Tujuh Jam Berunding di Hari Pertama, AS-China Isyaratkan Kesepakatan Terbatas
WASHINGTON, KAMIS — Para juru runding utama Amerika Serikat dan China menyelesaikan hari pertama dari dua hari perundingan dagang di Washington DC, AS, Kamis (10/10/2019). Kalangan pebisnis optimistis, kedua pihak kemungkinan bisa meredakan perang dagang yang berlangsung 15 bulan dan menunda kenaikan tarif yang akan diterapkan AS pada pekan depan.
Menteri Keuangan Steven Mnuchin dan Perwakilan Dagang AS (USTR) Robert Lighthizer menggelar perundingan dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He dan para pejabat senior lainnya selama sekitar tujuh jam di kantor USTR, dekat Gedung Putih, Washington, AS.
Setelah perundingan hari pertama itu berakhir, Presiden AS Donald Trump mengisyaratkan adanya kemajuan dalam negosiasi dagang AS-China. Ia mengatakan, pembicaraan dengan utusan Beijing telah berjalan dengan baik.
Trump juga memastikan, Gedung Putih terbuka untuk menerima kedatangan Wakil PM China Liu He dan rombongan pada Jumat ini. ”Saya akan mengatakan bahwa semua berjalan sangat baik,” kata Trump kepada wartawan tanpa memberikan rincian. ”Kami melakukan negosiasi yang sangat, sangat baik dengan China.”
Pernyataan Trump ini diterima dengan cukup hati-hati oleh khalayak. Sepekan lalu, Washington membombardir Beijing dengan langkah-langkah kebijakan yang agresif sehingga memunculkan perkiraan bahwa perundingan pekan ini tampaknya menuju jalan buntu. Kebijakan terbaru AS yang siap-siap diterapkan adalah penerapan bea masuk 250 miliar dollar AS pada impor China.
Di lantai bursa saham, indeks Wall Street ditutup lebih tinggi. Para investor memperoleh harapan bahwa setidaknya eskalasi perdagangan antara AS dan China dapat dihindari. Hal itu relatif bagus, bahkan jika resolusi menyeluruh perang dagang itu belum dapat tercapai.
Pasar secara umum masih waswas terkait kekhawatiran bahwa AS dan China masih bergeming dengan sikapnya masing-masing. Hal itu sebelumnya terlihat dalam beberapa pekan terakhir. Makin panasnya perang dagang AS-China meningkatkan risiko bagi perekonomian global.
Baca juga: Bursa Saham Jatuh, Tertekan Sentimen Bakal Alotnya Negosiasi Dagang AS-China
China tahun ini menolak keras tuntutan Trump agar Beijing melakukan transformasi besar-besaran tentang cara mengelola ekonomi negaranya. Para analis mengatakan, Beijing tidak mungkin mengadopsi reformasi ekonomi yang dapat merusak kekuatan politik Partai Komunis China. Meski demikian, publik berharap minimal ada perundingan di antara kedua pihak untuk membangun kepercayaan di antara keduanya.
Kesepakatan mata uang
Myron Brilliant, Kepala Urusan Internasional pada Kamar Dagang AS, mengatakan kepada wartawan bahwa ia telah berbicara dengan kedua belah pihak. Ia menyebutkan, kesepakatan tentang mata uang dapat tercapai, pekan ini. ”Hal itu bisa mengarah pada keputusan Pemerintah AS untuk tidak mengajukan kenaikan tarif pada 15 Oktober mendatang,” katanya.
Departemen Keuangan AS pada Agustus mencap China sebagai manipulator mata uang. Washington juga menuduh Beijing sengaja melemahkan mata uang yuan untuk mendapatkan keuntungan perdagangan yang tidak adil.
Laporan media, awal pekan ini, juga mengatakan, pihak China sedang mempersiapkan tawaran yang tidak akan memenuhi keluhan utama Trump. Namun, Beijing akan meningkatkan pembelian ekspor pertanian AS dan membuat konsesi yang lebih kecil sebagai imbalan atas jeda kenaikan tarif AS.
Para delegasi AS dan China, Kamis malam waktu setempat, menggelar jamuan makan bersama. Namun, terlihat tidak ada yang mampu menyembunyikan suasana cerminan dari kemunduran tajam dalam hubungan kedua negara dengan perekonomian terbesar dunia itu.
Sejak Senin lalu, Washington telah memberlakukan pembatasan visa pada pejabat senior China dan memasukkan lebih dari dua lusin perusahaan China ke daftar hitam. Washington menuduh otoritas China melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap umat minoritas Muslim etnis Uighur di wilayah Xinjiang dan kelompok-kelompok minoritas lainnya.
Baca juga: Sasaran Daftar Hitam AS Meluas di China
Langkah-langkah itu telah membuat Beijing marah. Sebab, sektor yang menjadi bagian ”pertarungan” terbaru di antara kedua negara adalah teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Hal itu adalah sektor atau wilayah persaingan kuat antara AS dan China.
Tekanan pada Trump
Trump telah menuduh China menghalangi langkahnya dalam proses negosiasi. Ia yakin tekanan ekonominya membuat Beijing tidak punya banyak pilihan selain mencari tawaran. Namun, sikap Trump dalam menangani isu perang dagang dengan China tidak lepas dari tekanan di sekelilingnya.
Di dalam negeri, Trump menghadapi penyelidikan proses pemakzulan yang semakin intensif digalang oleh Partai Demokrat. Muncul kritik bipartisan juga bahwa Trump dinilai membiarkan serangan Turki terhadap Kurdi, mitra tempur Washington selama berperang melawan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) di Suriah. Hal itu terjadi setelah AS menarik pasukannya menjauh dari perbatasan di timur laut Suriah.
Washington menuduh China berusaha mendominasi industri global melalui intervensi negara secara besar-besaran di pasar. Beijing juga dituduh melakukan pencurian kekayaan intelektual, peretasan, dan subsidi. Para pejabat AS dilaporkan mempelajari cara-cara selain tarif sehingga mereka dapat meningkatkan tekanan terhadap Beijing demi mengatasi keengganan China untuk menangani persoalan dagangnya.
Media The New York Times melaporkan pada hari Kamis bahwa langkah-langkah paksaan yang dipertimbangkan Washington mencakup, antara lain, pembatasan akses perusahaan-perusahaan China ke pasar modal. Selain itu, AS juga mengancam akan mengekspos perusahaan-perusahaan China secara pidana berdasarkan hukum AS jika ada indikasi-indikasi seperti yang diyakini Washington. Pemerintahan Trump juga meningkatkan pengawasan peraturan dan memblokir beberapa investasi pensiun AS di China.
Sementara itu, para gubernur bank sentral AS dan lainnya percaya bahwa perang dagang meningkatkan peluang AS untuk tergelincir ke dalam resesi. ”Kita semua tahu putaran tarif selanjutnya akan lebih merugikan AS daripada China,” kata Wendy Cutler, Wakil Presiden Institut Kebijakan Masyarakat Asia.
”Saya pikir, kedua belah pihak tidak akan mengakuinya, tetapi keduanya berada di bawah tekanan untuk menemukan cara guna mencegah kenaikan tarif berikutnya,” tambah Cutler. Ia menilai, semakin lama negosiasi perdagangan berlanjut, semakin bertambah pula friksi antara AS dan China. (AFP/REUTERS)