Wisata Bekas Tambang di Belitung Naikkan Jumlah Turis
Pariwisata di bekas tambang timah di Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung, yang dibuka sejak 2018 terbukti menaikkan jumlah wisatawan di Belitung.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
TANJUNG PANDAN, KOMPAS — Pariwisata di bekas tambang timah di Kabupaten Belitung Provinsi Bangka Belitung yang dibuka sejak 2018 turut menaikkan jumlah wisatawan di Belitung. Pariwisata berkontribusi sekitar 60 persen dari total pendapatan asli daerah Belitung lebih tinggi daripada kontribusi sektor tambang yang hanya 10 persen.
Hingga saat ini sudah ada tiga bekas tambang yang menjadi lokasi wisata bekerja sama dengan pihak swasta dan komunitas, yakni Taman Mangorve Belitung di Hutan Kemasyarakatan Juru Sebrang, Nam Salu Open Pit, dan Desa Terong.
Bupati Belitung Sahani Saleh, saat mengunjungi Taman Mangrove Belitung, Jumat (11/10/2019), mengatakan, sebagian besar pelaku pertambangan timah tidak mereklamasi lokasi tambang setelah melakukan aktivitas pertambangan. ”Setelah timah habis, lokasi tambang dibiarkan berlubang dan kemudian ditinggalkan begitu saja,” katanya.
Perlakuan tersebut tidak hanya terjadi di satu titik karena jumlah lokasi bekas tambang yang mencapai ribuan titik. Jika hal ini dibiarkan, ujar Sahani, tentu akan membahayakan masyarakat sekitar tambang. Hal itu tidak hanya terjadi pada aktivitas tambang timah, tetapi juga tambang tanah liat, kaolin, dan tambang kuarsa. ”Saat ini aktivitas tambang masih ada tapi jauh berkurang,” katanya.
Itulah sebabnya, ujar Sahani, beberapa lokasi bekas tambang dijadikan obyek wisata. ”Cara ini tidak hanya memperbaiki lingkungan, tetapi juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat,” kata Sahani.
Kontribusi sektor pariwisata pada pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Belitung pada 2018 mencapai 60 persen dari total PAD Rp 210 miliar. Sementara sektor pertambangan hanya menyumbang 10 persen dari total PAD. ”Mulai saat ini, sektor pariwisata sudah menjadi lokomotif perekonomian daerah,” ungkapnya.
Mulai saat ini, sektor pariwisata sudah menjadi lokomotif perekonomian daerah. (Sahani)
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Belitung Hermanto mengatakan, setidaknya ada 60 lokasi bekas tambang di Belitung yang beberapa di antaranya dimanfaatkan untuk sektor pariwisata. Pemerintah daerah menggandeng komunitas masyarakat dan perusahaan untuk mengembangkan dan mengelola kawasan itu.
Kawasan obyek wisata Taman Mangrove Belitung di Kota Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung, Jumat (11/10/2019). Kawasan ini dulunya adalah bekas tambang timah dan kini diubah fungsinya menjadi obyek wisata.
Geosite Taman Mangrove Belitung yang ada di Desa Juru Seberang, Kecamatan Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, misalnya, kawasan itu dulunya adalah tambang timah salah satu perusahaan sejak 1948-1981. Setelah sempat vakum, pada tahun 2000 hingga 2015, masyarakat lokal melakukan penambangan rakyat sehingga banyak lubang menganga di lokasi ini.
Mulanya, ujar Hermanto, kawasan Taman Mangrove Belitung merupakan Hutan Lindung Pantai. Setelah muncul Program Perhutanan Sosial tahun 2013, kawasan seluas 757 hektar ini menjadi Hutan Kemasyarakatan (HKm) sehingga dapat dikelola masyarakat untuk dijadikan obyek wisata.
Hermanto menerangkan, dengan dikelolanya bekas tambang itu, diharapkan jumlah wisatawan yang datang berkunjung bisa meningkat. Jumlah wisatawan di Belitung pada tahun 2018 mencapai 447.000 wisatawan. Jumlah itu meningkat dibanding tahun 2017 yang sebanyak 380.000 wisatawan.
Tiga bulan pertama tahun ini, kunjungan pariwisata sempat stagnan karena kebijakan kenaikan harga tiket pesawat. ”Namun, saat ini, kunjungan wisatawan sudah lebih stabil,” kata Hermanto.
Beralih
Ketua Hutan Kemasyarakatan Juru Seberang Marwandi mengatakan, saat ini hasil dari menambang tidak lagi menjanjikan. ”Sudah banyak lokasi yang dikeruk sehingga sulit untuk menemukan lokasi yang masih ada tambangnya. Kalaupun ada, itu di dalam kawasan hutan,” katanya.
Marwandi yang juga bekas petambang menerangkan, sudah banyak warga yang beralih ke sektor pariwisata atau perikanan. ”Banyak warga yang sudah sadar kalau menambang itu merusak lingkungan,” katanya.
Saat ini, hasil dari menambang tidak lagi menjanjikan. (Marwandi)
Di HKm Juru Seberang banyak bekas petambang yang beralih menjadi pelaku pariwisata atau turut mengelola hutan mangrove. Saat ini, anggota HKm Juru Seberang mencapai 203 orang. Mereka mendapat dana bagi hasil sebesar Rp 50 juta pada tahun 2018 lalu dari penjualan tiket. Adapun sekitar 40 orang yang mengelola hutan mendapatkan gaji bulanan.
Pendapatan diperoleh dari hasil penjualan tiket pengunjung. Pada 2018, wisatawan yang datang ke Taman Mangrove Belitung mencapai 74.000 orang meningkat dibanding pada saat wisata belum dibuka resmi tahun 2017 yang sebanyak 34.000 orang. Sampai Oktober tahun ini, wisatawan mencapai 65.000 orang. ”Walau pendapatan tidak sebesar menambang, menjaga lingkungan jauh lebih penting,” katanya.