Air Tanah Jakarta Membaik
Keberanian pemerintah daerah untuk tidak mengeluarkan izin pemanfaatan air tanah mulai berdampak positif terhadap ketersediaan air tanah Jakarta.
Keberanian pemerintah daerah untuk tidak mengeluarkan izin pemanfaatan air tanah mulai berdampak positif terhadap ketersediaan air tanah Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Kondisi air tanah di cekungan air tanah atau CAT Jakarta mulai membaik. Ini ditandai dengan kenaikan muka air tanah serta menurunnya laju perluasan zona air tanah yang rusak.
”Yang jelas, pemanfaatan air tanah berkurang,” tutur Kepala Balai Konservasi Air Tanah (BKAT) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Isnu H Sulistyawan, Kamis (17/10/2019), di Jakarta Utara.
Isnu mencontohkan, pada satu titik pemantauan air tanah di CAT Jakarta bagian utara yang masuk wilayah Bekasi, terdapat kenaikan muka air tanah yang signifikan. Tahun 2013, muka air tanah terpantau pada kedalaman 40 meter dari permukaan air laut. Pada 2018, menjadi 34 meter dari muka air laut.
Kenaikan muka air tanah juga terjadi di sejumlah titik lain meski tidak sesignifikan di Bekasi. Setelah ditelusuri pada titik-titik dengan kenaikan muka air tanah, BKAT banyak memberikan rekomendasi teknis berupa penolakan izin pembuatan sumur air tanah yang tidak memenuhi syarat bagi pihak-pihak yang mengajukan di sana. Rekomendasi itu jadi dasar bagi pemda saat memproses izin pengusahaan air tanah.
BKAT tahun ini membuat 300-an rekomendasi teknis atas pengajuan izin pengusahaan air tanah di wilayah DKI. Dari jumlah tersebut, 40 persennya berisi rekomendasi agar Pemprov DKI Jakarta menolak memberikan izin.
Kepala Pusat Air Tanah Dan Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi Kementerian ESDM, Andiani menjelaskan, karena cakupan wilayah CAT Jakarta lintas provinsi, pemerintah pusat melalui ESDM wajib memantaunya. CAT Jakarta bagian dari 40 CAT di Indonesia yang lintas provinsi. Secara keseluruhan, ada 421 CAT di Tanah Air.
”CAT Jakarta adalah salah satu CAT yang mengalami tekanan terus-menerus karena pertambahan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan banyak yang menggunakan air tanah,” ujar Andiani.
Untuk memantau berbasis data, BKAT membuat peta konservasi air tanah setelah tim melakukan survei kuantitas dan kualitas air tanah serta menganalisis data. BKAT juga membuat zonasi konservasi air tanah, mulai dari zona rusak, kritis, rawan, hingga aman.
”Di zona rusak, pengusahaan air tanah dihentikan,” kata Isnu. Dengan demikian, BKAT memberikan rekomendasi menolak pemberian izin pemanfaatan air tanah bagi pihak yang mengajukan kepada pemda jika berlokasi di zona itu.
Di zona kritis, rekomendasi teknisnya yakni pemanfaatan air tanah dibolehkan maksimal 18 meter kubik per hari untuk satu sumur. Kuota pada sumur di zona rawan 28 meter kubik per hari dan di zona aman 48 meter kubik per hari.
BKAT mencatat penurunan laju perluasan zona rusak di CAT Jakarta. Data tahun 2010 menunjukkan, zona air tanah rusak pada akuifer tertekan atas (kedalaman 40-140 meter dari permukaan laut) sebesar 4 persen dari luas total CAT Jakarta, kemudian naik menjadi 13 persen pada 2013. Dalam lima tahun, zona rusak tercatat hanya bertambah tipis menjadi 14 persen pada 2018.
Isnu berpendapat, itu kemungkinan juga menunjukkan penurunan penggunaan air tanah di CAT Jakarta. Namun, tidak tertutup kemungkinan perbedaan jauh antara angka tahun 2010 dan 2013 tadi lantaran sudah ada perbaikan data. Ada kemungkinan zonasi pada 2010 belum cukup pas.
Perbaikan kondisi air tanah, menurut Isnu, berkontribusi pada pengurangan laju amblesnya permukaan tanah, yang dikhawatirkan memicu sejumlah wilayah Jakarta tenggelam karena air laut masuk ke daratan. Meski demikian, pengambilan air tanah belum tentu kontributor utama penurunan muka tanah di Jakarta. Penelitian lebih lanjut diperlukan guna memastikannya.
Andiani menyebutkan, faktor yang memicu penurunan muka tanah di DKI antara lain beban akibat pendirian bangunan-bangunan, penurunan muka tanah secara alami karena pemadatan (kompaksi) material tanah, faktor tektonik, dan pengambilan air tanah.
Namun, tidak seperti faktor kompaksi tanah dan tektonik yang tidak bisa dikendalikan manusia, faktor pengambilan air tanah serta pembebanan bangunan bisa diatur. Karena itu, meski bukan satu-satunya faktor, pengurangan eksploitasi air tanah tetap penting agar tidak memperparah kondisi.
Isnu dan Andiani mendampingi Menteri ESDM Ignasius Jonan dalam kunjungan ke Kantor BKAT di Kelurahan Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, Kamis siang. Namun, Jonan enggan menemui wartawan sehingga hanya Isnu dan Andiani yang memberikan keterangan.
Sumur resapan
Terkait upaya mengurangi genangan sekaligus menambah cadangan air tanah, Pemprov DKI akan melibatkan warga untuk membangun sumur resapan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, gerakan membuat sumur resapan di rumah warga mulai dieksekusi pada 2020. Pembangunan akan melibatkan warga kampung hingga rumah tangga, baik melalui karang taruna maupun rukun tetangga/rukun warga (RT/RW).
”Intinya pada kolaborasinya karena untuk menjangkau (Jakarta) seluas itu pasti tidak bisa. Makanya, kami coba dorong kolaboratif ini. Kami berharap di tahun 2020, semua RT/RW yang punya risiko genangan air harus segera terapkan konsep (zero run off) itu,” ujar Anies.
Pemerintah akan mengucurkan dana kepada warga untuk pembangunan sumur resapan.
Anies menuturkan, meskipun pembangunan dilakukan swakelola oleh warga, pemerintah tetap mendampingi dan mengawasi. ”Tantangan tersendirinya adalah memastikan bahwa quality control-nya berjalan dengan baik,” katanya.
Konsep zero run off saat ini telah diterapkan di kantor-kantor pemerintahan. Anies berharap, gedung-gedung perkantoran, sekolah, dan rumah-rumah warga segera menerapkan konsep serupa, terutama di kawasan yang berisiko banjir tinggi.
Meski demikian, lanjut Anies, tak semua kawasan di DKI bisa dibangun sumur resapan. Di Jakarta Utara, misalnya, sumur resapan sulit dibangun karena sebagian wilayahnya adalah rawa dan cekungan.
”Begitu digali 1,5 meter saja sudah ketemu air. Jadi, di tempat yang seperti itu mau tak mau harus dipompa dulu. Itu sebabnya saya sering bilang kalau di Jakarta ini tidak bisa one solution fits all,” ujar Anies.
Baca juga : DKI Libatkan Warga Bangun Sumur Resapan pada 2020
Tambah ruang terbuka
Selain itu, Dinas Kehutanan DKI Jakarta mengejar penyelesaian pembangunan 53 taman maju bersama (TMB) hingga akhir 2019.
Selain untuk ruang publik, TMB juga menjadi cara Jakarta mengejar target ruang terbuka hijau (RTH) 30 persen dari 661,52 km persegi luas wilayah Jakarta. Kini, luas RTH Jakarta masih 9,9 persen. Menurut data Dinas Kehutanan, persentase itu terdiri dari 6,90 persen RTH publik dan 3,07 persen RTH privat.
Suzi Marsitawati, Kepala Dinas Kehutanan DKI Jakarta, mengatakan, 53 taman seluas lebih dari 5.000 meter persegi ini juga dimanfaatkan sebagai daerah resapan air.
Dari 53 taman, 30 di antaranya sudah selesai dibangun. Sisanya, yakni 23 persen, ditargetkan tuntas 10 Desember 2019. ”Ke-53 TMB itu dibangun dengan anggaran Rp 130 miliar. Pada 2020, ada 51 TMB yang ditargetkan dibangun dengan anggaran Rp 190 miliar,” ucap Suzi.
Dinas Kehutanan berupaya memenuhi ketersediaan lahan untuk taman dengan melakukan pembebasan lahan. Setiap tahun, dinas menargetkan bisa membebaskan 23 hektar lahan untuk taman. Pada 2018, lahan yang terbebaskan 47 hektar. Tahun ini targetnya juga sama, yakni 23 hektar.
Sampai tahun 2022, sejumlah 200 TMB ditargetkan terbangun.
Sedangkan untuk mengejar RTH privat, Dinas Kehutanan DKI mendorong pihak swasta memenuhi pihak swasta memenuhi RTH 10 persen.
(Nikolaus Harbowo/Helena F Nababan/Irene Sarwindaningrum)