Tata Ulang Perundangan Agraria dan Sumber Daya Alam
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS–Maraknya persoalan dalam pengelolaan sumber daya alam dan agraria menuntut penataan ulang peraturan perundang-undangan. Beberapa persoalan yang disoroti di antaranya ketimpangan penguasaan tanah, meningkatnya konflik agraria dan menurunnya kualitas lingkungan hidup.
Persoalan lain yang dihadapi meliputi tata kelola pemerintahan yang kurang transparan dan akuntabel dalam membuka data publik yang berkenaan dengan sumber daya alam. Masalah lain adalah, masih sulitnya akses hukum bagi petani lokal, kelompok perempuan dan masyarakat adat dalam memperoleh pengakuan hukum serta mengelola tanah dan sumber daya alam lainnya.
Untuk mengatasi hal itu, Perkumpulan HuMa Indonesia meluncurkan kajian tentang penataan ulang terhadap peraturan perundangan undangan di bidang agraria dan sumber daya alam dengan menggunakan mekanisme omnibus hukum (omnibus law), Minggu (20/10/2019), di Jakarta.
Omnibus hukum merupakan upaya mengubah beberapa materi dari berbagai undang-undang secara bersama-sama dalam satu proses pembahasan antara eksekutif (pemerintah) dan legislatif (DPR). Pratik omnibus hukum sudah dilakukan di beberapa negara sejak lama seperti Amerika Serikat (1949), Kanada, China, dan Vietnam.
“Pendekatan kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang sektoral di Indonesia terbukti gagal menjamin keberlanjutan sumber daya alam, kesejahteraan, dan menghambat kerusakan lingkungan,” kata Chalid Muhammad, Anggota Perkumpulan HuMa, dalam siaran pers.
Pendekatan kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang sektoral di Indonesia terbukti gagal menjamin keberlanjutan sumber daya alam, kesejahteraan, dan menghambat kerusakan lingkungan.
Kegagalan ini disebabkan ego sektoral yang berdampak pada pengurusan dan kebijakan teknis di tiap sektor. Karena itu, perlu perubahan fundamental terhadap seluruh aturan perundang-undangan bidang sumber daya alam. “Review seluruh aturan lalu lahirkan satu kebijakan terintegrasi dan harmonis serta memenuhi rasa keadilan dan keberlanjutan," kata Chalid.
Reforma agraria dan pengelolaan sumber daya alam dimandatkan TAP MPR Nomor IX/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Sumber Daya Alam. Namun, selama ini DPR dinilai tak serius menjalankan TAP MPR itu sehingga kebijakan dan aturan perundang-undangan sumber daya alam berjalan tanpa arah.
Sandrayati Moniaga, Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM mengatakan, reformasi melahirkan komitmen politik dan hukum untuk menata ulang sendi-sendi kebijakan. Omnibus hukum dinilai merupakan strategi paling tepat dalam melakukan penataan undang-undang di bidang agraria dan sumber daya alam.
“Setidaknya ada tiga hal yang dapat diselesaikan oleh omnibus hukum Agraria di Indonesia ,” kata Agung Wibowo, peneliti Perkumpulan HuMa Indonesia. Tiga hal itu yaitu memberi kepastian hukum bagi aset dan hak, mempermudah kaum marjinal yang ingin mendapat hak akses terhadap tenurialnya, dan memperjelas tumpang-tindih izin sumber daya alam.
Berdasarkan pemetaan HuMa, ada 26 peraturan perundang-undangan yang perlu penataan ulang. Beberapa waktu lalu, Indonesia telah melakukan omnibus hukum untuk mengubah beberapa peraturan demi memudahkan investasi. Seharusnya, omnibus hukum juga dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang agraria dan sumber daya alam.