Pacu Pertumbuhan Ekonomi, BI Kembali Longgarkan Suku Bunga Acuan
Terkendalinya inflasi dan masih tingginya daya tarik aset portofolio domestik bagi investor global membuat BI kembali memangkas suku bunga acuan jadi 5 persen. Tujuan utamanya adalah memacu pertumbuhan ekonomi domestik.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terkendalinya laju inflasi serta masih tingginya daya tarik aset portofolio domestik bagi investor global membuat Bank Indonesia kembali memangkas suku bunga acuan. Tujuan utamanya adalah memacu pertumbuhan ekonomi domestik yang masih membutuhkan stimulus.
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) pada 23-24 Oktober 2019 di Jakarta memutuskan untuk kembali memangkas suku bunga acuan BI sebesar 25 basis poin (bps) atau 0,25 persen menjadi 5 persen. Dengan demikian, secara kumulatif sejak Juli 2019 suku bunga acuan BI sudah turun 1 persen.
Selain suku bunga acuan, suku bunga simpanan rupiah bank di BI (deposit facility) dan suku bunga pinjaman rupiah bank dari BI (lending facility) masing-masing juga dipangkas 0,25 persen menjadi 4,25 persen dan 5,75 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo menuturkan, kebijakan menurunkan suku bunga didorong oleh proyeksi inflasi yang terkendali serta imbal hasil investasi keuangan domestik yang masih menarik. Selain itu, otoritas moneter juga berupaya mendorong momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah perekonomian global yang melambat.
”Upaya mendorong pertumbuhan ekonomi domestik harus selaras dengan menjaga arus masuk modal asing sebagai penopang stabilitas eksternal,” ujarnya di Jakarta, Rabu (24/10/2019).
Upaya mendorong pertumbuhan ekonomi domestik harus selaras dengan menjaga arus masuk modal asing sebagai penopang stabilitas eksternal.
Berdasarkan data BI, secara tahunan inflasi September 2019 tercatat sebesar 3,39 persen, lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Agustus 2019 sebesar 3,49 persen.
Menurut Perry, BI menempuh kebijakan moneter dan makroprudensial yang akomodatif serta memastikan likuiditas tetap longgar. Selain menurunkan suku bunga acuan dalam empat bulan beruntun, BI juga telah menurunkan giro wajib minimum (GWM) sebesar 50 bps pada Juni 2019.
Pada akhir tahun, BI tetap memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak lebih dari 5,2 persen. Adapun pada triwulan III-2019, bank sentral memproyeksikan pertumbuhan ekonomi domestik berada di kisaran 5,05 persen. Posisi tersebut setara dengan pertumbuhan triwulan II-2019 (5,05 persen) dan di bawah capaian triwulan I-2019 (5,07 persen).
Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi yang masih moderat, BI melihat defisit neraca transaksi berjalan berada di rentang 2,5 persen-3 persen produk domestik bruto (PDB) di akhir tahun.
Meski begitu, prospek neraca pembayaran yang positif juga membuat BI percaya diri menurunkan suku bunga acuan. Sepanjang triwulan III-2019 tercatat aliran masuk modal asing mencapai 4,8 miliar dollar AS atau Rp 67,33 triliun.
”Penopang ketahanan eksternal bersumber dari surplus transaksi modal dan finansial serta defisit transaksi berjalan yang terkendali. Kami akan tetap mencermati perkembangan ekonomi domestik dan global dalam memanfaatkan ruang bauran kebijakan yang akomodatif,” tutur Perry.
Prospek neraca pembayaran yang positif juga membuat BI percaya diri menurunkan suku bunga acuan. Sepanjang triwulan III-2019 tercatat aliran masuk modal asing mencapai 4,8 miliar dollar AS atau Rp 67,33 triliun.
Secara terpisah, Vice President Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, inflasi yang stabil menjadi alasan kuat BI untuk kembali memangkas suku bunga acuan. Terlebih, Indonesia masih membutuhkan stimulus ekonomi, baik dari sisi moneter maupun fiskal.
Di samping itu, pemangkasan suku bunga acuan BI dapat menjadi respons untuk mengantisipasi kebijakan moneter dari bank sentral global lain, termasuk kemungkinan Bank Sentral AS, The Federal Reserve (Fed).
”The Fed kemungkinan akan kembali memangkas suku bunga di akhir Oktober ini,” ujar Ariston.
Transmisi bunga lambat
Di tengah agresifnya penurunan suku bunga acuan, pertumbuhan penyaluran kredit justru mengalami pelambatan. Pada Agustus 2019 tercatat pertumbuhan penyaluran kredit mencapai 8,59 persen dibanding Agustus 2018. Padahal, pada Juli 2019 pertumbuhan kredit mencapai 9,58 persen dibanding Juli 2018.
Begitu juga dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang pada Agustus 2019 tumbuh 7,62 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut melambat dibanding posisi Juli 2019 yang tumbuh 8,04 persen dibanding Juli 2018.
Perry mengakui, transmisi penurunan suku bunga acuan terhadap bunga perbankan memang berlangsung lambat dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Walau begitu, dia menjamin bahwa proses transmisi tetap berjalan.
Dia mencontohkan, rata-rata suku bunga deposito perbankan dalam rentang Juli-September 2019 telah turun sebesar 26 bps. Sementara suku bunga kredit, dalam rentang waktu yang sama, juga mengalami penurunan meski lebih kecil, yakni 8 bps.
”Harapannya, suku bunga deposito bisa lebih turun lagi karena BI sekarang sudah menurunkan suku bunga 100 bps. Terutama juga suku bunga kredit yang memang biasanya lebih lama turun dibandingkan deposito, kami harap bisa turun lebih lanjut,” kata Perry.
Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Wisnu Wardhana, menilai, lambatnya waktu yang dibutuhkan untuk transmisi moneter terhadap industri perbankan disebabkan pertimbangan risiko perekonomian yang dilihat industri perbankan.
”Waktu jeda menjadi lama karena bank memperhatikan kualitas aset terlebih dahulu sebelum menyesuaikan tarif untuk mencari pertumbuhan,” ujarnya.
Wisnu menambahkan, pertimbangan utama yang akan dihitung setiap bank untuk menyesuaikan tingkat suku bunga adalah kualitas aset yang dimiliki setiap bank. Dengan adanya peningkatan risiko kredit macet, ruang yang didapat dari selisih antara bunga simpanan dan bunga pinjaman akan difokuskan untuk pengelolaan kualitas aset terlebih dahulu.