Okto-Warih Berkomitmen Bawa Olimpiade ke Indonesia
Meningkatkan kepercayaan dunia agar Indonesia dapat menjadi tuan rumah Olimpiade 2032 menjadi salah satu komitmen Ketua Umum KOI terpilih.
Oleh
Denty Piawai Nastitie
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Raja Sapta Oktohari dan Warih Sadono terpilih sebagai Ketua dan Wakil Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia 2019-2023 secara aklamasi dalam Kongres KOI di Jakarta, Rabu (9/10/2019). Okto-Warih berkomitmen memaksimalkan komunikasi antar cabang olahraga, terutama yang mempunyai jaringan di Asia dan dunia, agar Indonesia dapat menjadi tuan rumah Olimpiade 2032.
”Usaha ini bisa menambah kepercayaan negara lain untuk memilih Indonesia sebagai tuan rumah Olimpiade. Saya akan memaksimalkan teman-teman yang aktif di federasi Asia dan dunia,” kata Okto.
Okto mengatakan, terpilihnya ia dan Warih merupakan momentum untuk menyatukan cabang olahraga agar bisa mengukir prestasi di tingkat internasional. Dalam waktu dekat, tugas utamanya adalah mengantar atlet mengukir prestasi di SEA Games Manila 2019 dan Olimpiade Tokyo 2020.
Pada waktu bersamaan, KOI berusaha mendapatkan kepercayaan publik untuk menjadikan Indonesia tuan rumah Olimpiade. ”Kami harus berjuang tidak hanya mendapatkan emas dalam kejuaraan, tetapi juga merebut hati peserta demi Olimpiade 2032,” katanya.
Selain itu, menurut Okto, fokus utamanya adalah memastikan tidak ada lagi insan olahraga yang terjerat kasus hukum. Okto sengaja mengandeng Warih Sadono memimpin lembaga olahraga ini. Latar belakang Warih sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sangat penting untuk memastikan kasus hukum di dunia olahraga tidak terulang.
”Keberadaan Pak Warih bukan untuk menjaga mereka yang berbuat salah, tetapi menjaga agar jangan sampai ada yang salah. Apalagi, anggota Dewan Etik yang diusulkan ada nama-nama dari KPK dan BPK. Ini formasi yang cukup baik agar pengalaman dan referensi yang kurang baik sebelumnya tidak terulang lagi,” kata Okto,
Okto dan Warih maju sebagai bakal calon Ketua dan Wakil Ketua Umum KOI dengan mengantongi dukungan mayoritas cabang olahraga anggota KOI, yakni 30 dari 32 cabang Olimpiade dan 24 dari 25 cabang non-Olimpiade. Pengalaman Okto sebagai Ketua Panitia Penyelenggara Asia Para Games Indonesia 2018 (Inapgoc) dan Ketua Kontingen Indonesia ke Olimpiade Rio de Janeiro 2016 turut membantunya mendapat dukungan anggota KOI.
Dualisme
Mantan Ketua KOI Erick Thohir berterima kasih atas kerja sama anggota selama ia menjabat. ”Memang banyak kekurangan, misalnya, masih ada isu dualisme di cabang olahraga. Ini merupakan pekerjaan rumah yang tidak mudah untuk kami selesaikan,” kata dia.
Menurut Erick, pengurus KOI punya sejumlah pekerjaan rumah, seperti mencari solusi untuk dualisme pengurus cabang, menyukseskan Indonesia tuan rumah Olimpiade 2032, serta menyatukan dua lembaga besar olahraga di Indonesia, yaitu KOI dan KONI. ”Tidak mungkin sukses (prestasi) kalau kita tidak bersatu,” katanya.
Wakil Ketua PB PABBSI Djoko Pramono mengatakan, penting untuk menyatukan KOI dan KOI. Hal itu disebabkan sering terjadi ketidakpaduan kebijakan antar lembaga, terutama dalam pembinaan atlet.
”Selama ini sering rebutan, siapa yang membina. Amanat undang-undang sudah jelas, yang bertugas membina adalah KONI. Nanti, setelah siap tempur diserahkan kepada KOI. Tetapi, yang terjadi selama ini sering ribut,” kata Djoko.
Ketua Umum PB PRSI Anindya Novian Bakrie mengapresiasi terpilihnya Okto-Warih sebagai Ketua dan Wakil Ketua Umum KOI. “Bukan hanya secara personal saya mendukung, tetapi secara prestasi sudah terbukti. Okto bisa membawa Indonesia berprestasi di bidang olahraga di Olimpiade Rio. Jadi, saya rasa dia mampu memimpin KOI ke depannya,” kata dia.
Kongres pemilihan diwarnai dengan cekcok antara pengurus PB PTMSI dengan petugas keamanan. Selama ini tenis meja merupakan salah satu cabang yang masih ada dualisme. Pengurus PB PTMSI ngotot masuk ke dalam ruang kongres sambil menunjukkan surat undangan. Namun, petugas bersikukuh bahwa tidak ada undangan untuk cabang tenis meja. “Silakan selesaikan dulu sengketa melalui BAKI (Badan Abritarse Keolahragaan Indonesia) baru hadir dalam kongres,” kata petugas.
Deputi Koordinasi Bidang Kebudayaan Kemenko Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nyoman Shuida mengatakan, tantangan KOI ke depan bukan hanya mencetak prestasi, tetapi memperbaiki tata kelola olahraga nasional. “Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, kami ingin membuat olahraga menjadi prioritas nasional, tidak sekedar pemasalan. Oleh karena itu, kami sudah mengundang cabang olahraga, KONI, KOI, dan Kemenpora, untuk berkontribusi terhadap rancangan tersebut,” katanya.