Baghdad Tolak Pasukan AS dari Suriah Menetap di Irak
Militer Irak menyatakan, pasukan Amerika Serikat yang ditarik dari Suriah dan memasuki Irak tidak memiliki izin untuk tinggal secara permanen dan hanya diizinkan untuk transit.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·2 menit baca
BAGHDAD, RABU — Militer Irak menyatakan, pasukan Amerika Serikat yang ditarik dari Suriah dan memasuki Irak tidak memiliki izin untuk tinggal secara permanen dan hanya diizinkan untuk transit. ”Seluruh pasukan AS yang ditarik dari Suriah diizinkan untuk memasuki kawasan Kurdistan sehingga bisa diangkut ke luar Irak. Tidak ada izin untuk tinggal di Irak diberikan kepada mereka,” demikian pernyataan militer Irak, Selasa (22/10/2019).
Pernyataan tersebut bertolak belakang dengan pengumuman Pentagon yang menyatakan bahwa hampir seluruh dari 1.000 personel militer AS dari Suriah ditarik ke wilayah barat Irak untuk melanjutkan pertempuran melawan milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dan ”membantu mempertahankan Irak”.
Menurut Menteri Pertahanan AS Mark Esper, bagaimanapun Washington bertujuan memulangkan pasukan tersebut dari Suriah ke AS, tidak tinggal di Irak. ”Tujuannya adalah tidak untuk tinggal di Irak tanpa akhir, tujuannya adalah menarik prajurit keluar dari Suriah dan memulangkan mereka,” ujar Esper di Arab Saudi.
Esper menambahkan, detail pemulangan prajurit, termasuk berapa lama prajurit AS akan tinggal sementara di Irak, masih dibahas dengan otoritas Irak. Tidak jelas juga, apakah prajurit AS akan menggunakan Irak sebagai basis untuk melancarkan serangan darat ke Suriah dan serangan udara terhadap NIIS.
Hadirnya pasukan AS dari Suriah akan menambah jumlah personel militer AS yang sudah ada di Irak, melatih tentara Irak, dan memastikan NIIS tidak kembali lagi. Saat ini sudah ada lebih dari 5.000 personel militer AS di Irak.
Di luar persoalan penarikan pasukan AS dari Suriah, Esper juga mengatakan bahwa Arab Saudi telah setuju AS memperkuat militernya.
AS telah mengirim ribuan personel militer tambahan dalam beberapa bulan terakhir untuk memperkuat pertahanan Arab Saudi, termasuk personel angkatan udara. Hal itu juga dilakukan, antara lain, dengan mengirim sistem radar, rudal Patriot, dan personel pendukung untuk memperkuat pertahanan Arab Saudi setelah serangan terhadap kilang minyak di Arab Saudi pada 14 September 2019.
Sejumlah pakar mengkritik pemerintahan Presiden Donald Trump yang menyatakan bahwa Arab Saudi harus membayar pengiriman personel militer dari AS ke Arab Saudi sehingga seolah menjadikan tentara AS seperti tentara bayaran. ”Kami bukan tentara bayaran,” ujar Esper. (REUTERS/AP)