Sumsel Berada di Puncak Kekeringan, Kualitas Udara Berbahaya
Asap kebakaran hutan membuat udara di Palembang masuk dalam kategori berbahaya. Tim darat dan udara kewalahan memadamkan api yang masih berkobar di sejumlah daerah, terutama di Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
[caption id="attachment_10975887" align="alignnone" width="720"] Kabut asap menyelimuti Kota Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (23/10/2019). Asap berasal dari kebakaran lahan di beberapa daerah. Bahkan, kualitas udara di Palembang masuk kategori berbahaya.[/caption]
KAYU AGUNG, KOMPAS — Asap kebakaran hutan membuat udara di Palembang, Sumatera Utara, masuk dalam kategori berbahaya. Tim darat dan udara kewalahan memadamkan api yang masih berkobar di sejumlah daerah, terutama di Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Pada Rabu (23/10/2019), indeks standar pencemaran udara (ISPU) di Palembang yang dikeluarkan Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Sumatera Selatan mencapai 391 jauh melonjak dari hari sebelumnya yang mencapai 155. Asap di Palembang pun sangat pekat, terutama di pagi dan sore hari.
Komandan Satuan Tugas Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Sumatera Selatan Kolonel Arh Sonny Septiono, Rabu, di Palembang, mengatakan, asap yang menyelimuti Kota Palembang disebabkan kebakaran yang ada di beberapa daerah, terutama Ogan Komering Ilir.
Baca juga :Kabut Asap Kembali Selimuti Sumsel
Sonny menjelaskan, lahan yang sangat kering membuat potensi titik panas meningkat. Luasnya kebakaran tidak sebanding dengan jumlah armada udara dan personel di darat. Untuk tim darat sendiri, kata Sonny, ada sekitar 12.000 pasukan yang disiagakan di lokasi kebakaran.
Selain itu, sembilan helikopter bom air juga disiagakan untuk memadamkan api dari udara. Dua pesawat teknologi modifikasi cuaca (TMC), yakni Hercules dan Casa, dikerahkan untuk menabur kapur dan garam untuk mempercepat turunnya hujan. ”Namun, untuk menemukan awan hujan sangat sulit,” katanya.
Namun, untuk menemukan awan hujan sangat sulit.
Sonny menerangkan, saat ini tim penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) berupaya memadamkan api, terutama di kawasan Ogan Komering Ilir yang saat ini sedang terbakar di beberapa kecamatan.
Namun ada beberapa kendala yang dihadapi dalam pemadaman. Untuk di darat, tim kesulitan menembus ke pusat lokasi kebakaran karena sulitnya akses menuju titik api dan terbatasnya sumber air. Untuk itu, armada bom air disiagakan.
Hanya saja, sembilan helikopter bom air yang ada ini tidak akan cukup untuk memadamkan api yang telanjur besar. Seharusnya, kata Sonny, ada 10-15 helikopter lagi yang dikerahkan. Namun, seberapa banyak helikopter tidak akan mampu memadamkan api secara tuntas.
”Hanya hujan yang bisa memadamkan api. Itulah sebabnya, saya berharap Sumsel segera diguyur hujan,” ucapnya.
Dalam beberapa kejadian, hujan mampu meredakan titik panas cukup signifikan. Bahkan, hujan juga bisa membuat kawasan rawan tidak terbakar hingga 10 hari. Kebakaran di Riau dan Jambi bisa reda karena hujan.
Hanya hujan yang bisa memadamkan api. Itulah sebabnya, saya berharap Sumsel segera diguyur hujan.
Kompas mengikuti pemadaman kebakaran menggunakan helikopter bom air jenis MI-8 milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ke lokasi kebakaran di Kecamatan SP Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Kebakaran di sana cukup besar, asap tebal membumbung dan membakar lahan jenis gambut. Asapnya pun mengarah ke Palembang. Kebakaran tidak hanya terjadi di satu titik, tetapi di beberapa titik.
Koordinator Lapangan Teknologi Modifikasi Cuaca Sumatera Selatan Fikri Nur Muhammad mengatakan, hari ini merupakan puncak dari kekeringan di Sumsel. ”Sangat sulit menemukan awan hujan,” katanya.
Hal ini membuat tim TMC menaburkan kapur (Ca0) untuk membuka kabut asap. ”Kabut asap menghalangi sinar matahari, alhasil penguapan air di permukaan tidak optimal,” kata nya.
Teknologi ini baru diterapkan di tahun ini di dua kota, yakni Palangkaraya, Kalimantan Tengah, dan Pontianak, Kalimantan Barat. Hasilnya, hujan turun di dua kota tersebut.
Sejak 39 hari operasi, sudah dilakukan 43 kali sorti penyemaian dengan menaburkan 47,6 ton garam (NaCl) dan 16,5 ton kapur di sejumlah kawasan rawan terbakar di Sumsel.
Potensi awan hujan diperkirakan akan muncul kembali pada 25-26 Oktober. ”Saat itu, kami akan optimalkan penyemaian,” ucapnya.
Kepala Seksi Informasi dan Observasi Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang Bambang Benny Setiadji mengatakan, intensitas hujan memang menurun sampai 24 Oktober. Terkait adanya potensi curah hujan meningkat pada periode 25-27 Oktober bisa saja terjadi, tetapi masih dalam probabilitas yang minim.
Bambang menerangkan, asap masih akan menyelimuti Palembang karena asap kebakaran di Ogan Komering Ilir terus mengarah ke Palembang. Apalagi, kebakaran terjadi di lahan gambut dalam. Kebakaran ini hanya bisa padam dengan sistem konveksi berskala meso, di mana hujan akan mengguyur lebih lama dan biasanya terjadi pada malam hari.