Perlu Mengantisipasi Dampak di Awal Restrukturisasi
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Perubahan nomenklatur kementerian membuat kementerian baru sibuk dengan urusan yang bersifat administratif di awal masa pemerintahan. Antisipasi berupa manajemen perubahan sangat diperlukan agar implementasi program kerja strategis kementerian bisa langsung dijalankan.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) merupakan salah satu dari sejumlah kementerian yang mengalami restrukturisasi pada masa awal pemerintahan periode pertama Presiden Joko Widodo.
Sekretaris Jenderal Kementerian Desa dan PDTT Anwar Sanusi, Selasa (22/10/2019), menjelaskan, Kemendes PDTT merupakan hasil penggabungan dari Kementerian Transmigrasi, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Kementerian Desa.
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyakat Desa Kementerian Dalam Negeri turut disertakan dalam penggabungan itu. Penggabungan tiga instansi kementerian tersebut diharapkan dapat memperkuat koordinasi serta mempercepat sinkronisasi dan kerja kementerian untuk mengentaskan permasalahan di daerah-daerah tertinggal.
Namun, menurut Anwar, program kerja strategis kementerian tidak bisa langsung dijalankan setelah menteri dilantik. Karena terdiri dari kementerian yang sebelumnya berbeda, maka perlu ada proses rekonsiliasi anggaran dan penataan distribusi pegawai.
Pada masa awal-awal setelah penggabungan, pegawai kementerian lebih disibukkan dengan proses mengurus hal-hal yang bersifat administratif ketimbang mengeksekusi kebijakan atau program-program kerja strategis kementerian.
“Makanya ke depan penataan atau konsolidasi terkait program dan anggara ini harus dilakukan secara serius dan dalam jangka waktu yang singkat. Kalau tidak, energi kita akan banyak terbuang,” ujar Anwar di Jakarta.
Anwar menuturkan, pihaknya kini telah banyak belajar ketika proses penggabungan dulu berlangsung. Langkah antisipasi yang bakal dilakukan Kemendes PDTT adalah menerapkan timeline yang ketat, agar restrukturisasi tak sampai banyak mengganggu program kerja kementerian.
“Di periode kedua saya rasa bisa lebih cepat, karena birokrasinya sudah mulai cocok dengan irama pimpinan,” ucap Anwar.
Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani menyampaikan, akan ada perubahan empat nomenklatur dari kementerian atau lembaga. Namun, Puan menampik perubahan nomenklatur yang bakal dilakukan Jokowi adalah perubahan besar yang mengubah satu kementerian.
“Hanya menggabungkan beberapa kementerian menjadi satu, itu pun tidak dibubarkan,” kata Puan.
Sebagai contoh, Puan mengungkapkan, Kementerian Riset dan Teknologi bakal menjadi badan. Kemudian, Kementerian Koordinator Kemaritiman akan bertambah fungsinya menjadi Kementerian Koordinator Maritim plus investasi. Selain itu Badan Ekonomi Kreatif nantinya akan bergabung dengan Kementerian Pariwisata.
“Tidak ada hal yang kemudian mengubah penataan kementerian sampai kemudian harus ada reorganisasi yang besar-besaran. Jadi, harapannya adalah pemerintah bisa langsung bekerja sama dengan DPR setelah menteri-menteri dilantik,” katanya.
Butuh waktu
Guru Besar Ilmu Administrasi Publik Universitas Indonesia Eko Prasojo berpendapat, manajemen perubahan dibutuhkan pemerintah agar restrukturisasi tak menganggu implementasi program kerja. Manajemen perubahan dinilai akan membantu untuk mempercepat restrukturisasi.
“Restrukturisasi kementerian selalu membutuhkan waktu. Tidak hanya proses bisnis (penyelarasan proses kerja antarsatu unit dengan unit lain), tetapi juga penyatuan budaya dan kompetensi,” kata Eko yang pernah menjabat Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Ada tiga desain manajemen perubahan yang dibutuhkan pemerintah, menurut Eko, yaitu membentuk proses bisnis pemerintahan, menyiapkan sumber daya manusia yang sesuai dengan kompetensi, dan membangun nilai-nilai budaya organisasi yang baru.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera Mardani Ali Sera menyatakan akan mendukung Presiden Joko Widodo untuk mengambil tindakan atau kebijakan yang tidak populer.
Salah satu kebijakan tidak populer yang dimaksud Mardani adalah berani memangkas jumlah kementerian yang ada saat ini, yaitu 34. Bagi Mardani, birokrasi pemerintah perlu miskin secara struktur, tapi kaya akan fungsi.
Mengenai restrukturisasi, Mardani menganggap pelaksanaannya akan menjadi rumit bila manajemennya tidak tepat. Kombinasi antara kepemimpinan dan kemampuan manajerial yang baik dinilai akan mampu mempersingkat proses transisi kementerian baru.