Dzulmi Eldin Menambah Daftar Panjang Korupsi di Medan
Penangkapan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin menambah deretan panjang kepala daerah yang ditangkap karena korupsi di Kota Medan, Sumatera Utara. Eldin merupakan Wali Kota Medan ketiga yang tersandung kasus korupsi.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Penangkapan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin menambah deretan panjang kepala daerah yang ditangkap karena korupsi di Kota Medan, Sumatera Utara. Eldin merupakan Wali Kota Medan ketiga yang tersandung kasus korupsi. Semua Wali Kota Medan yang dipilih melalui pemilihan umum secara langsung sejak 2005 terjerat kasus korupsi.
Perbaikan tata kelola pemerintahan pun mendesak dilakukan. Pengawasan dari internal, inspektorat, penegakan hukum, dan pengawasan politik legislatif pun didorong untuk diperbaiki. Mafia dan premanisme diminta untuk dibersihkan dari lingkungan Pemerintah Kota Medan.
”Partai politik juga bertanggung jawab memunculkan figur yang kuat untuk memimpin Kota Medan. Harus ada sosok yang punya komitmen untuk melawan korupsi, premanisme, dan mafia yang menggerogoti Pemerintah Kota Medan,” kata pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Mirza Nasution, di Medan, Rabu (16/10/2019).
Eldin terjerat operasi tangkap tangan KPK pada Selasa malam hingga Rabu dini hari. Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, pihaknya menangkap total tujuh orang dalam operasi tangkap tangan di Medan yang terdiri dari unsur Wali Kota Medan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Medan Isya Ansari, ajudan wali kota, pegawai protokol, dan swasta.
Penyidik KPK menyita uang Rp 200 juta yang diduga merupakan setoran dari organisasi perangkat daerah kepada wali kota. Praktik setoran itu diduga sudah berlangsung cukup lama.
Penyidik KPK menyita uang Rp 200 juta yang diduga merupakan setoran dari organisasi perangkat daerah kepada wali kota.
Dalam catatan Kompas, Eldin merupakan Wali Kota Medan ketiga yang tersandung kasus korupsi sejak pemilihan kepala daerah secara langsung tahun 2005. Wali Kota dan Wakil Wali Kota Medan yang terpilih tahun 2005, Abdillah dan Ramli Lubis, ditangkap KPK pada 2008 atas kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran dan penyelewengan APBD dengan total kerugian negara Rp 29,69 miliar.
Rahudman Harahap, yang terpilih menjadi wali kota tahun 2010, ditangkap pada 2013 atas kasus korupsi tunjangan penghasilan aparat pemerintahan desa saat menjabat Sekretaris Darah Tapanuli Selatan pada 2005 dengan kerugian negara Rp 1,5 miliar. Eldin, yang saat itu merupakan wakil wali kota, menggantikan Rahudman. Eldin pun terpilih menjadi wali kota pada tahun 2015.
Dua Gubernur Sumatera Utara, yang pusat pemerintahannya berada di Medan, juga ditangkap KPK atas kasus korupsi, yakni Syamsul Arifin dan Gatot Pujo Nugroho.
Menurut Mirza, korupsi yang terjadi secara terus-menerus di Medan membuat sebagian besar masyarakat apatis terhadap pemerintahan. ”Salah satu dampaknya terlihat dari minimnya partisipasi masyarakat dalam memberikan hak suaranya. Dalam Pemilihan Wali Kota Medan 2015, partisipasi pemilih hanya 26,8 persen. Partisipasi untuk menyuarakan aspirasi terkait pembangunan juga cukup minim,” ujarnya.
Wakil Wali Kota Medan Akhyar Nasution mengatakan, salah satu beban kepala daerah dan pejabat di lingkungan Pemko Medan adalah besarnya beban keuangan pribadi yang harus ditanggung karena banyaknya permintaan bantuan uang.
Permintaan itu datang dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk juga para mafia dan preman. ”Banyak (permintaan uang) yang tidak sesuai prosedur. Kau macam enggak pernah hidup aja di sini,” kata Akhyar.
Banyak (permintaan uang) yang tidak sesuai prosedur. Kau macam enggak pernah hidup aja di sini. (Akhyar Nasution)
Akhyar pun meminta kepada masyarakat agar mengurangi permintaan uang kepada kepala daerah dan para pejabat pemerintahan. ”Kepada masyarakat, tolong kami jangan dibebani permohonan bantuan dana, termasuk proposal-proposal yang tidak sesuai prosedur,” katanya.
Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi mengatakan, ia menyerahkan penyelidikan dugaan korupsi Eldin kepada KPK. ”Biar hukum yang menentukan. Kalau tidak ada asap, tidak ada api. Biar hukum yang bekerja seobyektif mungkin,” katanya.
Edy mengatakan, ia selalu mengingatkan kepada seluruh jajaran pemerintah kabupaten/kota di Sumut untuk meninggalkan budaya korupsi. Ia pun meminta agar tata kelola pemerintahan daerah untuk lebih transparan dengan memanfaatkan sistem elektronik.