Bom Mejan Para Cendekiawan
Sebelum bom rakitan berdaya ledak tinggi itu meledak, polisi sudah meringkus 10 tersangka. Alhasil, unjuk rasa pada Sabtu siang itu berjalan damai dan pesertanya cepat membubarkan diri.
Sebanyak 29 botol kaca dibungkus plakban dijajarkan di atas meja panjang di markas Polda Metro Jaya. Botol-botol itu adalah bom rakitan yang disita sebagai barang bukti. Bom rakitan itu akan diledakkan saat unjuk rasa menolak revisi UU KPK dan Rancangan UU KUHP hari Sabtu (28/9/2019) sebagai pemantik kerusuhan.
Sebelum bom rakitan berdaya ledak tinggi itu meledak, polisi sudah meringkus 10 tersangka. Alhasil, unjuk rasa pada Sabtu siang itu berjalan damai dan pesertanya cepat membubarkan diri.
Para tersangka adalah perencana peledakan bom, yaitu AB, SS, dan M; perekrut perakit bom dan perekrut eksekutor, yaitu S alias L dan OS; koordinator eksekutor Y; dan para perakit bom, yaitu J, A, N, dan S.
Bom rakitan akan diledakkan di pusat bisnis, pabrik, gudang, dan permukiman. Anggota komplotan itu telah menyurvei sasaran. Tujuan meledakkan bom sebagai shock therapy karena kondisi Indonesia semakin runyam. Kerunyaman itu antara lain masuknya tenaga kerja asing dan penguasaan sumber daya ekonomi oleh etnis tertentu.
Puluhan bom rakitan disita di rumah tersangka AB di perumahan dosen perguruan tinggi ternama di Bogor. Bom rakitan tersebut adalah bom ikan yang biasa dipakai nelayan untuk menangkap ikan, tetapi dilengkapi dengan paku sehingga daya rusaknya lebih tinggi.
Antara AB, SS, dan M ketiganya saling mengenal karena sering berdiskusi dalam wadah organisasi Majelis Kebangsaan Pancasila Jiwa Nusantara (MKPN). MKPN berkantor di kawasan Cawang, Jakarta Timur.
Tersangka ke-10 adalah M yang ditangkap di rumahnya di Pulogadung, Jakarta Timur, Sabtu (5/10). Menurut M kepada Kompas, Sabtu, MKPN didirikan tahun 2010. Pendirinya beberapa orang dari berbagai profesi, termasuk M. Tujuan MKPN adalah menggali, mengolah, dan menganalisis Pancasila.
”Selama ini Pancasila sebagai filosofi dan diturunkan sebagai ideologi. Pancasila itu bukan filosofi, tapi azas. Pancasila dibentuk dari tradisi menjadi norma, menjadi kaidah, lalu menjadi azas. Sekarang Pancasila dibelokkan dari kaidah menjadi filosofi sehingga turun menjadi ideologi. Maka, Pancasila tidak pernah bisa diimplementasikan,” papar pensiunan PNS di salah satu kementerian itu.
M mengungkapkan, anggota MKPN sudah berkeliling dari Aceh ke Papua untuk mempresentasikan konsepnya tentang Pancasila. MKPN hanya menyentuh wilayah kebangsaan, tidak pernah menyentuh wilayah politik.
Walaupun MKPN bukan organisasi yang didaftarkan ke Kemenkumham, mereka mengklaim memiliki 1.000 perwakilan di seluruh Indonesia. MKPN telah memperkenalkan gagasannya kepada para pemangku kepentingan bangsa, yakni kelompok agamawan; ilmuwan; TNI/Polri dan Lemhanas; para raja, sultan, pemangku adat; dan kaum profesional.
Walaupun MKPN bukan organisasi yang didaftarkan ke Kemenkumham, mereka mengklaim memiliki 1.000 perwakilan di seluruh Indonesia. MKPN telah memperkenalkan gagasannya kepada para pemangku kepentingan bangsa, yakni kelompok agamawan; ilmuwan; TNI/Polri dan Lemhanas; para raja, sultan, pemangku adat; dan kaum profesional.
Setelah rencana peledakan bom rakitan gagal dan sembilan tersangka diringkus, M mengaku kaget karena dia dijemput polisi dan ditetapkan sebagai tersangka ke-10.
”Saya tidak menyangka mereka akan melakukan hal seperti itu (meledakkan bom rakitan). Tapi, saya tahu ada rencana untuk chaos,” ucapnya.
Menurut M, sebelum para tersangka ditangkap hari Jumat (27/9), dia sempat ditanya apakah ikut pertemuan di rumah tersangka SS di Kota Tangerang. Mereka diduga akan membahas rencana peledakan bom. Namun, M menolak ikut pertemuan tersebut dan meminta agar rencana membuat chaos dibatalkan.
”Saya bilang jangan. Kita ini solusi untuk bangsa, bukan masalah untuk bangsa. Ada di WA (aplikasi percakapan Whatsapp), saya jelas sekali menolak dan AB marah sama saya. Oh begitu ya, sekali layar berkembang pantang mundur. Wah ini lain,” katanya.
M menjelaskan perannya dalam kelompok perencana kerusuhan tersebut, yaitu memperkenalkan tersangka S alias L kepada anggota lainnya. Awalnya, M mengenal S alias L sebagai tukang servis ponsel sekitar setahun lalu. Mereka menjadi akrab hingga suatu hari S alias L mengaku bisa membuat bom rakitan dan bisa mendatangkan orang-orang yang memiliki keahlian membuat bom rakitan.
S alias L diberi uang Rp 8 juta oleh AB untuk membeli tiket pesawat ke Jakarta. Empat perakit bom itu datang dari Sulawesi, Papua, dan Maluku. Empat perakit bom itu membuat bom rakitan dan menyimpannya di rumah AB di Bogor hingga tertangkap.
M menegaskan, MKPN bukan organisasi pendukung khilafah. MKPN untuk semua agama, tidak hanya untuk agama Islam. MKPN tidak melawan rezim, tetapi ingin memperbaiki sistem yang tidak cocok dengan bangsa Indonesia.
Baca juga : Tersangka Berencana Ledakkan Bom Ikan di Pusat Bisnis
”Khilafah tidak diamanahkan oleh Nabi Muhammad dan Al Quran,” ucapnya.
Menurut M, dia menyesal telah mengajak S alias L untuk diperkenalkan kepada tersangka lainnya di kantor MKPN. Karena bermula dari pertemuan itulah, terwujud puluhan bom rakitan.
Pengakuan tersangka AB, S alias L adalah teman M. Mereka sering bepergian dengan mobil. Namun, AB mengaku tidak kenal dengan S alias L.
”Saya anggota paling yunior di MKPN. MKPN tidak ngurus capres, tapi bagaimana agar negeri ini kembali ke relnya. Bagaimana menggunakan Pancasila untuk mengurus negara yang selama ini jadi slogan. Konsep ini sudah dipresentasikan ke mana-mana. Sudah 800 kali seminar,” kata AB.
Menurut AB, dia menyesal telah menyediakan rumahnya di Bogor untuk menginap para peracik bom. Malam hari tanggal 24 September, AB dihubungi seseorang yang meminta agar para peracik bom bisa menginap di rumahnya. Alasannya, rumah ketua MKPN, yaitu Slamet Soebianto di Cibubur, penuh dengan tamu aktivis.
”Makanya, dioper ke saya. Bodohnya saya, kenapa tidak saya suruh cari saja hotel. Malam itu saya sedang banyak pikiran,” kata AB.
AB kini pasrah menanti nasib kalau dia dipecat sebagai PNS. Pemecatan baru bisa dilakukan setelah kasusnya memiliki kekuatan hukum tetap.
”Ya, ini bagian dari perjalanan hidup saya,” ujarnya.
Jaringan bom molotov
Berdasarkan penyelidikan polisi, ditemukan jaringan perusuh demo lainnya yang menggunakan bom molotov. Polisi telah menangkap tujuh tersangka yang ternyata memiliki hubungan dengan kelompok bom rakitan. Penangkapan terjadi pada 1-2 Oktober 2019.
Menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono, kelompok ini membuat rusuh dengan melempar bom molotov saat demo pada 24 September 2019. Bom molotov itu diledakkan di lokasi bentrokan massa dan aparat di sekitar pos polisi Pejompongan, Jakarta Pusat.
Menurut Argo, tiga tersangka yang ditangkap selaku pendana bom molotov adalah HW dan suami istri AH dan EF. EF berprofesi sebagai dokter yang tinggal di kompleks dosen perguruan tinggi di Bogor. HW yang berprofesi seniman menyediakan rumahnya sebagai tempat pembuatan bom molotov.
Tersangka US dan AS ikut mendanai pembuatan bom molotov. Dua orang tersangka yang menjadi eksekutor lapangan bom molotov adalah JK alias JG dan A.
Baca juga : Tamu Pak Dosen yang Membawa Masalah
Argo mengatakan, EF kenal dengan AB karena keduanya aktif dalam organisasi MKPN. Polisi masih menyelidiki apakah tersangka HW juga bergabung dalam MKPN.
Argo mengungkapkan, komplotan itu membuat 25 buah bom molotov. Sebanyak 16 bom molotov telah diledakkan, tetapi masih ada sembilan bom molotov yang belum diledakkan karena eksekutor di lapangan ditangkap.
Kedua kelompok perusuh demo itu memiliki kesamaan, yaitu melibatkan cendekiawan atau orang terpelajar. Dalam kelompok bom rakitan ada tersangka AB yang berprofesi dosen dan M pensiunan PNS sebuah kementerian. Sementara dalam kelompok bom molotov ada EF yang berprofesi dokter dan HW yang berprofesi seniman.
Kedua kelompok perusuh demo itu memiliki kesamaan, yaitu melibatkan cendekiawan atau orang terpelajar. Dalam kelompok bom rakitan ada tersangka AB yang berprofesi dosen dan M pensiunan PNS sebuah kementerian. Sementara dalam kelompok bom molotov ada EF yang berprofesi dokter dan HW yang berprofesi seniman.
Polisi masih menyelidiki kelompok perusuh demo yang belum terungkap. Untuk sementara, tersangka yang sudah ditangkap adalah perencana dan pelaku lapangan, sedangkan orang yang menjadi otak atau di atas perencana belum terungkap. Sanggupkah polisi mengungkap seluruh jaringan perusuh demo beserta otaknya?
Baca juga : Polisi dan Sindrom John Wayne