Pemerintahan Terguncang akibat Unjuk Rasa, PM Hariri Gulirkan Paket Reformasi
Hampir semua lapisan masyarakat terlibat dalam unjuk rasa itu. Persatuan semacam ini tidak lazim terjadi di Lebanon yang terkenal amat tersegregasi berdasarkan agama dan mazhab itu.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
BEIRUT, SENIN — Pemerintahan Lebanon yang dipimpin Perdana Menteri Saad al-Hariri diguncang oleh keluarnya salah satu partai pendukung utama koalisinya dan mundurnya sejumlah menteri. Kemelut politik ini terjadi menyusul gelombang unjuk rasa yang melanda sejak Kamis lalu di tengah kemerosotan ekonomi di negeri itu.
Untuk mengatasi kemelut tersebut dan mengurangi krisis ekonomi negaranya, PM Hariri menyepakati paket reformasi bersama para mitranya di pemerintahan. Paket reformasi ini menuntut adanya pengurangan gaji presiden, menteri, dan anggota parlemen sebesar 50 persen. Selain itu, ada pemangkasan tunjangan bagi para pejabat lembaga negara.
Paket reformasi tersebut juga mewajibkan bank sentral dan bank-bank swasta agar berkontribusi sebesar 3,3 miliar dollar AS untuk mengejar target ”hampir tidak ada defisit” dalam anggaran belanja tahun 2020. Langkah ini mencakup, antara lain, privatisasi sektor telekomunikasi dan merombak sektor kelistrikan yang boros.
Hari Minggu lalu, Partai Kekuatan Lebanon memutuskan keluar dari koalisi pemerintahan Hariri dengan menarik empat menterinya dari pemerintahan. Ketua Partai Kekuatan Lebanon Samir Geagea menilai pemerintahan Hariri tidak berdaya mengatasi masalah di Lebanon. Hal itu mengacu pada protes yang tidak kunjung reda di berbagai kota di Lebanon sejak Kamis malam hingga Minggu (20/10/2019).
”Sekarang kami yakin pemerintah tidak bisa mengambil langkah yang diperlukan untuk mengatasi keadaan. Karena itu, partai memutuskan menarik semua menteri mundur dari pemerintahan,” kata pemimpin partai pemilik 15 dari 128 kursi di parlemen dan empat menteri tersebut.
Pengunduran diri para menteri pernah membuat pemerintahan Hariri bubar pada 2011. Sejumlah partai, seperti Hezbollah dan Partai Sosialis, menarik menteri dari kabinet dan meminta Hariri mundur.
Namun, kini situasi berbalik. Hezbollah malah menentang pengunduran diri para menteri dari Partai Kekuatan Lebanon. Pemimpin Hezbollah Hassan Nasrallah mengatakan, tidak perlu menghabiskan waktu membentuk pemerintahan baru dalam situasi krisis yang sedang dialami Lebanon. Akan butuh waktu lama untuk membentuk pemerintahan. Semua pihak didesak fokus pada solusi.
”Jika tidak mencari solusi, kita akan menuju kejatuhan negara, menjadi bangkrut, dan mata uang tidak berharga,” ujar Nasrallah.
Hezbollah adalah kekuatan politik sekaligus kekuatan bersenjata yang penting di Lebanon. Dukungan Iran menjadi kunci kekuatan kelompok yang kini mendukung penuh pemerintahan Hariri itu.
Dalam sistem politik Lebanon, PM ditunjuk oleh presiden tanpa memerlukan persetujuan parlemen. Walakin, PM membutuhkan dukungan parlemen agar programnya disetujui. Konstitusi Lebanon menetapkan PM harus anggota parlemen dari kelompok Sunni, ketua parlemen dari Syiah, dan presiden mewakili kelompok Kristen. Pembagian kekuasaan itu bagian dari kesepakatan yang mengakhiri perang saudara di Lebanon.
Keputusan Geagea sesuai dengan tuntutan para pengunjuk rasa. Sejak Kamis, unjuk rasa yang dipicu protes pada rencana jenis pajak itu berkembang menjadi tuntutan pengunduran diri Hariri dan seluruh menteri. ”Saya pikir lebih baik seluruh pemerintahan mundur. Saya pikir lebih baik ada pemilu lagi,” kata Ali, salah satu pengunjuk rasa.
Unjuk rasa dipicu oleh rencana pemungutan pajak jenis baru. Menteri Telekomunikasi Mohamed Choucair berencana mengenakan pajak 20 sen pound Lebanon per hari kepada setiap pengguna layanan pesan singkat melalui internet. Pajak itu merupakan salah satu jenis pungutan yang diusulkan untuk dikenakan kepada warga sebagai cara menambah pendapatan negara. Setelah unjuk rasa meluas, Choucair mengumumkan pembatalan rencana pajak itu.
Hampir semua lapisan masyarakat terlibat dalam unjuk rasa itu. Persatuan semacam ini tidak lazim terjadi di Lebanon yang terkenal amat tersegregasi berdasarkan agama dan mazhab itu. ”Saya tidak mengira orang dari selatan, utara, dan Beirut bersatu. Unjuk rasa menyatukan semua dan ini tidak pernah terjadi sebelumnya,” kata Sahar Younis, salah seorang pengunjuk rasa.
Saya tidak mengira orang dari selatan, utara, dan Beirut bersatu. Unjuk rasa menyatukan semua dan ini tidak pernah terjadi sebelumnya.
Pada Minggu pagi, pengunjuk rasa menumpahkan sampah di berbagai penjuru Beirut. Sebagian lagi membakar aneka benda di jalan-jalan. Aparat berkali-kali meminta pengunjuk rasa membubarkan diri. Walakin, imbauan itu ditanggapi dengan rangkaian unjuk rasa yang belum menunjukkan tanda akan berhenti.
Sementara Hariri masih berpegang pada perintah agar kabinetnya menemukan solusi paling lambat pada Senin malam. Solusi yang dibutuhkan untuk menenangkan pengunjuk rasa sekaligus kreditor internasional.
Perekonomian yang buruk membuat Lebanon membutuhkan pinjaman luar negeri. Para kreditor mensyaratkan sejumlah perbaikan jika Beirut ingin mendapat utang baru. Korupsi di kalangan elite menjadi sorotan, baik oleh kreditor maupun pengunjuk rasa.
Hariri menuding para rivalnya berusaha menghalangi langkah-langkah reformasinya yang bisa memuluskan pencairan dana pinjaman 11 miliar dollar AS. Ekonomi Lebanon membukukan pertumbuhan hanya 0,3 persen tahun lalu. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan, Lebanon perlu melakukan reformasi untuk mengatasi terus membengkaknya defisit dan utang, yang diperkirakan akan mencapai 155 persen dari produk domestik bruto pada akhir tahun. (AFP/REUTERS)