Sipir Tersangka Bandar Sabu, Kemenkumham Aceh Lakukan Investigasi
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Aceh akan melakukan investigasi internal setelah ditangkapnya satu sipir yang diduga menjadi bandar sabu.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Aceh akan melakukan investigasi internal setelah ditangkapnya satu sipir yang diduga menjadi bandar sabu. Investigasi itu untuk mengungkapkan kemungkinan keterlibatan sipir dalam jaringan pengedar sabu ke dalam lembaga pemasyarakatan.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi Aceh Lilik Sujandi kepada wartawan, Senin (14/10/2019), menuturkan, pihaknya sangat kaget saat mendapatkan informasi ada sipir yang tersangkut kasus narkoba. Sipir itu bernama DT (36) dari Lapas Langsa. Ia diduga bandar sabu.
”Kami sangat kecewa, kami tidak menoleransi jika ada pegawai yang terlibat kasus narkoba, sanksi tegas,” kata Lilik.
Kami sangat kecewa, kami tidak menoleransi jika ada pegawai yang terlibat kasus narkoba, sanksi tegas.
DT dan istrinya, MN (31), ditangkap petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) di rumahnya di Desa Jalan, Kecamatan Idi Rayeuk, Aceh Timur. Di rumah tersangka ditemukan 20 kilogram sabu.
DT merupakan pegawai negeri sipil yang bertugas sebagai sipir di Lapas Kota Langsa. DT mulai bertugas di lapas tersebut sejak Januari 2019. Pada awal 2018, DT pernah dites urine dan hasilnya positif mengandung narkoba. Namun, setelah dilakukan pembinaan, dia dikembalikan ke lapas.
”Kami membuka diri untuk diselidiki. Kami belum tahu, apakah DT memiliki jaringan dengan narapidana atau tidak,” ujar Lilik.
Saat ini, status pegawai DT dihentikan sementara, sampai proses hukum selesai.
Lilik mengatakan, jika pengadilan memutuskan DT bersalah, kemungkinan DT akan dipecat sebagai PNS. ”Sebelumnya sudah ada satu sipir yang dipecat karena kasus narkoba,” ucapnya.
Lilik menambahkan, setelah penangkapan DT, pihaknya melakukan uji urine pada sipir. Sebanyak dua orang dinyatakan positif mengandung narkoba. Sipir tersebut akan direhabilitasi.
Ia menyebutkan, sipir sangat mungkin terpapar pengaruh dari narapidana pengguna narkoba karena mereka kerap berinteraksi. Menurut Lilik, sipir termasuk kelompok rentan terpapar penyalahgunaan narkoba.
Sebelumnya sudah ada satu sipir yang dipecat karena kasus narkoba.
Di Aceh, dari 8.440 narapidana, sebanyak 70 persen merupakan narapidana kasus narkoba. Lilik mengatakan, peredaran narkoba di Aceh semakin mencemaskan.
Dalam keterangan pers di Langsa pada Jumat (11/10/2019), Deputi Pemberantasan BNN Arman Depari mengatakan, masih ada oknum aparat hukum yang terlibat dalam peredaran narkoba. Bagi Arman, kondisi ini sangat memprihatinkan sebab seharusnya mereka menjadi teladan, bukan sebaliknya menjadi pelaku.
Arman mengatakan, lapas termasuk kawasan yang rawan dijadikan sasaran peredaran narkoba karena mayoritas narapidana merupakan pengguna dan pengedar. Dia berharap, pengawasan di lapas diperketat agar narkoba tidak masuk ke lapas.