Bank Sentral Siapkan Formula Pengelolaan yang Tepat
Bank sentral sedang mencari formula tepat untuk mengelola kegiatan ekonomi syariah. Potensi di sektor ini berkontribusi separuh dari total produk domestik bruto nasional.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas moneter memperkirakan potensi dari kegiatan ekonomi syariah dapat berkontribusi mencapai separuh dari total produk domestik bruto nasional. Bank sentral tengah mencari formulasi paling tepat agar potensi tersebut dapat terkelola dengan baik.
Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia (BI) Suhaedi mengatakan, pihaknya memiliki visi, yakni dalam lima tahun ke depan kegiatan ekonomi syariah bisa memberi kontribusi terhadap 50 persen dari produk domestik bruto (PDB).
”Angka tersebut tidak hanya untuk industri, seperti pariwisata dan makanan halal, tetapi juga pembiayaan syariah,” kata Suhaedi di Jakarta, Kamis (17/10/2019).
Meski begitu, Suhaedi mengakui saat ini BI belum memiliki metode yang jelas untuk mengukur porsi ekonomi syariah di Indonesia. Padahal, hal ini sebenarnya dibutuhkan karena angka kegiatan ekonomi syariah sudah cukup tinggi.
Untuk mencari formula perhitungan porsi ekonomi syariah terhadap PDB secara tepat, BI merangkul Badan Pusat Statistik (BPS) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Upaya ini diharapkan membuat otoritas mampu mengukur secara jelas nilai kegiatan ekonomi syariah di Indonesia.
”Dalam beberapa waktu ke depan, Indonesia punya data statistik yang setiap periode bisa tahu berapa nilai ekonomi setiap sektor yang halal dan belum halal,” kata Suhaedi.
Terkait menggenjot porsi ekonomi syariah, Suhaedi optimistis aturan sertifikasi halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (JPH) mulai September 2019 dapat mempermudah para pelaku usaha memperoleh sertifikasi halal.
”Untuk selanjutnya, proses sertifikasi halal akan dilakukan secara bertahap. Dengan begitu, nantinya sertifikasi halal juga berlaku untuk semua produk yang diperjualbelikan di Indonesia,” ujarnya.
Ketua Indonesia Halal Lifesyle Center Sapta Nirwandar mengatakan, konsumsi atau pengeluaran masyarakat untuk produk dan layanan halal mencapai 219 miliar dollar AS. Dari total pengeluaran itu, paling banyak ada di sektor makanan. ”Selain di sektor makanan, sektor fashion dan kosmetik juga termasuk dalam sektor untuk produk halal terbesar yang dicari oleh masyarakat,” kata Sapta.
Wisata halal, lanjut Sapta, Indonesia masih kalah dari Malaysia meski Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. Pada 2018, kunjungan turis halal ke Indonesia hanya 3 juta orang. Sementara Malaysia mampu mendatangkan 6 juta turis Muslim.
Pemerintah dinilai perlu terus berupaya menggenjot industri wisata halal dengan cara memperkuat dan memperluas layanan dan produk. ”Wisata halal itu bagian yang sangat besar potensinya bagi kita karena jumlah wisatawan Muslim di dunia hampir 200 juta jiwa,” ujar Sapta.