Teknologi GPS Memudahkan Pemetaan Kebutuhan Angkutan Umum
Pergerakan masyarakat dan kebutuhan angkutan perlu diidentifikasi dengan tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi sistem pemosisi global atau GPS.
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Masalah transportasi perlu didukung dengan penggunaan teknologi sistem pemosisi global (GPS) di telpon genggam. Hal itu dibutuhkan untuk memotret pergerakan masyarakat sehingga kebutuhan angkutan umum dapat diidentifikasi. Melalui bantuan teknologi, fasilitas angkutan umum yang disediakan sesuai kebutuhan riil.
Sekretaris Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Hindro Surahmat mengungkapkan, pergerakan manusia di Jabodetabek terus meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini, diperkirakan ada total 88 juta perjalanan manusia per hari di Jabodetabek. Angka itu meningkat sekitar dua kali lipat dibanding 2014, yang menurut survei JUTPI (Jabodetabek Urban Transportation Integration Policy), angkanya sebesar 47 jutaan perjalanan dalam sehari.
Mengacu pada total 88 juta perjalanan sehari, jumlah perjalanan dengan angkutan umum diperkirakan hanya sekitar dua persen. Dalam sehari, rata-rata jumlah penumpang bus Transjakarta saat ini sekitar 600.000 orang, kereta rel listrik (KRL) 1 juta orang, moda raya terpadu (MRT) 60.000-90.000 orang.
"Kalau perjalanan dengan angkutan umum itu ditambah dengan penggunaan taksi, serta layanan transprotasi online, maka proporsinya berkisar 10 persen. Dari 88 juta perjalanan sehari, 90 persen di antaranya menggunakan kendaraan pribadi roda empat dan roda dua" tambah Hindro, Rabu (23/10/2019), saat acara Sharing Session Indonesian Road Safety Award di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat.
Turut hadir sebagai pembicara, Kepala Badan Layanan Umum Trans Semarang Ade Bhakti Ariawan dan Kasubdit Jemenopsrek Ditkamsel Korlantas Polri, Kombes Pol Indra Jafar.
Dalam rangka mendorong warga beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan umum, wilayah atau rute dengan mobilitas tertinggi perlu diidentifikasi, sehingga fasilitas angkutan umum yang disediakan tepat sasaran. Teknologi GPS menjadi salah satu sarana yang membantu mewujudkan hal tersebut.
"Teknologi itu bisa memotret pergerakan orang. Banyak orang menggunakan HP yang didukung teknologi GPS, sehingga kita bisa tahu pergerakannya. Data itu akan dikaitkan dengan penyiapan sarana transportasi umun. Kita bisa tahu lokasi mana yang jumlah pergerakannya paling dominan," tutur Hindro.
Hingga sekarang, kebutuhan perjalanan warga dilaksanakan secara manual atau dengan melakukan survei di lokasi asal dan tujuan pergerakan (origin-destination survey). Metode itu tidak meliput semua wilayah secara menyeluruh sehingga data yang diperoleh kurang lengkap.
Menanggapi pertanyaan terkait isu privasi data, Hindro mengatakan, pihaknya masih mengkaji bagaimana pergerakan warga bisa dilacak melalui telpon genggam pribadi. "Kami masih mengkaji bagaimana pergerakan itu bisa dilihat dari HP," katanya.
Pengamat Transportasi serta Ketua Institut Studi Transportasi (Instran), Darmaningtyas berpendapat, penggunaan data yang terekam telpon genggam pribadi sudah cukup sering dilakukan oleh berbagai pihak dan sulit dihindari. "Kan, kita sudah sering dapat SMS tentang promosi macam-macam produk. Kenyataannya, data pribadi kita (seperti nomor telpon) sudah sering dijual bebas," ucapnya.
Ia tidak mempermasalahkan pemerintah mengumpulkan data pergerakan warga yang terekam sistem GPS telpon genggam masing-masing. "Enggak apa-apa kalau itu cuma untuk memotret peta perjalanan warga. Untuk itu, pemerintah perlu kerja sama dengan pihak operator seluler," ucap Darmaningtyas.