R (12) berlari menjauhi peristiwa pada Kamis (10/10/2019) pagi. Dia menangis setelah melihat kedua orangtuanya menyerang pejabat negara di depan matanya.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA/FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
Kamis (10/10/2019) menjadi hari paling kelam bagi R. Gadis 12 tahun itu harus menyaksikan langsung aksi horor ketika kedua orangtuanya menusuk Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan Jenderal (Purn) Wiranto di Alun-alun Menes, Desa Purwaraja, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten. Hari makin kelabu buat R karena sejak itulah dia terpisahkan dari kedua orangtuanya yang kini meringkuk di tahanan Mabes Polri.
Ketenangan pagi di Desa Purwaraja seketika pecah setelah sebuah helikopter terbang rendah. Gemuruh suara di udara yang tak biasa itu memantik rasa ingin tahu R. Seketika itu, tanpa didampingi orangtuanya, R bersama teman-teman sebayanya berlari dari rumah kontrakannya menuju lokasi helikopter yang akan mendarat.
Gang sempit perkampungan yang berbahan beton bercampur tanah dengan lebar hanya sekitar 1 meter itu tak mengurangi kecepatan derap langkah kegirangan R mengejar lokasi pendaratan helikopter itu. Setibanya di Alun-alun Menes, mata R dan ratusan warga lainnya terpukau dengan burung besi yang baru saja mendarat di sana. Sejumlah warga pun mengabadikan momen yang langka itu dengan kamera ponsel mereka.
Dari helikopter yang mendarat sekitar pukul setengah sembilan pagi itu, turun Menko Polhukam Wiranto dan ajudannya. Setelah menyalami sejumlah warga, Wiranto menaiki mobil dan berlalu menuju Universitas Mathla’ul Anwar yang berada sekitar 7,5 kilometer dari lokasi itu.
R yang tidak disekolahkan orangtuanya hampir dua jam menyaksikan helikopter yang mungkin baru pertama kali dilihatnya secara langsung. Saat itu, ayah R Syahrial Alamsyah (31), dan ibu tirinya, Fitri Andriana (21), menemuinya dan membawanya ke gerbang utara Alun-alun Menes.
Tak lama, iring-iringan mobil yang ditumpangi Wiranto pun tiba. Mereka bertiga berdiri di sebelah kiri tak jauh dari lokasi berhentinya mobil Wiranto. Warga pun kembali bersiap mengabadikan momen itu dengan kamera ponselnya.
Setelah Wiranto turun dari mobil, tiba-tiba ayah R, Syahrial, berlari meringsek masuk penjagaan. Seketika itu, Syahrial menghunjamkan belati (seperti senjata di film bertema ninja) sebanyak tiga tusukan ke dada sebelah kiri Wiranto sampai dirinya tersungkur. Fitri pun ikut menyerang dan melukai Kepala Kepolisian Sektor Menes Komisaris Daryanto yang berjaga di sekitar Wiranto.
Pihak keamanan bergegas meringkus kedua orangtua R. Mereka dibawa ke ruang tahanan Kantor Polsek Menes yang berjarak 50 meter dari lokasi kejadian. Sementara mobil yang membawa Wiranto dilarikan meninggalkan lokasi kejadian itu.
Anak kecil ini bergetar, seakan tak percaya kedua orangtuanya melakukan aksi ngeri itu. Tangis dan teriakannya pecah. Sambil menangis, dia berlari ke tempat Ella Raubatul Janah (30), tetangga sebelah rumah kontrakannya. Lari kaki kecilnya berhenti di pelukan Ella.
”Kamu kenapa menangis?” tanya Ella sambil mengusap rambut R. ”Abah ditangkap polisi karena nusuk menteri,” ujarnya.
Sekitar setengah jam kemudian, tiga anggota polisi wanita menjemput R. Menurut kepolisian, mereka akan membawa R ke rumah sanak saudaranya di Medan.
Gadis ceria
Kisah pilu seakan tidak pernah berhenti menghinggapi R. Beberapa tahun sebelumnya, R berpisah dengan ibu kandungnya, Afrina (31), karena perceraian dengan ayahnya. Perpisahan itu juga membuat R berpisah dengan kakak kandungnya, yang berusia 15 tahun.
Meski demikian, perpisahan dengan orang tercinta pada usia belia itu tak membuat senyumnya pudar. Tetangga mengenal R sebagai gadis yang ceria. ”Berbeda dengan ayah dan ibunya yang tertutup dan tidak bergaul sama sekali dengan tetangga, R itu gadis ceria, aktif, periang, seperti anak seusianya pada umumnya,” ujar Suriyah (47), tetangga sebelah rumah kontrakan.
Sehari-hari R dikenal supel dan bergaul, baik dengan teman sebaya maupun orangtua temannya. Hal ini bertolak belakang 180 derajat dari kedua orangtuanya yang hanya keluar rumah untuk pergi ke warung atau ke gerai ritel.
Saking tidak pernah bergaul, banyak tetangga dan pengurus RT/RW yang bahkan baru tahu nama Syahrial sejak ditahan polisi. Yusep, pemilik kontrakan tempat mereka tinggal, mengatakan, sejak delapan bulan mengontrak, tidak pernah dirinya tahu nama Syahrial dan seperti apa wajahnya.
”Mereka mengontrak karena dibawa teman mereka yang terlebih dahulu mengontrak unit lain di tempat saya, namanya Syamsuddin. Penagihan pembayaran juga selalu dilakukan anak buah saya. Jadi, saya tidak tahu siapa mereka,” tutur Yusep pemilik kontrakan di Kampung Sawah, Desa Menes.
Karena supel, R menjadi penghubung komunikasi warga dengan orangtuanya. Salah satunya, ketika dua bulan terakhir rumah kontrakan R ketambahan penghuni baru, yakni Fitri, yang merupakan ibu tiri atau istri kedua ayahnya, Syahrial. Sebab, enam bulan pertama mengontrak, R hanya tinggal berdua dengan ayahnya.
”Saya tanya ke dia, itu siapa perempuan yang dibawa abahmu? Dia jawab, itu istri abah yang baru. Kalau bukan karena dia, kami juga tidak tahu,” ujar Suriyah.
Sekretaris RW 001 Desa Menes Yadi mengatakan, setelah membawa Fitri ke rumah, Syahrial tidak pernah melaporkan bahwa dirinya sudah menikah lagi. Surat nikah keduanya belum sempat diminta oleh RT setempat.
”Setiap orang yang mengontrak sebenarnya perlu kita mintai identitasnya. Tapi saat akan diminta identitasnya oleh ketua RT, ia selalu bilang kalau masa kontraknya akan habis,” ujar Yadi.
Sekolah
Tak hanya ceria, R juga dikenal sebagai gadis yang pintar. Mengaku kepada tetangganya hanya belajar dari internet, R kerap berbicara bahasa Inggris dan Arab. Padahal, kedua orangtuanya tidak menyekolahkannya. R bercerita, abahnya yang bermata pencarian pedagang pulsa dan situs belanja daring tidak memperbolehkannya sekolah.
Keputusan itu ironis. Sebab, Suriyah mengatakan, gadis yang sehari-hari mengenakan cadar seperti ibu tirinya itu sering kali berkeliling kampung sambil menggendong ransel. ”Dia bawa tas biar kelihatan kayak anak sekolah. Dia mau sekolah,” ujar Suriyah menirukan apa yang disampaikan R.
Keceriaan R memantik simpati mendalam dari para tetangga. Mereka menyayangkan R dibesarkan di keluarga yang janggal. Kini, di mana pun R berada dan dengan siapa ia diasuh, peristiwa kelabu yang ia alami bisa jadi akan terus terpatri dalam ingatannya.