Tingkatkan Pengawasan Luar Pabean, Empat Kantor Pengawasan Dibuka
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita meresmikan kantor Balai Pengawasan Tertib Niaga di Medan, Bekasi, Surabaya, dan Makassar.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita meresmikan kantor Balai Pengawasan Tertib Niaga di Medan, Bekasi, Surabaya, dan Makassar. Kantor itu diharapkan meningkatkan sistem pengawasan yang telah dialihkan dari kawasan pabean ke luar pabean atau post border.
Selama ini, pengalihan untuk kemudahan impor memunculkan banyak pelanggaran.
”Betapa pentingnya Balai Pengawasan Tertib Niaga ini ke depan. Konsekuensi dari kemudahan impor adalah penyelundupan berpotensi meningkat tajam. Kami harus menjaga keseimbangan keduanya,” kata Enggartiasto di Medan, Sumatera Utara, Rabu (9/10/2019).
Enggartiasto mengatakan, pengawasan sebagian barang impor kategori larangan dan/atau pembatasan dari kawasan pabean ke luar pabean ditetapkan sejak 1 Februari 2018. Pengalihan diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 28 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Pemeriksaan Tata Niaga Impor di Luar Kawasan Pabean (post border).
Dengan peraturan itu, pengawasan sebagian barang impor tidak lagi dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan. Pengawasan kini dilakukan oleh Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan. Pemeriksaan dilakukan di gudang, pasar, toko, dan tempat lain di luar kawasan pabean.
Dirjen PKTN Veri Anggrijono mengatakan, sejak pengawasan impor dialihkan ke luar pabean, pelanggaran impor yang terjadi masih cukup tinggi. Sejak Februri 2018, mereka telah menerima 375.000 pemberitahuan impor barang (PIB). Sebanyak 62 persen di antaranya atau sekitar 233.000 PIB terindikasi pelanggaran.
Di tengah dugaan pelanggaran yang tingggi itu, Ditjen PKTN menghadapi keterbatasan personel. Pengawasan di seluruh Indonesia dilakukan pengawas tertib niaga 131 orang dan penyidik pegawai negeri sipil perdagangan 291 orang. ”Jumlah itu belum sebanding dengan pegawai DJBC yang selama ini melakukan pengawasan yakni sekitar 16.000 personel,” kata Veri.
Minimnya personel itu, kata Veri, membuat pengawasan belum maksimal. Dari 233.000 PIB yang diduga ada pelanggaran, Ditjen PKTN hanya bisa menyelidiki sekitar 3.000 PIB atau hanya 1,3 persen dari dugaan pelanggaran. Dari jumlah itu, ada 123 pelaku usaha yang telah dijatuhi sanksi berupa sanksi administrasi, pemusnahan barang, pembekuan atau pencabutan izin, dan pemblokiran akses kepabeanan.
”Beberapa di antaranya juga ada yang dilakukan tindakan penegakan hukum terhadap pelaku usahanya,” katanya.
Veri mengatakan, kantor balai di Medan akan mencakup pengawasan untuk seluruh Sumatera, Bekasi untuk pengawasan Jawa Barat dan Banten, Surabaya untuk pengawasan Jatim, Jabar, Kalimantan, Bali, dan Nusa Tenggara. Sementara kantor balai di Makassar untuk pengawasan Sulawesi, Maluku, dan Papua. Nantinya juga akan dibangun kantor di tempat lain untuk meningkatkan pengawasan.
Veri menambahkan, mereka berharap pengawasan tata niaga juga dilakukan oleh pemerintah daerah. Selama ini, banyak pengawas perdagangan yang telah mendapat pelatihan dari Kementerian Perdagangan, tetapi dipindahkan ke instansi lain yang bukan mengurus perdagangan. Hal ini juga membuat pengawasan dari pemerintah daerah menjadi minim.
Kepala Kantor Wilayah DJBC Sumut Oza Olavia mengatakan, pengalihan pengawasan dari pabean yang telah berjalan 1 tahun 8 bulan sudah menunjukkan percepatan arus keluar barang dari pelabuhan. Penumpukan barang impor di pelabuhan semakin berkurang karena pengawasan telah dialihkan ke luar pelabuhan. ”Namun, ini memang harus dibarengi dengan peningkatan pengawasan di luar pabean,” katanya.
Wakil Gubernur Sumut Musa Rajekshah mengatakan, mereka akan menginventarisasi pengawas-pengawas perdagangan di lingkungan pemerintahannya. Ia pun mengatakan akan mengembalikan mereka ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumut. Hal itu untuk membantu peningkatan pengawasan barang impor yang telah dialihkan ke luar kawasan pabean.