Bahasa Indonesia wajib digunakan pada nama bangunan atau gedung, apartemen atau permukiman, perkantoran, dan kompleks perdagangan yang didirikan atau dimiliki warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·4 menit baca
Warga Tangerang Selatan, Banten, tidak perlu merogoh kocek yang dalam ataupun terbang ribuan kilometer untuk berkeliling Eropa. Madrid, Venesia, maupun berkunjung ke Istana Versailles hanya berjarak sepelemparan batu dari rumah mereka. Walaupun semua itu hanya dalam bentuk kompleks perumahan atau pertokoan.
Mata Lusiana tak henti-hentinya melongok keluar jendela mobil. Bibir gadis 23 tahun ini juga tak henti-hentinya berdecak kagum melihat barisan gedung dan bangunan megah. Sabtu (12/10/2019) malam, menjadi kali pertama gadis asal Kota Yogyakarta ini berkeliling BSD City, Tangerang Selatan.
"Gedungnya bagus-bagus ya. Nama ruko-nya saja Madrid dan Versailles. Sudah seperti di Eropa saja," ujar Lusiana.
Wiryawan (40), paman Lusiana yang berada di balik kemudi setir mobil, pun berkelakar, "Iya rumah om dan tante itu sudah seperti di Eropa. Tinggal di kompleks namanya Venetian. Mau belanja ke ruko Madrid dan Cordoba. Tidak usah mahal-mahal naik pesawat, kita sudah di Eropa," ujarnya disambut tawa keduanya.
Kelakar itu memang bukan isapan jempol semata. Berkeliling di area Serpong, Tangerang Selatan, mata akan sering menjumpai sebuah perumahan ataupun pertokoan dengan nama-nama kota di Eropa.
Tak hanya nama Eropa, ada juga salah satu kompleks perumahan eksklusif yang seluruh klasternya menggunakan nama di Amerika Selatan. Ada juga pertokoan yang mencatut nama kompleks sentral bisnis di New York, Amerika Serikat.
Gejala penamaan asing ini tak hanya di Kecamatan Serpong, tapi di lokasi-lokasi lain Tangerang Selatan. Misalnya seperti di Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Pamulang, dan Kecamatan Ciputat.
Iya rumah om dan tante itu sudah seperti di Eropa. Tinggal di kompleks namanya Venetia. Mau belanja ke ruko Madrid dan Cordoba.
Strategi pemasaran
Fahrul Rahman (36), tenaga pemasaran perumahan di Tangerang Selatan mengatakan, penamaan perumahan dan pertokoan itu menurutnya dilakukan agar bisa memikat pembeli. Hal itu sesuai dengan riset yang dilakukan tim pemasaran para pengembang.
“Masyarakat lebih suka kalau perumahannya bernama asing. Biar kelihatan bergengsi, jadi bangga kalau dia cerita dimana dia tinggal,” ujar Fahrul yang minta perusahaannya tempat bekerja tidak disebutkan.
Fahrul yang telah menghabiskan 15 tahun sebagai tenaga pemasaran berkisah, dia pernah bekerja di sebuah pengembang dengan perumahan yang diberi nama Indonesia. Lokasinya hanya berjarak 100 meter dari sebuah perumahan yang diberi nama asing. Kedua berada di Kelurahan Sawah, Kecamatan Ciputat.
Memiliki lokasi nyari sama dengan ukuran rumah kurang lebih sama, perumahan tempatnya bekerja lebih sulit untuk terjual dibandingkan perumahan bernama asing itu.
“Saya tidak tahu juga, mungkin juga pengembang perumahaan bernama asing itu lebih gencar memasarkan ketimbang tempat saya, tapi kebanyakan pembeli rumah saya tanya mereka suka yang nama asing,” ujar Fahrul.
Para pembeli rumah punya pendapat berbeda-beda. Benyamin Surya (28), seorang warga yang tinggal di perumahan bernama asing di wilayah Serpong mengatakan, tidak terlalu memperhatikan soal nama. Dia lebih memerhatikan lokasi perumahan, ukuran rumah, dan harga yang ditawarkan.
“Kalau tiga unsur itu saya cocok, ya saya beli. Nama perumahan itu bukan pertimbangan utama buat saya,” ujar Benyamin.
Budayawan Tangerang Selatan Tb Sos Rendra mengaku aneh mendengar nama-nama asing itu di Tangerang Selatan. “Padahal perumahan-perumahan itu juga adanya di Kelurahan Cilenggang, Kelurahan Rawabuntu. Kan tidak cocok?” ujar Sos.
Ia menduga, penggunaan nama itu guna menarik pembeli agar perumahannya terkesan lebih bergengsi bila bernama asing. “Saya tidak paham juga ya, mungkin biar kelihatan bonafide kali ya?” ujar Sos.
Aturan berbahasa Indonesia
Pada 30 September 2019, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) 63 tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia. Pasal 33 perpres itu berbunyi, “Bahasa Indonesia wajib digunakan pada nama bangunan atau gedung, apartemen atau permukiman, perkantoran, dan kompleks perdagangan yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia”.
Menanggapi keluarnya perpres itu, Fahrul mengatakan, masih membahasnya dengan tim pemasaran. Pada dasarnya, perusahaan pengembang tempatnya bekerja patuh pada aturan hukum yang berlaku.
“Kami menyesuaikan saja dengan peraturannya seperti apa,” ujar Fahrul.
Bahasa Indonesia wajib digunakan pada nama bangunan atau gedung, apartemen atau permukiman, perkantoran, dan kompleks perdagangan yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
Dia juga tidak terlalu khawatir, penjualan perumahan bakal turun karena aturan itu. Sebab, yang terpenting adalah lokasi perumahan itu dan teknik pemasaran yang digunakan.
“Kami tetap masih bisa menjual rumah,” ujar Fahrul.