah maraknya insentif pajak, pemerintah justru menaikkan target penerimaan pajak cukup besar. Hal itu menyebabkan realisasi penerimaan pajak meleset dari target (shortfall) mencapai Rp 200 triliun.
Defisit APBN yang tidak didesain untuk kebijakan kontra siklus pada akhirnya tetap diikuti dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi. CORE memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2019 berkisar 4,95-5,05 persen, sementara proyeksi pemerintah 5,08 persen. Adapun asumsi makro pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2019 sebesar 5,3 persen.
Secara keseluruhan, menurut Piter, pelebaran defisit APBN 2019 masih dalam batas aman sepanjang di bawah 3 persen PDB. Pelebaran defisit juga tak perlu dikhawatirkan berlebih mengingat posisi utang pemerintah masih jauh dari ambang batas 60 persen PDB. Rasio utang pemerintah saat ini di bawah 30 persen PDB.
“Pelebaran defisit juga tidak akan memengaruhi sentimen pasar. Namun, yang kiranya akan lebih memengaruhi (sentimen pasar) nanti adalah rilis realisasi pertumbuhan ekonomi,” kata Piter.
Pembiayaan asing
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman, Jumat, mengatakan, pelebaran defisit APBN 2019 akan diatasi dengan pembiayaan asing. Pemerintah akan kembali menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) berdenominasi dollar AS dan euro masing-masing senilai 1 miliar.
Kebijakan pelonggaran pajak tidak konsisten dengan target penerimaan pajak. Di tengah maraknya insentif pajak, pemerintah justru menaikkan target penerimaan pajak cukup besar.
Kondisi ini dinilai sebagai momentum tepat untuk penerbitan obligasi global karena kondisi pasar keuangan global yang relatif stabil, didukung tren penurunan suku bunga acuan. Obligasi berdenominasi dollar AS tenor 30 tahun memiliki imbal hasil 3,75 persen, sementara obligasi berdeniminasi euro tenor 12 tahun memiliki imbal hasil 1,41 persen.
Selain dari penerbitan obligasi, kata Luky, pembiayaan asing untuk menutup defisit APBN 2019 berasal dari pinjaman Asian Development Bank (ADB) berbasis kebijakan atau policy-based loan senilai 500 juta dollar AS.
Pelebaran defisit juga diantisipasi dengan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 144 Tahun 2019 tentang Perkiraan Defisit dan Tambahan Pembiayaan Defisit APBN. Dalam PMK yang ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 17 Oktober 2019 itu, tambahan pembiayaan defisit bisa dari saldo anggaran lebih (SAL).
Adapun posisi SAL pemerintah per tahun 2018 sebesar Rp 175,24 triliun.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani menambahkan, dana penyangga fiskal yang saat ini bisa langsung digunakan pemerintah untuk menambal defisit APBN senilai Rp 15 triliun. Penyangga fiskal itu bersumber dari SAL, yang sejauh ini belum pernah digunakan. Tidak menutup kemungkinan dana penyangga fiskal ditambah.