Pelaku Pasar Menanti Aksi Nyata Kabinet Indonesia Maju
Meski di awal perdagangan pelaku pasar terkesan kurang apresiatif terhadap susunan Kabinet Indonesia Maju, indeks pasar modal tetap mampu berbalik arah positif. Pelaku pasar dan dunia usaha kini menanti kinerja nyata.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski di awal perdagangan pasar keuangan domestik terkesan kurang apresiatif terhadap susunan Kabinet Indonesia Maju, indeks pasar modal tetap mampu berbalik arah positif. Pelaku pasar dan dunia usaha kini menanti kinerja nyata Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan kabinet baru dalam memperbaiki iklim investasi dan iklim usaha.
Pada perdagangan Rabu (23/10/2019), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,52 persen atau 32,31 poin pada level 6.257,8. Pada penutupan hari sebelumnya, IHSG berada di level 6.225,49.
Kesan pasar keuangan yang kurang apresiatif tergambarkan melalui posisi IHSG pada jeda perdagangan siang yang terkoreksi 0,5 persen ke level 6.222,7. Bahkan, IHSG sempat berada di titik terendah pada level 6.197,95 beberapa jam seusai pengumuman susunan kabinet Presiden Joko Widodo.
Analis Panin Sekuritas, William Hartanto, mengatakan, IHSG sempat tergelincir dari zona hijau beberapa waktu setelah susunan kabinet Jokowi-Amin diumumkan. Hal itu terjadi lebih disebabkan oleh aksi ambil untung yang dilakukan investor. Pasalnya, IHSG telah mengalami reli sepanjang delapan hari perdagangan beruntun.
”Dengan diumumkannya susunan kabinet Joko Widodo, maka pelaku pasar kembali melakukan profit taking(ambil untung) yang sebenarnya sudah dilakukan dalam beberapa hari sebelumnya,” ujar William.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), reli yang terjadi selama sembilan hari perdagangan beruntun sejak 11 Oktober hingga 23 Oktober mengangkat IHSG 234,16 poin naik 3,88 persen dari level 6.023,64. Pada perdagangan terakhir, investor asing mencatatkan aksi jual bersih Rp 231,73 persen.
William pun memastikan bahwa susunan nama tokoh yang mengisi kabinet pemerintahan tidak menjadi sentimen negatif bagi investor dan pelaku pasar keuangan. ’Ketimbang fokus terhadap nama-nama yang dipilih Presiden Joko Widodo sebagai menteri, pelaku pasar keuangan cenderung lebih peduli terhadap hasil kerja dari pemerintah,” ujar William.
Susunan nama tokoh yang mengisi kabinet pemerintahan tidak menjadi sentimen negatif bagi investor dan pelaku pasar keuangan.
Senada dengan William, Wakil Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Herry Sidharta mendukung cara kerja kabinet pemerintahan yang ditegaskan oleh Presiden agar tidak fokus pada proses kerja, tetapi berorientasi pada hasil.
”Orientasi kerja pemerintah cocok dengan BNI yang berfungsi sebagai agent of development(agen pengembangan). BNI tidak semata-mata mencari profit sebagai hasil akhir, tetapi juga mendukung pembangunan negara,” ujarnya.
Herry juga menyambut baik pemilihan nama-nama menteri di bidang perekonomian, terutama keberlanjutan kerja Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan. Kebijakan dan stimulus fiskal yang telah dicanangkan pemerintah perlu dilanjutkan.
Mitigasi risiko
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja sebagai pelaku dunia usaha mengatakan, meski perekonomian Indonesia jauh dari resesi, pemerintah tetap perlu memitigasi risiko ekonomi global.
”Di tengah ketidakpastian dunia, pemerintah perlu menyederhanakan birokrasi dan tarif pajak agar dunia usaha bisa lebih kompetitif, baik secara kinerja maupun dalam melakukan investasi,” ujar Jahja.
Pada awal Oktober, Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan ketidakpastian ekonomi global masih akan terus berlanjut. Penyebab utamanya adalah perang dagang Amerika Serikat-China.
Bank Dunia merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 menjadi 5 persen dari sebelumnya 5,2 persen. Perekonomian Indonesia diperkirakan kembali tumbuh 5,1 persen pada 2020 dan 5,2 persen pada 2021.
Sementara IMF menyebutkan, efek kumulatif dari perang dagang dapat mengurangi output produk domestik bruto (PDB) global 700 miliar dollar AS atau sekitar 0,8 persen PDB dunia pada 2020.
Juli lalu, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2019 dan 2020 masing-masing 3,2 persen dan 3,5 persen. Proyeksi itu lebih rendah dari proyeksi April lalu yang sebesar 3,3 pada 2019 dan 3,6 pada 2020. Khusus Indonesia, pertumbuhan ekonominya diperkirakan 5,2 persen pada 2019 dan 2020.
Menurut Jahja, sektor-sektor padat karya, lanjutnya, dapat menjadi bantalan penangkal risiko ekonomi global sehingga pemerintah perlu memberikan perhatian serius terhadap sejumlah sektor, di antaranya logistik, transportasi, pertambangan, perkebunan, dan pertanian.
Pemerintah perlu memberikan perhatian serius terhadap sejumlah sektor, di antaranya logistik, transportasi, pertambangan, perkebunan, dan pertanian.
Jahja pun menyampaikan, kunci bantalan dalam kondisi perlambatan pertumbuhan ekonomi saat ini adalah menggenjot investasi dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.
Saat ini, posisi Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dipegang oleh Bahlil Lahadalia. Sementara posisi Menteri Pendidikan Kebudayaan dan Pendidikan Tinggi yang menjamin keberlangsungan pembangaunan sumber daya manusia dijabat oleh Nadiem Makarim.