Mercedes mencetak sejarah dengan memastikan gelar juara dunia konstruktor dan pebalap seusai GP Jepang, Minggu. Hasil itu menegaskan dominasi Mercedes di era mesin hibrida.
Oleh
Yulvianus Harjono
·4 menit baca
SUZUKA, MINGGU — Mercedes, tim Formula 1 asal Jerman-Inggris, menegaskan sebagai ”raja” pada era mesin hibrida, seusai memenangi Grand Prix Jepang, Minggu (13/10/2019). Sempat dibayangi Topan Hagibis yang telah menewaskan 23 orang di Jepang, balapan itu berlangsung mulus dengan pebalap Mercedes, Valtteri Bottas, sebagai pemenang.
Berkat kemenangan Bottas serta podium ketiga yang diraih rekan satu timnya, Lewis Hamilton, di Sirkuit Suzuka, Mercedes mengunci gelar juara dunia konstruktor musim 2019. Ini menjadi gelar keenam beruntun Mercedes sejak 2014, saat dimulainya era teknologi mesin V6 turbo hibrida di F1.
Tim berjuluk ”Panah Perak” ini sekaligus menciptakan sejarah baru, yaitu tim F1 pertama yang menyabet gelar juara ganda untuk enam tahun beruntun. Selain gelar konstruktor, Mercedes juga dipastikan menyabet gelar juara dunia pebalap musim ini. Seusai GP Jepang, gelar individual itu praktis hanya bisa diperebutkan Bottas dan Hamilton.
Pebalap peringkat ketiga, Charles LeClerc (Ferrari), terpaut 117 poin dari Hamilton di posisi teratas dengan hanya empat seri tersisa.
Meskipun selalu finis sebagai juara dunia dan nyaris tidak tersentuh pesaing di era mesin hibrida ini, CEO Mercedes Toto Wolff berkata, gelar musim ini sangat spesial. Selain kehilangan figur penting, Niki Lauda, Mercedes juga mulai dikejar pesaing utamanya, Ferrari, pada paruh kedua musim ini. Ferrari bahkan sempat menempatkan dua pebalap di baris start terdepan GP Jepang sebelum disalip Bottas pada tikungan pertama.
”Gelar ini sangat spesial karena tidak mudah untuk memacu diri lagi di awal musim dan menentukan target yang bisa memotivasi semua anggota di tim. Jika masih hidup, Niki akan berkata, ’Selamat atas gelar keenam. Jadi, kamu akan punya masalah baru di tahun depan.’ Kami sungguh merindukannya,” ungkap Wolff yang mempersembahkan gelar itu untuk Lauda, mantan pebalap F1 yang meninggal Mei lalu.
Dominasi Mercedes pada era hibrida ini tidak terlepas dari investasi besar mereka pada pengembangan teknologi turbocharger ganda di dapur pacu F1. Mereka adalah pionir dalam teknologi pemisahan kompresor dan turbin di peranti pengisi daya turbo. Terobosan teknologi itu membuat mesin mobil F1 mereka bekerja lebih efisien, kompak, dan membutuhkan lebih sedikit proses pendinginan.
Alhasil, sejak 2014 hingga saat ini, para pebalap Mercedes, baik Hamilton, Bottas, dan Nico Rosberg menjadi langganan podium. Dari 117 seri balapan yang berlangsung sejak saat itu, Mercedes memenangi 86 seri atau 73,5 persen. Tidak heran, analis F1, Will Buxton, menyebut Mercedes sebagai tim terbaik sepanjang masa F1. Mereka melampaui prestasi fenomenal Ferrari dengan enam gelar juara konstruktor dan lima gelar pebalap pada 1999-2004.
”Mercedes selalu terdepan dalam pengembangan mesin hibrida sejak 2014. Mereka terus memacu diri dan tidak pernah berhenti mencari terobosan baru. Ini karena hanya ada satu hal sama di benak mereka, yaitu juara. Menjadi yang terbaik atau tidak sama sekali,” ujar Buxton memuji kinerja Mercedesl, seperti dikutip dari situs Formula 1.
Kebanggaan
Selain Bottas—yang finis sebagai pemenang dari posisi start ketiga—balapan ini juga menjadi panggung pebalap Red Bull, Alexander Albon (23). Pebalap berdarah Thailand itu finis keempat di belakang Hamilton. Padahal, pebalap kelahiran London itu memulai balapan tersebut dari garis pit dan sempat bersenggolan dengan Lando Norris, pebalap McLaren, di putaran keempat.
Menurut Fox Sports Asia, Albon kini menjadi kebanggaan bersama Asia Tenggara, bukan hanya Thailand. Pada debutnya di F1 musim ini, Albon sempat membela Toro Rosso, tim pelapis Red Bull yang biasa diisi pebalap muda. Namun, sejak GP Hongaria, Agustus, ia dipromosikan ke Red Bull menggantikan Pierre Gasly menyusul performa positifnya pada 11 seri awal. Di Red Bull, ia bersaing dengan Max Verstappen, pebalap berbakat asal Belanda yang gagal finis di Jepang tidak lama seusai mobilnya disenggol Leclerc di tikungan kedua.
”Finis keempat adalah pencapaian terbaik dalam karier saya di F1. Jelas, ini langkah besar, tahun pertama di F1, dan bergabung dengan tim besar. Saya bangga karena tidak hanya mengibarkan bendera Thailand, tetapi juga mewakili Asia. Saya kini menginginkan lebih,” ujarnya.
Selain senggolan mobil Verstappen dan Leclerc, nyaris tidak ada insiden kejutan atau berbahaya lainnya di GP Jepang itu. Seperti diprediksi sebelumnya, balapan itu berlangsung dalam kondisi cuaca cerah meski sedikit berangin. Berbeda dengan seri-seri lainnya pada musim ini, balapan kemarin didahului oleh sesi kualifikasi yang dimenangi Vettel.
Kualifikasi yang sedianya digelar Sabtu tersebut ditunda menyusul Topan Hagibis. Topan itu mengakibatkan bencana banjir dan tanah longsor yang menewaskan 23 orang di berbagai prefektur di Jepang, akhir pekan lalu. Sejumlah acara olahraga besar, termasuk Piala Dunia Rugby, juga sempat ditunda akibat topan itu, Sabtu. (AP/AFP/REUTERS)