Agresivitas KPK dalam menindak kasus korupsi seperti penangkapan kepala daerah terancam terganggu dengan berlakunya UU KPK hasil revisi mulai hari ini.
JAKARTA, KOMPAS Sehari sebelum batas akhir berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (16/10/2019), KPK terus melakukan serangkaian penangkapan terhadap kepala daerah terduga korupsi dan penanganan sejumlah kasus korupsi. Namun, penindakan tersebut dikhawatirkan terganggu setelah berlakunya UU KPK hasil revisi mulai Kamis ini.
Pada Selasa malam hingga Rabu dini hari, KPK melakukan dua operasi tangkap tangan terhadap Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional XII Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Refly Ruddy Tangkere dan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin. Kemudian, Rabu siang, KPK kembali menetapkan sejumlah tersangka yang berasal dari pengembangan dua perkara.
Penangkapan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin menambah deretan panjang kepala daerah yang ditangkap akibat dugaan korupsi. Eldin tercatat sebagai kepala daerah ke-122 yang bakal dijadikan tersangka oleh KPK sejak 2004. Untuk tahun 2019, Eldin menjadi kepala daerah ke-9 yang akan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Penangkapan Eldin juga menambah deretan panjang wali kota Medan ketiga yang ditangkap KPK selain seorang wakil wali kota. Semua wali kota Medan yang dipilih melalui pemilihan umum secara langsung sejak 2005 tercatat terjerat kasus korupsi.
Empat kasus
Semalam, empat unsur pimpinan KPK, yakni Agus Rahardjo, Basaria Pandjaitan, Saut Situmorang, dan Alexander Marwata, mengumumkan sekaligus empat penanganan perkara tersebut di Gedung KPK, Jakarta.
Pertama, dalam kasus suap di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, bekas Kepala LP Sukamiskin Wahid Husen, Tubagus Chaeri Wardhana yang merupakan adik Atut Chosiyah, dan bekas Bupati Bangkalan Fuad Amin ditetapkan lagi sebagai tersangka suap. Namun, khusus Fuad, proses tak lagi berlanjut mengacu pada Pasal 77 KUHP karena yang bersangkutan meninggal.
Dua orang lainnya, yakni Kepala LP Sukamiskin pada 2016-Maret 2018 Deddy Handoko dan Direktur Utama PT Glori Karsa Abadi Rahadian Azhar, turut menjadi tersangka. Dalam pengembangan perkara ini, Wawan, Fuad, dan Rahadian diduga menyuap dengan memberikan sejumlah mobil kepada Deddy dan Wahid untuk memperoleh izin berobat.
Dalam perkara kedua, Direktur PT Humpuss Teknologi Kimia Taufik Agustono ditetapkan sebagai tersangka karena menyepakati pemberian dan pencairan imbalan untuk bekas anggota DPR, Bowo Sidik Pangarso, sebesar 88.643 dollar AS dan Rp 89,4 juta.
Sementara itu, setelah berlakunya revisi UU KPK pada Kamis ini, ada kekhawatiran KPK tak lagi leluasa menangkap koruptor. Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, berlakunya revisi UU KPK baru membuat kewenangan KPK jauh berkurang. Salah satunya terkait operasi tangkap tangan.
”OTT (operasi tangkap tangan) ini bagian dari upaya efek kejut pemberantasan korupsi. Ini indikator dari tidak seriusnya pemerintah dalam memberantas korupsi dan kecenderungannya tidak hanya membuat KPK lemah, tetapi juga eksistensi kelembagaannya,” ujar Fickar. (IAN/EDN/NSA/SHR)