Bapak Presiden, Temukan Pembunuh Anak Saya…
Keluarga Randi (22) dan Muhammad Yusuf Kardawi (19), dua mahasiswa yang meninggal dalam bentrok dengan aparat di Kendari, Sulawesi Tenggara, 26 September lalu, hingga kini masih menunggu keadilan.
Tepat pukul 17.03 WITA, Minggu (20/10/2019), Joko Widodo dan Ma\'ruf Amin mengucapkan sumpah dan dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI 2019-2024. Pelantikan pemimpin negara ini disambut gegap gempita di banyak tempat. Akan tetapi, tidak bagi keluarga Randi (22) dan Muhammad Yusuf Kardawi (19), dua mahasiswa yang meninggal dalam bentrok dengan aparat di Kendari, Sulawesi Tenggara, 25 hari lalu.
Berjarak sekitar 1.800 kilometer garis lurus dari Gedung DPR di Jakarta, di rumah keluarga almarhum Yusuf dan Randi, di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, duka masih menyelimuti keluarga korban. Hampir sebulan berlalu pascaperistiwa kelam itu, kesedihan masih menggelayuti seisi rumah, juga di hati para penghuninya.
Randi dan Muhammad Yusuf Kardawi adalah dua mahasiswa Universitas Halu Oleo yang meninggal setelah aksi menentang sejumlah legislasi kontroversial berujung bentrok dengan aparat kepolisian di Kendari, ibu kota Sultra. Yusuf terluka parah di bagian kepala dan meninggal pada Jumat, (27/9) dini hari.
Saya hanya berharap agar beliau mengingat janji itu.
Endang Yulidah (40), ibu almarhum Yusuf, masih mengingat ucapan belasungkawa Presiden Jokowi terhadap anak sulungnya yang disiarkan di televisi sehari setelah kejadian. Pada pelantikan Presiden Jokowi untuk kali kedua ini, Endang berharap agar Presiden mampu menuntaskan kasus yang menyebabkan anak sulungnya itu meninggal. Keadilan harus ditegakkan.
“Saya dengar dan lihat sendiri Pak Jokowi ucapkan belasungkawa dan akan mengusut tuntas kasus itu. Saya hanya berharap agar beliau mengingat janji itu,” ujar Endang terisak, saat dihubungi dari Kendari, Minggu (20/10).
Ia dan keluarga menetap di Pulau Muna, tiga jam perjalanan dengan kapal cepat dari Kendari. “Karena ke mana lagi kami berharap. Seandainya anak saya bisa bangun, dia akan tunjuk siapa pelakunya,” kata Endang.
Selama ini, ucap ibu lima anak ini, ia berusaha mengikhlaskan kejadian yang menimpa anaknya itu. Sebab, bagaimanapun juga, kejadian ini adalah takdir Tuhan yang harus dijalani.
Akan tetapi, 25 hari berselang setelah dimakamkan, ia tidak bisa melupakan kejadian yang menimpa Yusuf. Terlebih lagi, Yusuf meninggal dengan luka parah di kepala.
Makanya, dia itu harapan besar saya. Adik-adiknya masih kecil semua.
Dua hari sebelum demonstrasi yang merenggut dua nyawa tersebut, Endang sempat mengobrol dengan anaknya itu melalui telepon. Ucu, panggilan akrab Yusuf, bercerita banyak hal. Endang juga mengabarkan jika sang ayah, Ramlan (42), mengirimkan uang untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, Yusuf malah protes karena mengaku masih memiliki uang.
“Saya tanya, dapat dari mana? Katanya dari jualan stiker ke mahasiswa baru. Dia memang tidak pernah merepotkan saya,” cerita Endang. Setelah terhenti sesaat, ia melanjutkan, “Makanya, dia itu harapan besar saya. Adik-adiknya masih kecil semua.”
Ramlan mengatakan, saat mendengar kejadian yang menimpa Yusuf, ia dan keluarga segera ke Kendari untuk mendampingi sang anak yang dirawat di Rumah Sakit Bahteramas. Akan tetapi, saat dirinya masih dalam perjalanan, nyawa anaknya tidak tertolong.
Sejauh ini, ucap Ramlan, upaya penyelidikan telah dilakukan oleh kepolisian. Laporan perkembangan juga rutin disampaikan. Akan tetapi, lebih dari tiga minggu kasus ini terjadi, belum ada titik terang dari kejadian ini.
“Jadi, bukan cuma berbelasungkawa, kami berharap agar kasus ini betul-betul dibuka seterang-terangnya. Apalagi, Presiden Jokowi sudah menugaskan ke Kapolri untuk mengusut kasus ini. Tapi sampai sekarang belum ada kejelasan. Karena itu, banyak yang menilai penanganannya lamban,” tutur Ramlan.
Baca juga: Massa Tuntut Penuntasan Penyelidikan Meninggalnya Dua Mahasiswa
Dihubungi terpisah, La Sali (48), ayah Randi, juga mengharapkan agar Presiden benar-benar serius mengungkap kejadian ini. Ia pun meminta agar kepolisian transparan dalam proses penyelidikan dan segera mengungkap pelaku yang menembak anak laki-laki satu-satunya tersebut.
“Saya sebagai orangtua korban yang meninggal berharap agar Bapak Presiden yang dilantik hari ini untuk segera menemukan pelaku penembakan anak saya. Karena, sampai saat ini, belum ada tersangka siapa pelaku penembakan anak saya yang sebenarnya,” ujar Sali, kemarin.
Sejauh ini, menurut Sali, kinerja kepolisian untuk mengungkap kasus ini sangat lamban. Pasalnya, meski Randi jelas tertembak, belum ada yang ditunjuk sebagai pelaku yang menyebabkan anaknya kehilangan nyawa.
Padahal, Sali menceritakan, anak kedua dari lima bersaudara itu adalah harapan tulang punggung keluarga. Sebagai anak lak-laki satu-satunya, Randi mengerti beban orangtua yang harus menyekolahkan lima anak. Dengan pekerjaan nelayan dan tenaga honorer, Sali tidak bisa memberi lebih kepada anak-anaknya.
Kalau boleh jujur, sampai sekarang saya masih bingung arah barat dan timur kalau ingat kejadian itu.
Karena itu, selain menempuh pendidikan di Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan semester tujuh, Randi juga menyambi bekerja sebagai buruh bangunan untuk sejumlah pekerjaan. Terakhir, ia bekerja di sebuah proyek pembangunan di Bandara Halu Oleo. Dari situ ia membiayai diri dan saudaranya.
Saat ini, kakaknya Randi ujian skripsi, adiknya baru masuk kuliah. Dua orang lagi masih SMA dan SMP. "Makanya, dia harapan saya. Kalau boleh jujur, sampai sekarang saya masih bingung arah barat dan timur kalau ingat kejadian itu. Saya trauma tiba-tiba dikasih tahu anak saya meninggal,” ucap Sali.
Tewas tertembak
Randi dan Yusuf, korban meninggal dalam demonstrasi menentang rancangan undang-undang sarat masalah yang telah dan akan disahkan pemerintah. Keduanya bersama ribuan mahasiswa ikut "mengepung" Gedung DPRD Sulawesi Tenggara.
Jelang sore, aksi itu berubah bentrok dengan aparat. Yusuf, mahasiswa semester tiga Pendidikan Vokasi D-3 Teknik Sipil, diketahui tergeletak di pintu samping kantor Disnakertrans Sultra, berjarak 150 meter dari pintu belakang DPRD Sultra. Kepalanya bersimbah darah setelah letusan senjata terdengar.
Luka terbuka membuat nyawanya tidak tertolong meski telah dioperasi. Dokter dan kepolisian mengatakan Yusuf terkena benda tumpul. Akan tetapi, temuan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyebutkan, Yusuf juga meninggal karena luka tembakan di kepala.
Tidak jauh dari tempat Yusuf tergeletak, Randi terjatuh di tengah jalan. Randi tertembak di bawah ketiak kiri yang tembus ke dada kanan. Keduanya meninggal berselang beberapa jam.
Baca juga: Kepolisian Jangan Tutupi Penyelidikan
Aparat kepolisian didesak untuk segera menuntaskan penyelidikan dan mengungkap pelaku seterang-terangnya. Hingga saat ini, penyelidikan baru menunjukkan ada enam polisi yang melanggar disiplin karena membawa senjata api ke lokasi aksi. Tiga orang di antaranya mengakui melepaskan tembakan peringatan.
Sementara itu, penyelidikan forensik belum juga menemui titik terang. Padahal, sejumlah barang bukti seperti proyektil, selongsong, video, hingga keterangan saksi telah diambil aparat. Pihak kepolisian juga melakukan uji balistik ke luar negeri dengan alasan menjaga independensi. Pola seperti ini berbeda jika aparat menangani kasus yang tidak melibatkan aparat di dalamnya.
Yati Andriani, Koordinator Kontras, menyebutkan, kasus Randi dan Yusuf harus jadi prioritas untuk diselesaikan dengan tuntas di periode baru pemerintahan ini. Sebab, kasus ini menjadi barometer kesungguhan penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) bagi Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma\'ruf Amin.
Selain Yusuf dan Randi, ada sejumlah orang yang meninggal dalam aksi yang berlangsung selama beberapa lama itu.
“Bangsa ini sudah terlalu kelam dengan berbagai kasus pelanggaran HAM berat dan kasus pembunuhan para aktivis, mahasiswa, termasuk Yusuf dan Randi. Impunitas (kekebalan hukum, nirakuntabilitas) atas kasus-kasus di atas tidak saja akan membuat bangsa ini berpotensi mengulang peristiwa serupa, tetapi juga kewibawaan penegakan hukum dan pemerintahan Jokowi akan dipertaruhkan,” tutur Yati.
Sementara itu, Ramlan mengingatkan, agar pemerintah dan kepolisian benar-benar bekerja sungguh-sungguh dalam kasus ini. Sebab, jika hanya ingin menyenangkan keluarga korban, itu tidak akan berdampak besar.
“Kalau hanya untuk menyenangkan keluarga, ingat, Tuhan tidak tidur. Kalau Anda bersungguh-sungguh, akan dapat kebaikan. Tapi, kalau memanipulasi kami, tentu Tuhan Maha Adil. Itu saya punya pesan,” ujarnya.