Gojek: Data Jadi Nadi Utama di Setiap Inovasi Bisnis
Gojek menjadikan data sebagai nadi pengembangan bisnis. Oleh karena itu, Gojek berinvestasi masif di infrastruktur teknologi digital serta ilmuwan data.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gojek menjadikan data sebagai nadi dalam setiap inovasi bisnis. Oleh karena itu, Gojek berinvestasi secara masif di infrastruktur teknologi digital serta ilmuwan data.
Vice President of Research Gojek Ramda Yanurzha, dalam wawancara terbatas dengan media nasional dan internasional di Jakarta, Jumat (11/10/2019), menyatakan, komitmen menjadikan data sebagai nadi utama operasional dirumuskan sejak 2015. Pada tahun itu, Gojek pertama kali mulai memanfaatkan mesin pembelajaran (machine learning).
”Kami selalu menghubungkan pemanfaatan mesin pembelajaran dengan tujuan bisnis. Kami percaya, semakin awal memanfaatkan, semakin mudah dan cepat otomasi pemrosesan atau membaca pola data berjalan,” ujarnya.
Ramda menyebutkan, saat ini, aplikasi Gojek mempunyai lebih dari 20 fitur layanan. Masing-masing fitur itu telah disisipkan teknologi mesin pembelajaran.
Tim ilmuwan data dikelompokkan berdasarkan domain persoalan yang ingin dipecahkan dari hasil mesin pembelajaran. Misalnya, ilmuwan data untuk kebutuhan memecahkan permasalahan lokasi dan ilmuwan data untuk kepentingan prediksi.
”Tim riset pasar biasanya mencari permasalahan yang dirasakan konsumen. Lalu, tim ilmuwan data bekerja dengan teknologi mesin pembelajaran guna mencari pola masalah dan akhirnya layanan kembali berjalan optimal,” kata Ramda.
Mengutip tulisan blog Gojek di aplikasi Medium ”How We Use Machine Learning to Match Drivers and Riders”, Gojek menjelaskan bahwa platform miliknya telah menjadi ”pasar” bagi puluhan produk, ratusan ribu pengemudi dan pedagang, serta jutaan pelanggan. Setiap hari, tim teknologi informasi Gojek harus memutuskan pengemudi mana yang akan mengambil jutaan kali pesanan (allocation problem).
Gojek mengaku memiliki data berukuran besar yang bisa dipakai mengoptimalkan pengambilan keputusan, tetapi Gojek harus memperhitungkan berbagai tujuan dinamis demi terjadinya keseimbangan kebutuhan pengemudi dan konsumen.
Untuk mengatasi tantangan itu, tim mulanya membangun model mesin pembelajaran yang berdiri sendiri dan layanan laman guna menentukan peringkat pengemudi. Hal ini dipakai beberapa minggu dan memberikan dampak bisnis yang besar.
Model mesin pembelajaran tunggal seperti itu berjuang untuk menyeimbangkan berbagai tujuan bisnis. Dalam perjalanannya, pelatihan ulang pada data alokasi yang dihasilkan oleh model itu memperkenalkan loop umpan balik yang tidak diinginkan. Algoritma menjadi bias terhadap pemecahan masalah tertentu.
Akhirnya, tim membangun sistem baru untuk alokasi multitujuan kebutuhan. Tim menggabungkan model mesin pembelajaran dan fitur real time dengan tingkat fleksibilitas tinggi dan konfigurasi manual yang dinamakan Jaeger.
Ramda menambahkan, saat ini, perusahaan sedang menjalankan program Go-Jek Xcelerate. Program yang berbentuk pelatihan dan akselerasi bisnis kepada perusahaan rintisan bidang teknologi ini terdiri dari empat angkatan. Angkatan pertama mengambil fokus mesin pembelajaran. Dalam pelaksanaan, Gojek bekerja sama dengan perusahaan akselerator bisnis Digitaraya.
Meski tidak menyebut secara spesifik jumlah ilmuwan data, dia menegaskan, Gojek setiap tahun menambah jumlah pekerja itu. Mereka ditempatkan di Indonesia dan India.
”Ketika memutuskan memanfaatkan mesin pembelajaran, suatu perusahaan rintisan bidang teknologi apapun harus punya pola pikir mencoba-gagal-mencoba lagi. Kami menanamkan pola pikir itu di internal,” imbuh Ramda.