Presiden Chile Sebastian Pinera mengumumkan status darurat nasional. Sebagai gantinya, pemerintah memberlakukan jam malam hingga pukul 22.00 dan memerintahkan angkatan bersenjata untuk memulihkan ketertiban.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
SANTIAGO, KAMIS — Upaya Pemerintah Chile untuk meredam gejolak masyarakat akibat kesenjangan sosial menghadapi kegagalan. Janji untuk melakukan reformasi sosial pemerintah dijawab dengan lanjutan aksi mogok kerja dan unjuk rasa oleh warga.
Ribuan pelajar, pegawai negeri, pekerja kesehatan, guru, dan serikat pekerja melakukan aksi mogok dan unjuk rasa damai di sejumlah kota di Chile, Rabu (23/10/2019). Mereka membawa berbagai spanduk, memprotes kesenjangan sosial yang menghantui negara tersebut.
”Serikat pekerja dan kelompok sosial menginginkan suara dalam rencana reformasi sosial yang diumumkan oleh Presiden Sebastian Pinera. Kami harus membawa suara mereka yang berada di jalan untuk menyalurkan kemarahan dan ketidakpuasan atas ketidaksetaraan negara kita,” kata José Pérez Debelli, Presiden Asosiasi Nasional Pekerja Fiskal (ANEF), salah satu serikat pekerja.
Aksi serupa dilakukan oleh Federasi Pekerja Tembaga (FTC). FTC mencakup serikat pekerja dari setiap divisi Codelco, perusahaan pertambangan milik negara yang merupakan produsen logam terbesar dunia. Tambang Andina pun tutup sehingga membuat produksi smelter Ventanas turun.
”Ini hanya masalah waktu sebelum aksi mogok berdampak negatif pada rantai pasok industri pertambangan. Misalnya, pemogokan oleh serikat pekerja pelabuhan kemarin memengaruhi 20 fasilitas maritim negara itu, termasuk fasilitas ekspor penambangan utama di Antofagasta dan Iquique,” kata Kepala Penelitian Amerika Latin di Verisk Maplecroft, Jimena Blanco.
Unjuk rasa di Chile berawal ketika Pemerintah Chile mengumumkan kenaikan harga tiket kereta bawah tanah menjadi 1,17 dollar AS pada 6 Oktober 2019. Pemerintah beralasan, kenaikan terjadi akibat tingginya biaya energi dan melemahnya mata uang peso.
Sejumlah pelajar kemudian memulai aksi unjuk rasa di stasiun-stasiun di Santiago, pekan lalu. Warga lainnya akhirnya ikut turun ke jalan meminta perbaikan ekonomi.
Aksi kemudian berkembang menjadi penjarahan, vandalisme, dan pembakaran. Pihak militer juga mengambil tindakan tegas untuk membubarkan massa. Sebanyak 6.493 orang ditahan, 18 orang meninggal, dan ratusan orang lainnya terluka akibat kekacauan selama beberapa hari terakhir.
Presiden Pinera mengumumkan status darurat nasional. Sebagai gantinya, pemerintah memberlakukan jam malam hingga pukul 22.00 dan memerintahkan angkatan bersenjata untuk memulihkan ketertiban. Langkah tersebut menggelisahkan warga Chile yang pernah merasakan pemerintahan militer yang represif selama 1970-1980.
”Kami memprotes semua ketidakpuasan terhadap para politisi yang telah membodohi kami. Kenaikan harga kereta bawah tanah hanyalah pemicu,” ujar Italo Tarsetti, guru taekwondo.
Chile merupakan salah satu negara Amerika Latin yang paling kaya dan damai. Meskipun ekonomi Chile terguncang pada tahun ini akibat ketegangan perdagangan global, penurunan harga komoditas tembaga, dan kenaikan harga minyak, negara ini masih tumbuh lebih baik ketimbang beberapa negara tetangganya.
Namun, masih banyak warga Chile yang belum merasakan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi. Biaya pendidikan dan kesehatan mahal, perusahaan swasta menjadi pengelola air, dan pensiun rendah. Banyak keluarga hidup dengan penghasilan hanya 550-700 dollar AS per bulan.
Reformasi sosial
Pinera telah membatalkan kenaikan harga tiket kereta bawah tanah dan menyampaikan permintaan maaf atas kegagalan pemerintah untuk memangkas kesenjangan. Selanjutnya, ia mengusulkan paket reformasi sosial untuk meredakan suasana pada Selasa (22/10/2019).
Beberapa program itu antara lain kenaikan standar upah minimum AS dari 413 dollar AS menjadi 481 dollar AS, kenaikan pensiun negara dari 151 dollar AS menjadi 181 dollar AS, dan stabilisasi biaya listrik dengan membatalkan kenaikan 92 persen.
Program lainnya adalah meningkatkan pajak bagi warga dengan penghasilan di atas 11.000 dollar AS per bulan. Paket tersebut berlaku efektif pada November 2019. ”Paket reformasi sosial ini mewakili langkah konkret dan mendesak untuk menyelesaikan kesenjangan,” ucapnya.
Aksi unjuk rasa selama beberapa hari tersebut menyerukan agar Pinera mundur dari jabatannya. Terkait paket reformasi, sejumlah pengunjuk rasa menyambut baik, tetapi ada juga yang belum merasa puas.
”Aksi ini tidak akan berhenti sampai warga melihat ada perubahan nyata. Pemerintah dari sayap kiri dan kanan telah datang dan pergi, tetapi tidak ada yang berubah untuk orang kecil,” tutur Brandon Rodriguez (25), penjaga keamanan. (REUTERS/AP/THE NEW YORK TIMES)