Kunjungan wisatawan mancanegara berkualitas diukur dari lama tinggal dan nilai belanja. Arah tersebut dituju sektor pariwisata Indonesia pada 2020-2024.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan pariwisata dalam lima tahun mendatang difokuskan pada kunjungan berkualitas. Kualitas kunjungan diukur dari lama tinggal dan nilai belanja wisatawan.
Pada 2015, wisatawan mancanegara (wisman) yang ke Indonesia sekitar 10,2 juta kunjungan. Jumlah ini meningkat menjadi 11,5 juta kunjungan pada 2016 dan 14 juta kunjungan pada 2017. Adapun pada 2018, jumlahnya mencapai 15,8 juta kunjungan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro, di sela-sela acara diskusi Sustainable Development Tourism, Senin (14/10/2019), di Jakarta, mengatakan, paradigma pembangunan pariwisata perlu diubah.
Pada rencana Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, pariwisata semata-mata fokus pada jumlah wisman yang berkunjung. Dalam RPJMN 2020-2024, pariwisata diarahkan lebih dari itu, yakni pariwisata berkualitas.
”Indonesia membutuhkan turis berkualitas. Singkatnya, bagaimana turis bisa mengeluarkan uang belanja lebih banyak. Kuncinya ada dua, yaitu lama tinggal bertambah dan atraksi kegiatan wisata dibuat semakin variatif,” ujarnya.
Berdasarkan data Bappenas, pendapatan negara dari devisa pariwisata pada 2015-2018 selalu naik. Pada 2015, devisa pariwisata sekitar 12,2 miliar dollar AS yang naik menjadi 19,3 miliar dollar pada 2018.
Adapun nilai rata-rata belanja turis per kunjungan fluktuatif. Pada 2015, nilai rata-ratanya sekitar 1.208 dollar AS per orang per kunjungan, yang turun menjadi 1.168 dollar AS pada 2016. Sementara itu, pada 2017 sebesar 1.085 dollar AS yang meningkat menjadi 1.220 dollar AS pada 2018.
Kapasitas
Bambang menekankan, strategi itu diharapkan membantu meningkatkan devisa pariwisata yang akhirnya menambah pendapatan negara. Adapun untuk menciptakan atraksi kegiatan yang variatif, seluruh pemangku kepentingan di industri pariwisata harus siap. Kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia diperbaiki.
Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Kawasan Pariwisata Kementerian Pariwisata Anang Sutono menceritakan, saat ini sejumlah pemerintah daerah bersama pelaku industri mulai mengembangkan atraksi baru. Ia mencontohkan, di Kecamatan Ciwidey, Bandung, muncul atraksi jasa akomodasi kemah glamor atau glamping (glamour camping).
Bambang mengakui, mewujudkan pariwisata berkualitas bukan hal mudah. Tantangan yang dihadapi adalah tren pelambatan pertumbuhan, antara lain dalam jumlah kunjungan wisman dan ekspor jasa perjalanan dalam neraca pembayaran. Tantangan lain berupa kualitas lingkungan.
Indeks daya saing pariwisata Indonesia, khususnya pilar lingkungan berkelanjutan, ada di peringkat 130-an, berdasarkan laporan Indeks Daya Saing Pariwisata yang diterbitkan Forum Ekonomi Dunia (WEF).
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Haryadi B Sukamdani menyebutkan, kondisi perekonomian global yang berpotensi resesi akan berdampak pada kunjungan wisman.
Menurut dia, untuk mendongkrak kunjungan wisman berkualitas, strategi penjualan destinasi mesti mulai diperkuat. Langkah ini berlaku untuk semua target model bisnis, mulai dari bisnis ke bisnis hingga bisnis ke konsumen.
”Selama ini, program penjualan destinasi kurang, sementara pencitraan masif,” kata Haryadi.
Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia, Beta Yulianita Gitaharie, berpendapat, pariwisata berkelanjutan ditekankan pada aspek lingkungan lestari.
”Untuk membangun pariwisata berkelanjutan, semua pemangku kepentingan di industri pariwisata harus bergandengan tangan. Kebijakan ini membutuhkan kesadaran penuh dari atas ke bawah,” tuturnya. (MED)