Industri Halal Bisa Tingkatkan Kesejahteraan Nasional
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Guru Besar Universitas Trisakti, Willy Arafah, meyakini, penguatan industri halal akan berdampak signifikan dalam peningkatan kesejahteraan nasional. Karenanya penguatan perlu dilakukan dari hulu hingga hilir lewat dukungan pemerintah dan komitmen pelaku industri.
Willy menyampaikan hal itu dalam pidato pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Manajemen Universitas Trisakti, Rabu (23/10/2019). Pidato Willy membahas strategi membangun daya saing industri halal dalam perspektif pemasaran makro.
Menurut Willy, peningkatan industri halal nasional seharusnya mampu mendorong kesejahteraan. Indonesia bisa menjadi pasar utama dunia dalam bidang industri halal. Sekitar 12,7 persen penduduk Muslim dunia berada di Indonesia.
“Mengacu pada apa yang terjadi pada industri halal, nantinya akan berdampak ke pendapatan per kapita. Dampak dari proses pertumbuhan industri yang mengakibatkan peningkatkan kesejahteraan,” ucapnya.
Potensi yang bisa diraup Indonesia dalam perekonomian mencapai 2 triliun dollar AS per tahun. Angka itu didapat dari data The State of the Global Islamic Economy (GIE) Report pada 2017 terkait belanja masyarakat Muslim dunia dalam berbagai sektor halal.
Kendati demikian, kenyataannya, industri halal nasional masih belum menggeliat. Dalam laporan GIE, Indonesia yang memiliki pasar halal terbesar hanya berada di peringkat ke-10, di bawah Malaysia.
Willy mengatakan, industri halal belum berkembang karena dukungan pemerintah yang belum maksimal. Pengembangan industri masih dilakukan secara perorangan atau kelompok yang terlibat dalam industri.
“Harus masif bergerak bersama-sama (dengan pemerintah) mendorong gaya hidup halal. Butuh dukungan regulasi seperti mempercepat jaminan produk halal atau insentif pajak industri halal. Pembiayaan syariah juga perlu lebih diarahkan ke sektor mikro,” jelasnya.
Data Otoritas Jasa Keuangan per Februari 2019 menyebutkan, pembiayaan perbankan syariah ke sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), mengalami pertumbuhan 4,2 persen secara tahunan. Pertumbuhan itu cenderung stagnan dan lebih rendah dibandingkan pembiayaan ke sektor nin-UMKM yang bertumbuh dua digit, 14,1 persen secara tahunan.
Kualitas produk juga harus dijaga betul-betul agar kepercayaan konsumen meningkat dan produk diterima semua elemen masyarakat
Lulusan Doktor Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta itu juga menyoroti perbaikan rantai pasokan industri halal. Menurut dia, produk perlu dijaga kesehatan dan mutunya. Hal itu akan membuat produk halal mendapat kepercayaan dari masyarakat.
“Jadi tidak semata hanya produk itu halal. Kualitas produk juga harus dijaga betul-betul agar kepercayaan konsumen meningkat dan produk diterima semua elemen masyarakat,” tuturnya.
Willy menambahkan, ekosistem industri halal perlu lebih memanfaatkan ekonomi digital. Selain memudahkan transaksi, keterlibatan ekonomi digital dipercaya akan meningkatkan transaksi secara signifikan.
Direktur Pendidikan dan Riset Keuangan Syariah KNKS, Sutan Emir Hidayat mengatakan, pihaknya telah mengkategorikan pengembangan industri halal berdasarkan daerah. Pengembangan itu terdapat dalam Masterplan Ekonomi Keuangan Syariah (MEKSI) 2019-2024.
Misalnya saja, pariwisata halal akan difokuskan ke Jawa Timur, Sumatera Barat, Yogyakarta. Sementara itu, pengembangan UMKM syariah akan lebih difokuskan ke Nusa Tenggara Barat.
“Nanti implementasinya seperti apa baru akan diumumkan Desember 2019. Sekarang kami masih melakukan focus discussion group dengan pelaku dan pemangku kepentingan dalam industri halal dan keuangan syariah,” kata Emir.