Pembangunan infrastruktur tidak akan seketika menurunkan tingkat kemiskinan. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan ekonomi lintas sektor untuk menciptakan nilai tambah bagi masyarakat.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan infrastruktur tidak akan seketika menurunkan tingkat kemiskinan. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan ekonomi lintas sektor untuk menciptakan nilai tambah bagi masyarakat.
”Upaya itu yang masih menjadi tantangan besar di Indonesia bagian timur. Kesenjangan besar masih terjadi di Papua dan Maluku yang membutuhkan dorongan berupa aktivitas ekonomi bernilai tambah,” ujar anggota Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan, Vivi Yulaswati, di Jakarta, Senin (14/10/2019).
Bappenas mendorong perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia untuk terlibat dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama untuk pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dana yang dihimpun dari pasar modal dapat dialokasikan untuk memfasilitasi dan memobilisasi sumber daya manusia.
”Misalnya, ikut terlibat dalam pembangunan peningkatan kapasitas masyarakat sekitar,” tambah Vivi.
Direktur Utama PT Martina Berto Tbk Bryan Tilaar menuturkan, sektor swasta sudah berupaya menekan tingkat kemiskinan melalui kegiatan bisnis. Aktivitas ekonomi dunia usaha telah berdampak pada penciptaan lapangan kerja yang memberikan penghasilan berkelanjutan bagi masyarakat.
Namun, untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan sekaligus mengurangi ketimpangan, lanjut Bryan, sektor swasta perlu insentif dari pemangku kebijakan agar upaya yang dilakukan kian efektif. Salah satunya, kelonggaran dari sisi perpajakan.
”Misalnya, jika kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan kelompok masyarakat, perusahaan itu bisa memperoleh pelonggaran pajak,” ujarnya.
Menurut Bryan, insentif pajak dapat merangsang dunia usaha untuk menjalankan program yang mendukung pencapaian target pemerintah.
Multidimensi
Berdasarkan data Organisasi Program Pembangunan PBB (UNDP), tingkat kemiskinan multidimensi di Indonesia pada 2019 mencapai 7 persen dari total populasi. Persentase ini berdasarkan metode penghitungan Indeks Kemiskinan Multidimensi (Multidimensional Poverty Index/MPI).
Resident Representative UNDP Indonesia Christophe Bahuet mengatakan, tingkat kemiskinan di Indonesia berdasarkan MPI tahun ini lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 7,2 persen. Namun, ia mengingatkan, jumlah populasi yang rentan jatuh menjadi miskin mencapai 9,1 persen dan yang di ambang kemiskinan 1,2 persen.
”Tugas utama Pemerintah Indonesia adalah mengurangi kerentanan orang yang telah keluar dari kemiskinan agar tidak kembali jatuh miskin apabila terjadi gejolak ekonomi,” ujarnya di Jakarta, Senin.
MPI dihitung berdasarkan tiga dimensi kesejahteraan, yakni kesehatan, pendidikan, serta tingkat kemapanan atau standar hidup minimal.
Hasil MPI, menurut Bahuet, menunjukkan pemerintah sebagai pemangku kebijakan harus kian aktif menggaet mitra strategis untuk mengatasi kemiskinan melalui pendekatan multidimensi.
Pemerintah sebagai pemangku kebijakan harus kian aktif menggaet mitra strategis untuk mengentaskan mengatasi kemiskinan.
Technical Advisor Development Finance UNDP Muhammad Didi Hardiana menambahkan, MPI diharapkan bisa membantu pemerintah dan pembuat kebijakan dalam merancang program pengentasan masyarakat dari kemiskinan dengan lebih tepat sasaran dan akurat. (DIM)