Polisi mengklaim, jika Ninoy tewas, jasadnya akan diletakkan di lokasi unjuk rasa yang berakhir ricuh, akhir September lalu, untuk memojokkan Polri.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebelum dilepaskan oleh para penganiayanya, wartawan dan pendengung di media sosial, Ninoy Karundeng, diduga akan dibunuh. Polisi mengklaim, jika Ninoy tewas, jasadnya akan diletakkan di lokasi unjuk rasa yang berakhir ricuh, akhir September lalu, untuk memojokkan Polri.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Dedy Murti Haryadi menuturkan, salah seorang tersangka berinisial IRA memunculkan ide untuk membunuh Ninoy dengan kapak dan meminta disediakan ambulans untuk membawa jasad Ninoy jika eksekusi berjalan. Jasad direncanakan diletakkan di tengah kerumunan massa yang masih bertindak anarkistis sewaktu polisi berupaya membubarkan mereka.
”Dengan demikian, dia seolah-olah adalah korban kezaliman polisi. Konsep berpikir seperti itulah yang mereka buat,” ucap Dedy dalam konferensi pers di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (22/10/2019).
Penganiayaan Ninoy bermula ketika ia pergi ke kerumunan massa pengunjuk rasa yang menolak undang-undang dan rancangan undang-undang bermasalah, 30 September 2019, di sekitar Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Ia mendokumentasikan demonstrasi yang berakhir ricuh itu untuk pemberitaan. Pada malam hari, ia mengikuti proses evakuasi orang yang terdampak gas air mata ke dekat tempat ibadah di Pejompongan, Jakarta Pusat.
Namun, sejumlah orang memergokinya dan menganiayanya. Setelah dibawa ke dalam tempat ibadah, ia dianiaya lagi. Korban dipulangkan pada 1 Oktober. IRA merupakan satu dari 15 orang yang ditetapkan Polda Metro Jaya sebagai tersangka penganiayaan, penyekapan, dan perampasan data pribadi Ninoy serta penyebaran ujaran kebencian terkait perbuatan-perbuatan tadi.
Dedy menjamin penyelidikan dan penyidikan polisi adalah berdasarkan fakta dan data. Ia mencontohkan, para tersangka berusaha menghilangkan bukti rekaman kamera pengawas (CCTV) yang memperlihatkan penganiayaan itu, tetapi petugas berhasil mendapatkannya.
Kepala Unit IV Subdirektorat Reserse Mobil Direskrimum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Rovan Richard Mahenu lantas menunjukkan foto tangkapan layar dari rekaman CCTV tersebut. Ia menjelaskan, Ninoy disekap dan dianiaya di lantai satu tempat ibadah. Tempat ibadah itu juga sekaligus dijadikan pos kesehatan darurat untuk merawat orang-orang yang terluka akibat kerusuhan dalam unjuk rasa.
Karena terdapat tim medis di tempat ibadah itu, IRA, menurut Rovan, meminta mereka menyediakan ambulans guna mengangkut tubuh Ninoy jika pembunuhan jadi dilakukan. ”Namun, rencana pembunuhan batal karena ambulans tidak kunjung didapatkan sehingga korban dipulangkan,” ujarnya.