Seperti biasanya, setahun sekali sejak 1979, Forum Ekonomi Dunia meluncurkan laporan Indeks Daya Saing. Tahun ini, Singapura menjadi juaranya! Negara anggota ASEAN itu menggeser posisi Amerika Serikat sebagai negara dengan perekonomian paling kompetitif pada tahun ini. Adapun AS menempati posisi dua. Tiga negara lain yang menempati posisi ketiga, keempat, dan kelima masing-masing adalah Hong Kong, Belanda, dan Swiss.
Tahun ini, Indonesia di peringkat 50 dari 141 negara. Merosot dari Indeks Daya Saing 2018, yakni pada posisi 45 dari 140 negara. Nilai total Indonesia berkurang dari 64,9 pada 2018 menjadi 64,6 pada tahun ini. Secara umum, Forum Ekonomi Dunia (WEF) menyebut, tidak ada perubahan yang signifikan.
Di kawasan ASEAN, Indonesia ada di peringkat empat, di bawah Singapura, Malaysia (27), dan Thailand (40). Laporan WEF menyebutkan, kekuatan utama Indonesia adalah ukuran pasar yang besar dan stabilitas ekonomi. Catatan laporan itu juga menyebutkan, kendati masih cukup rendah—dengan skor 37,7—kapasitas inovasi meningkat dibandingkan dengan tahun lalu.
Salah satu catatan yang juga mesti dicermati adalah Vietnam, negara di kawasan ASEAN, yang disebut sebagai negara dengan perbaikan paling besar. Tahun ini, daya saing Vietnam ada di posisi 67, melonjak 10 peringkat dari tahun lalu yang di posisi 77.
Laporan itu menyajikan pertanyaan, apa yang dimaksud dengan daya saing ekonomi? WEF mendefinisikan daya saing ekonomi sebagai paduan dari berbagai institusi, kebijakan, dan faktor yang menghasilkan level produktivitas sebuah negara. Dalam hal ini, kata produktivitas digarisbawahi untuk menandai perannya yang penting.
Lebih lanjut WEF menyebutkan, laporan daya saing global ini membantu pemerintah, sektor swasta, dan komunitas sipil untuk bekerja bersama dalam rangka mendorong produktivitas dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Bagi Indonesia, cita-cita untuk menempati posisi 40 di daftar negara-negara berdaya saing belum bisa terwujud. Namun, tak perlu kecil hati. Upaya meraih cita-cita itu masih bisa dilakukan.
Daya saing menjadi salah satu daya tarik bagi sebuah negara untuk menarik investasi, baik dari dalam negeri (penanaman modal dalam negeri/PMDN) maupun dari luar negeri (penanaman modal asing/PMA). Bagaimanapun, PMDN dan PMA tetap diperlukan, antara lain untuk mendorong perekonomian dan menyerap tenaga kerja. Bahkan, lebih baik lagi jika investasi tersebut berorientasi ekspor sehingga bisa menambah pendapatan ekspor Indonesia.
Berdasarkan data Konferensi Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD), pada 2018, Indonesia adalah salah satu dari lima negara penarik investasi di Asia. Indonesia ada di bawah China, Hong Kong, Singapura, dan India. Tahun lalu, Indonesia menarik 22 miliar dollar AS atau tumbuh 6,8 persen secara tahunan.
Investasi yang masuk ke Indonesia ini sekitar 50 persen di antaranya dari Singapura. Namun, investasi dari China dan Jepang juga turut masuk ke Indonesia. Sektor yang diminati investor adalah manufaktur, infrastruktur, real estat, dan ekonomi digital.
Negara-negara berkembang di Asia, menurut UNCTAD, masih memiliki daya tarik investasi. PMA yang mengalir ke kawasan ini pada 2018 sebesar 511,7 miliar dollar AS atau tumbuh 3,9 persen secara tahunan. Angka investasi ini sekitar 39,4 persen dari total investasi yang mengalir masuk ke seluruh kawasan di dunia.
Menilik berbagai data ini, tak ada cara lain bagi Indonesia, selain berupaya meningkatkan daya saing. Selanjutnya, memenangi kompetisi. (Dewi Indriastuti)