Rayakan Persatuan
Pelantikan presiden dan wakil presiden hari ini menjadi perayaan persatuan. Persatuan seyogianya tidak hanya di tingkat elite, tetapi juga elite dengan masyarakat dan di antara masyarakat.
JAKARTA, KOMPAS— Pelantikan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2019-2024 pada Minggu (20/10/2019) ini di Kompleks Parlemen, Jakarta, menjadi momentum untuk semakin meneguhkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Persatuan dan kesatuan ini diharapkan tidak hanya di antara elite politik, tetapi juga antara elite dan masyarakat dan juga di antara masyarakat.
Persatuan di antara elite politik, antara lain, tecermin dari hadirnya mereka dalam acara pelantikan presiden-wakil presiden. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, yang adalah rival Jokowi-Amin di Pemilu 2019, telah menyatakan akan hadir dalam acara tersebut. Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono juga mengonfirmasi akan hadir.
”Kehadiran mereka semakin meneduhkan perpolitikan Tanah Air dan memberi pesan kepada dunia bahwa suhu politik Indonesia sangat kondusif,” kata Ketua MPR Bambang Soesatyo, kemarin, di Jakarta.
Sejumlah pemimpin negara sahabat juga akan menghadiri pelantikan hari ini. Mereka antara lain Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, PM Singapura Lee Hsien Loong, Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, Presiden Filipina Rodrigo Duterte, dan PM Australia Scott Morrison. Wakil Presiden China Wang Qishan dan Wakil Presiden Vietnam Nguyen Luwong Bang juga dijadwalkan hadir.
Lobi politik
Persatuan di antara elite yang akan tecermin di Kompleks Parlemen hari ini sudah terlihat dalam sejumlah pertemuan dan lobi politik sejak beberapa minggu terakhir.
Sepuluh hari terakhir, Jokowi bertemu dengan sejumlah elite politik, termasuk mereka yang di pemilu lalu berada di luar koalisi pendukungnya. Mereka adalah Prabowo, Yudhoyono, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan.
Sejumlah pertemuan juga dilakukan di antara pimpinan partai politik, baik yang di pemilu lalu dalam satu koalisi maupun lintas koalisi.
Selain untuk merajut tali silaturahmi, dalam sejumlah pertemuan itu dibahas pula masalah kursi kabinet dan kemungkinan penambahan anggota koalisi parpol pendukung Jokowi-Amin untuk lima tahun ke depan.
Kuskridho Ambardi, pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, menilai wajar jika sejumlah kekuatan yang saat pemilu lalu ada di luar pemerintah kini cenderung merapat ke koalisi pemerintah. Pasalnya, persaingan dalam politik di Indonesia pada saat ini umumnya tak berlandaskan perbedaan ideologi.
”Oposisi di Indonesia muncul karena kegagalan kesepakatan bagaimana mendistribusikan kekuasaan, bukan karena perbedaan gagasan dan kebijakan,” ujarnya.
Pengajar Sosiologi Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito, mengingatkan, rekonsiliasi politik yang kini terjadi di lingkungan elite akan disebut relevan jika berdampak sampai ke akar rumput. Rekonsiliasi itu juga harus merambah sampai ke hubungan antara elite dan rakyat. Bahkan, rekonsiliasi antara elite dan rakyat mesti menjadi fokus pemerintah ke depan. ”Sekarang ini relevansi integrasi nasional yang dimaksud tidak hanya antarelite, tetapi dengan rakyat,” katanya.
Kondisi ini menjadi penting, menurut Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor, karena konsep persatuan yang kini muncul cenderung hanya untuk kalangan tertentu, terutama elite. ”Komunikasi di lingkungan elite memang sudah tak ada masalah. Namun,
jika hal itu tidak dikelola dengan baik, justru dapat menimbulkan problem,” ujar Firman.
Persatuan di antara elite, lanjut Firman, tak hanya menciptakan soliditas. Namun, hal itu juga berpotensi tergelincir menjadi sebuah kartel dan oligarki yang akan terus menggerus kepercayaan publik dan berdampak buruk dengan ancaman resesi global.
Pekerjaan rumah pemerintah mendatang, tutur Firman, juga dapat lebih berat dibandingkan dengan periode 2014-2019. Meski mendapat perlawanan dari kubu oposisi, pemerintahan 2014-2019 mendapat modal sosial politik yang penting, yaitu tingginya kepercayaan dari masyarakat.
Hasil survei Litbang Kompas, 19 September-4 Oktober 2019, dengan 1.200 responden di 34 provinsi, menunjukkan 58,8 persen responden merasa puas terhadap kinerja pemerintahan Jokowi. Sementara pada Januari 2015, perasaan puas itu disampaikan oleh 65,1 persen responden.
Pada Januari 2015, ada 89,9 persen responden menyatakan citra Jokowi adalah baik. Sementara dalam survei 19 September-4 Oktober lalu, sebanyak 73,3 persen responden menyatakan citra Jokowi adalah baik.
Pengamanan
Acara pelantikan presiden dan wakil presiden 2019-2024 pada hari ini diamankan oleh sekitar 30.000 personel TNI dan Polri.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra menjelaskan, pengamanan dibagi tiga zona. Zona pertama ialah Istana Kepresidenan dan lokasi pelantikan di Kompleks Parlemen, Senayan, yang dijaga Pasukan Pengamanan Presiden. Zona kedua meliputi sejumlah kawasan Kompleks Parlemen dan halaman Istana Kepresidenan, yang diamankan TNI. Terakhir, zona ketiga merupakan seluruh wilayah di sekitar Istana Kepresidenan dan Kompleks Parlemen yang menjadi tanggung jawab Polri.
Guna memastikan keamanan, di sejumlah jalur yang dilewati presiden dan wakil presiden serta tamu negara, lanjut Asep, akan dilakukan perubahan arus lalu lintas pada Minggu pagi hingga petang.
Sejumlah ruas jalan yang akan ditutup sementara selama proses pelantikan presiden dan wakil presiden adalah Jalan Gatot Subroto yang menuju Slipi, Jalan Gerbang Pemuda, Jalan Asia Afrika, Jalan Tentara Pelajar, kawasan Stasiun Palmerah, Jalan Gajah Mada menuju Jalan Medan Merdeka Barat, serta Jalan Budi Kemuliaan menuju Jalan Medan Merdeka Barat dan Jalan Medan Merdeka Selatan.
(AGE/IAN/MEL/SEM/FLO/SAN)