Calon komisioner Komnas Perempuan yang mengikuti uji publik menyoroti beragam isu, mulai dari perempuan disabilitas, kekerasan seksual, hingga perubahan iklim.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Tahapan uji publik dalam seleksi komisioner Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) periode 2020–2024 digelar Senin (14/10/2019) di Jakarta. Sejumlah calon komisioner menyampaikan pandangan terhadap isu yang beragam, mulai dari perempuan disabilitas, kekerasan seksual, hingga posisi perempuan dalam perubahan iklim.
Salah satu calon komisioner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad, menyampaikan pandangan tentang perempuan disabilitas yang selama ini belum diperhatikan secara optimal. Dalam paparannya, Bahrul bertekad untuk memberikan perspektif disabilitas dalam setiap kebijakan Komnas Perempuan jika terpilih. Misalnya, pemenuhan terhadap hak-hak reproduksi mereka.
“Kalau kita hanya menunggu dari laporan teman-teman disabilitas akan sulit. Komnas perempuan ke depan harus proaktif menginvestigasi kasus yang dialami mereka,” ujar Bahrul.
Menurut Bahrul, kekerasan seksual sering dialami oleh perempuan disabilitas akibat kurangnya pendidikan seksual yang mereka dapatkan. Ironisnya, dalam beberapa kasus, pihak keluarga bahkan enggan memperjuangkan keadilan mereka. Pihak keluarga justru menempuh jalur damai dengan pelaku.
Isu perubahan iklim
Calon komisioner Komnas Perempuan petahana Budi Wahyuni menyampaikan pendapatnya tentang dampak perubahan iklim bagi perempuan. Ada dua hal yang bisa dialami perempuan yakni terampasnya sumber daya alam yang mereka miliki atau munculnya bencana alam. Untuk itu, perlu ada respons yang cepat.
“Dalam bencana, perempuan akan menjadi korban utama. Di tengah bencana kekeringan misalnya, perempuan lebih memerlukan akses air bersih,” kata Budi.
Calon komisioner petahana lain, Adriana Venny Aryani memaparkan tentang dampak konflik pengelolaan sumber daya alam (SDA) terhadap perempuan. Menurutnya, seorang anggota Komnas Perempuan harus memahami duduk persoalan dan mekanisme penanganan dalam konflik tersebut.
“Misalnya konflik perempuan adat dan korporasi di Pegunungan Kendeng, mekanismenya harus dipahami. Bagaimana langkah lanjutan jika Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) tidak dijalankan,” katanya.
Selain itu, isu kekerasan seksual dalam keluarga juga turut menjadi perhatian salah satu calon. Bunga K Kobong, calon komisioner Komnas Perempuan, menyoroti menguatnya kekerasan seksual terhadap perempuan, termasuk di dalam keluarga. “Semakin banyak kekerasan tidak kasat mata yang juga sangat menyiksa perempuan. Hal itu sebagai dampak dari perkembangan teknologi,” kata Bunga.
Untuk mengatasi dua hal tersebut, salah satu cara yang ia tawarkan adalah menghadirkan kader-kader akar rumput. Mereka yang berjuang di belakang para perempuan harus dianggap sebagai pemenang sehingga akan muncul calon-calon pemenang lainnya. Motivasi perlu terus ditumbuhkan pada masyarakat.
Selain itu, Bunga juga menaruh perhatian terhadap isu LGBT. Menurutnya, hingga saat ini kelompok LGBT masih termarjinalkan. Dalam hal ini, Komnas Perempuan dinilai perlu menjembatani hal tersebut.
Salah satu tamu undangan yang juga aktivis 1965, Nani Nurani Affandi menyesalkan tidak adanya calon komisioner yang mengemukakan isu soal lansia. Sebagai perempuan yang hampir berusia 80 tahun, ia merasakan sendiri pentingnya pendampingan pada usia renta.
“Waktu dioperasi, saya terpaksa berangkat sendiri dan tidak ada ada yang menunggui. Saya tidak mampu kalau harus membayar orang,” katanya.
Nani menambahkan, ia hanya salah satu contoh dari sekian banyak lansia perempuan yang memerlukan pendampingan. Menurutnya, pendampingan tersebut melebihi dari bantuan yang bersifat materi. Ia bahkan berharap ada lembaga khusus yang dibentuk untuk mengurusi soal lansia.
“Saat saya dioperasi, bantuan berupa amplop datang dari sana sini. Tapi bukan pertolongan semacam itu yang dibutuhkan,” katanya.
Latar belakang variatif
Tahapan uji publik itu berlangsung selama dua hari, 14 – 15 Oktober 2019, dan dibagi menjadi empat sesi. Setiap sesi melibatkan enam calon komisioner. Calon komisioner diminta memaparkan materi selama 10 menit sebelum menjawab beberapa pertanyaan para tamu undangan. Setelah itu, sesi ditutup dengan pernyataan kunci para kandidat dalam waktu 3 menit.
Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Anggota Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Usman Hamid mengatakan, salah satu target yang akan disasar pansel adalah mencari susunan komisioner terpilih berdasarkan latar belakang yang variatif. Menurutnya, gambaran tersebut sementara telah terlihat dalam pelaksanaan hari pertama.
“Mereka memiliki latar belakang yang beragam dan sangat mumpuni. Tema juga tidak ditentukan secara kaku. Mereka hanya diberikan gambaran mandat Komnas Perempuan,” kata Usman.