Lonceng Reformasi Pendidikan ala Jokowi
Apresiasi publik terhadap program pendidikan selama masa pemerintahan Kabinet Kerja terekam dalam survei Litbang ”Kompas” pada September hingga Oktober 2019.
Program pemerintah pada bidang pendidikan memperoleh apresiasi dari publik dalam lima tahun terakhir. Namun, sejumlah pekerjaan rumah masih terbentang untuk mewujudkan misi Presiden Joko Widodo dalam melakukan reformasi sistem pendidikan.
Apresiasi publik terhadap program pendidikan selama masa pemerintahan Kabinet Kerja terekam dalam survei Litbang Kompas pada September hingga Oktober 2019. Kepuasan ini diungkapkan oleh publik, baik pada program pendidikan gratis maupun pada sektor kualitas pendidikan.
Wajib belajar 12 tahun merupakan program Jokowi yang masuk ke dalam Nawacita jilid I. Program ini kemudian dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019.
Program wajib belajar 12 tahun adalah pengembangan dari amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam beleid ini, pendidikan dasar wajib diikuti oleh warga negara berusia 7-15 tahun atau selama sembilan tahun.
Hingga kini, program wajib belajar 12 tahun masih dalam tahap upaya pencapaian. Sejumlah program telah ditelurkan, seperti Program Indonesia Pintar hingga sistem zonasi sekolah untuk mewujudkan tujuan wajib belajar 12 tahun secara gratis.
Dampak dari program ini salah satunya dapat dilihat dari meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) pada jenjang pendidikan menengah. APK merupakan perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan tertentu dan jumlah penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan yang sama.
Pada daerah perdesaan, APK meningkat dari 70,23 pada tahun 2015 menjadi 73,57 tahun 2018. Kondisi serupa meningkat pada daerah perkotaan dari 85,46 pada tahun 2015 menjadi 86,64 pada 2018. Artinya, semakin banyak anak-anak di Indonesia yang mencicipi pendidikan menengah, seperti SMA, SMK, dan pendidikan sederajat lainnya.
Sebanyak 72,3 persen responden menyatakan kepuasannya terhadap program ini. Kepuasan ini naik dibandingkan dengan Maret 2019 saat kepuasan responden mencapai 68,6 persen.
Meningkatnya angka partisipasi kasar untuk jenjang pendidikan menengah berbanding lurus dengan apresiasi publik terhadap program wajib belajar 12 tahun. Sebanyak 72,3 persen responden menyatakan kepuasannya terhadap program ini. Kepuasan ini naik dibandingkan Maret 2019 saat kepuasan responden mencapai 68,6 persen.
Meski mengalami fluktuasi, tren kepuasan publik terhadap program wajib belajar 12 tahun meningkat sejak Januari 2015 hingga Oktober 2019. Pada Oktober lalu, angka kepuasan ini merupakan yang kedua tertinggi jika dibandingkan dengan program Jokowi lainnya di bidang sosial.
Program pemerintah lainnya yang juga mendapatkan apresiasi tinggi pada bidang sosial adalah peningkatan kualitas pendidikan. Sebanyak 69,8 persen responden mengaku puas terhadap program pemerintah dalam bidang ini.
Namun, terdapat tren penurunan kepuasan publik pada bidang ini dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Hal ini menggambarkan bahwa masih terdapat pekerjaan rumah yang perlu diperbaiki oleh pemerintah dalam hal peningkatan kualitas pendidikan.
Pekerjaan rumah
Di balik kepuasan publik pada kinerja pemerintah dalam bidang pendidikan, sektor ini tetap muncul sebagai salah satu persoalan bangsa yang perlu segera diselesaikan oleh pemerintah. Sejak Oktober 2018, pendidikan memang selalu masuk sebagai salah satu persoalan utama yang diharapkan oleh publik perlu segera dituntaskan.
Pandangan publik ini terbilang wajar. Pasalnya, hingga kini terdapat sejumlah persoalan bidang pendidikan yang masih belum terselesaikan. Salah satunya masih banyaknya jumlah anak Indonesia yang putus sekolah.
Pada jenjang sekolah dasar, misalnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat bahwa jumlah pelajar putus sekolah per 2018 mencapai 33.268 siswa. Jumlah ini meningkat daripada tahun sebelumnya sebesar 32.127 siswa.
Selain putus sekolah, persoalan di bidang pendidikan lainnya adalah pada sektor infrastruktur. Pada tahun 2018, masih terdapat 90.120 ruang kelas pada jenjang SMA yang mengalami kerusakan, baik rusak ringan maupun rusak total. Jumlah ini mencapai 55 persen dari total ruang kelas yang ada.
Persoalan lain adalah pada kualitas lulusan yang dihasilkan oleh setiap jenjang pendidikan. Menurut catatan Badan Pusat Statistik per Februari 2015, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia masih mencapai 5,01 persen.
Tingkat pengangguran terbuka tertinggi adalah pada lulusan SMK yang mencapai 8,63 persen. Sementara pada jenjang perguruan tinggi, tingkat pengangguran terbuka mencapai 6,24 persen.
Perubahan sistem
Untuk menjawab sejumlah persoalan pada bidang pendidikan, Presiden Jokowi telah mendengungkan reformasi sistem pendidikan dalam dokumen visi-misi saat kampanye lalu. Setidaknya terdapat tiga poin utama dalam program reformasi sistem pendidikan tersebut, yakni pada bidang kualitas pendidikan, bantuan pendidikan, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Pada bidang kualitas pendidikan, Presiden Jokowi berencana untuk mempercepat pelaksanaan wajib belajar 12 tahun. Pemerataan sarana dan prasarana serta infrastruktur pendukung pendidikan juga menjadi program pada masa pemerintahan 2019-2024.
Sementara pada sektor bantuan pendidikan, Jokowi berencana untuk memperluas beasiswa afirmasi untuk mahasiswa di daerah tertinggal. Bantuan pendidikan juga akan diberikan kepada pelajar di lembaga pendidikan keagamaan.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi salah satu fokus utama Jokowi dalam bidang pendidikan. Salah satu program yang dicanangkan adalah pendidikan mental karakter bangsa melalui penanaman nilai-nilai Pancasila. Tak hanya itu, revitalisasi pendidikan vokasi juga akan dilakukan untuk meningkatkan kualifikasi sumber daya manusia dalam menghadapi dunia kerja.
Program santripreneur juga turut menjadi bagian dari misi Jokowi. Pada program ini, kemitraan lembaga pendidikan keagamaan dengan dunia kerja menjadi salah satu upaya agar pendidikan sejalan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.
Buruh juga turut dibidik dalam program pendidikan. Pemerintah berencana memperluas akses bagi buruh untuk mendapatkan beasiswa guna meningkatkan keterampilan di berbagai bidang.
Pendidikan memang menjadi sektor yang kerap disinggung Jokowi dalam beberapa kali pidatonya. Pada pidato politik pertama sebagai presiden terpilih di Sentul International Convention Center, misalnya, pendidikan disebut salah satu jalan untuk mewujudkan misi peningkatan kualitas manusia Indonesia. Jokowi bahkan menyinggung ide tentang pembentukan Lembaga Manajemen Talenta Indonesia untuk mengelola talenta yang dimiliki oleh anak bangsa.
Kepuasan publik tentu tak menjadi jaminan bahwa program pendidikan yang selama ini dicanangkan telah terlaksana dengan baik. Kini, lonceng reformasi pendidikan kembali dibunyikan dengan menunjuk Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Mampukah Nadiem menjawab tantangan reformasi pendidikan yang dicanangkan Presiden Jokowi?
(Dedy Afrianto/Litbang Kompas)