Dalam kurun 16 tahun mendatang, jaringan transportasi massal yang ada kini tidak cukup mengakomodasi perjalanan warga Jabodetabek. Perluasan rute mendesak dilakukan.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari/Helena F Nababan/Aguido Adri
·4 menit baca
Dalam kurun 16 tahun mendatang, jaringan transportasi massal yang ada kini tidak cukup mengakomodasi perjalanan warga Jabodetabek. Perluasan rute mendesak dilakukan.
JAKARTA, KOMPAS — Peningkatan jumlah penduduk Jabodetabek berkorelasi dengan bertambahnya kebutuhan mobilitas. Saat ini, angkutan yang ada sudah sangat padat. Karenanya, perluasan cakupan angkutan umum mendesak dilakukan.
Pemimpin proyek Tim Studi Proyek Integrasi Kebijakan Transportasi Perkotaan Jabodetabek Tahap 2 (JUTPI 2), Junkichi Kano, Kamis (24/10/2019), mengungkapkan, tahun 2035, jumlah penduduk Jabodetabek diproyeksikan 45,3 juta jiwa. Jumlah penduduk ini meningkat 26,9 persen dibandingkan jumlah penduduk tahun 2017 yang mencapai 33,1 juta jiwa.
Pada 2018, JUTPI 2 menganalisis kepadatan penumpang angkutan di tiga koridor. Pada koridor Bogor-Jakarta, ada kebutuhan 680.000 penumpang per hari, baik yang bertujuan ke Jakarta maupun ke Bogor. Adapun kapasitas angkutan jalan maupun rel hanya 370.000 penumpang per hari per dua jalur. Rasio volume per kapasitas (V/C) di koridor ini adalah 1,84. Nilai V/C di atas 1 artinya melebihi kapasitas.
Untuk koridor Tangerang-Jakarta, nilai V/C 2,08 dan Bekasi-Jakarta 3,28. Kesimpulannya, jaringan transportasi massal saat ini tidak bisa mengimbangi kebutuhan warga.
”Kami mengusulkan kepada pemerintah, bagaimana memperluas jaringan transportasi yang ada, seperti kereta MRT, BRT (bus rapid transit/Transjakarta), dan kereta LRT. Kami sudah menghitung koridor mana saja yang memiliki permintaan penumpang paling banyak,” ujar Kano.
Beberapa jalur banyak penumpang di antaranya rute MRT fase 2 Cikarang-Balaraja sepanjang 87 kilometer dengan permintaan 816.100 orang per hari; jalur Bandara Soekarno Hatta-Kampung Bandan; Cilincing-Lebak Bulus; Karawaci-Cikarang; Lebak Bulus-Karawaci, Bekasi Selatan-Bekasi Utara; Pluit-Depok; jalur lingkar luar; dan jalur lingkar dalam.
LRT juga diusulkan melayani rute Puri Kembangan-Dukuh Atas yang memiliki kebutuhan 63.800 penumpang, serta beberapa rute lain, seperti Pesing-Kemayoran, Cawang-Dukuh Atas, Cawang-Bogor, Sentul-Kota Bogor, Cawang-Bekasi Timur, Jagakarsa-Cibubur-Cileungsi, Velodrome-Cakung, dan Kota Tangerang.
JUTPI 2 juga mengungkapkan biaya ekonomi akibat kemacetan lalu lintas di Jabodetabek mencapai Rp 100 triliun per tahun. Rinciannya, kerugian akibat biaya operasi kendaraan bermotor Rp 40 triliun dan Rp 60 triliun untuk kerugian waktu perjalanan. ”Setiap orang di Jabodetabek mengalami kerugian Rp 3 juta per tahun akibat kemacetan lalu lintas ini,” kata Kano.
Sebagai perbandingan, biaya pembangunan MRT Fase 1 sebesar Rp 16 triliun, dan fase 2 Rp 22,5 triliun.
Asisten Deputi Sistem Multimoda Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Tulus Hutagalung menambahkan, data dari JUTPI 2 ini direncanakan digunakan untuk revisi Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ). RITJ yang ada sekarang sudah tidak bisa menampung kebutuhan penumpang di Jabodetabek.
Balai Teknik Perkeretaapian wilayah Jakarta-Banten Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan mengaktifkan (switch over) jalur 6 Stasiun Manggarai, Jumat malam. Dengan diaktifkannya jalur 6 ini, KRL commuterline rute Jakarta-Bogor dilayani di jalur 5, 6, dan 7. Sementara kereta bandara di jalur 8 dan 9.
Sebelumnya, sejak tahun 2018, jalur 6 ini ditutup untuk pembangunan perluasan Stasiun Manggarai.
Kepala Balai Teknik Perkeretaapian wilayah Jakarta Banten Rode Paulus mengatakan, diaktifkannya jalur 6 Stasiun Manggarai bertujuan meningkatkan kapasitas stasiun dan mengurangi antrean kereta.
Stasiun Manggarai merupakan stasiun penting di Jakarta karena menjadi stasiun transit sekaligus titik temu kereta api dari berbagai rute, seperti KRL Jakarta-Bogor, KRL Jakarta-Bekasi, kereta luar kota, kereta bandara, dan KA barang.
Switch over di Stasiun Manggarai membuat jadwal keberangkatan tiga KRL pada Jumat malam dibatalkan, yaitu, KRL Bogor-Jakarta Kota pukul 21.47; KRL Jakarta Kota-Bogor pukul 23.45; dan KRL Jatinegara-Manggarai pukul 23.00.
Sementara itu, terkait pelintasan sebidang, Dinas Perhubungan DKI Jakarta berencana menutup perlintasan sebidang dan membuat pelintasan tidak sebidang berupa terowongan (underpass).
”Pilihan untuk membangun underpass daripada flyover karena ke depan kami menginginkan kapasitas angkutan kereta meningkat,” ujar Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo.
Dalam Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional disebutkan adanya sejumlah proyek infrastruktur kereta api dalam kota di DKI Jakarta.
Infrastruktur kereta api itu dimaksudkan untuk menambah jumlah penumpang. ”Untuk meningkatkan itu, salah satu cara dengan membangun elevated loop atau jalur layang yang melingkar,” ujar Syafrin.
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho mengatakan, untuk mempermudah pengguna angkutan umum dan pejalan kaki, pihaknya meningkatkan kualitas jembatan penyeberangan orang (JPO) Daan Mogot dan Pasar Minggu. Pada 2020, sebanyak 18 JPO dibangun.