Penyerang Wiranto diduga terkait dengan peristiwa kericuhan 21—22 Mei 2019 di sejumlah wilayah di Jakarta. Saat itu, Wiranto termasuk di antara pejabat negara yang diincar untuk dibunuh oleh kelompok teroris.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Penyerangan terhadap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto di Alun-alun Menes, Pandeglang, Banten, Kamis (10/10/2019) siang, diduga dilakukan oleh jaringan teroris setempat. Sudah lama mereka menjadikan pejabat negara sebagai target.
Pengamat terorisme Al Chaidar saat dihubungi dari Jakarta mengatakan, penusukan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto terindikasi dilakukan oleh jaringan terorisme yang berafiliasi dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), yaitu Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Sebagian dari jejaring kelompok tersebut memang berkedudukan di Pandeglang.
Akan tetapi, mereka tidak hanya berasal dari Pandeglang. Al Chaidar menduga, mereka juga bergerak dari Jawa Tengah dan Sumatera Utara.
Jejaring tersebut menganut paham serangan amaliyah tebang pilih. Artinya, mereka hanya menyerang pejabat-pejabat secara tertentu saja.
Ia menjelaskan, jejaring tersebut menganut paham serangan amaliyah tebang pilih. “Artinya, mereka hanya menyerang pejabat-pejabat secara tertentu saja,” kata Al Chaidar.
Paham tersebut disebarkan ke seluruh wilayah Indonesia melalui jaringan JAD Khilafah Nusantara (JAD-KN). Sejak beberapa tahun lalu, kata Al Chaidar, JAD telah memproyeksikan pembunuhan terhadap sejumlah pejabat negara, termasuk Wiranto.
Al Chaidar menduga, penyerang Wiranto juga terkait dengan peristiwa kerusuhan 21—22 Mei 2019 di sejumlah wilayah di Jakarta. Sebab, saat itu Wiranto bersama dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan mantan Kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror Komisaris Jenderal Gregorius Mere menjadi target pembunuhan kelompok teroris tersebut.
Kecaman
Penyerangan terhadap Wiranto itu tak pelak menuai kecaman dari berbagai pihak. Salah satunya, Ketua DPR Puan Maharani. Dia mengecam keras penyerangan terhadap Wiranto. Aksi tersebut sekaligus menunjukkan bahwa ancaman terorisme masih mengintai negara.
Menurutnya, penggunaan kekerasan dalam menyampaikan pendapat tak bisa dibenarkan. “Kita sudah sepakat bahwa demokrasi adalah cara untuk menyelesaikan segala persoalan bangsa. Protes boleh, tidak suka boleh, tapi kalau sudah membahayakan nyawa seseorang, nyawa siapa pun, itu adalah kejahatan," katanya.
Puan mengimbau agar masyarakat memercayakan penanganan kasus penyerangan Wiranto itu pada aparat penegak hukum. Ia berharap, kepolisian dapat mendalami pelaku dan motif penyerangan yang dilakukan.
Senada, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, tindakan anarkistis yang membahakan nyawa seseorang tak dibenarkan atas alasan apapun. Pelaku harus ditangkap dan diproses secara hukum agar kejadian serupa tak terulang.
"Kecaman ini bukan karena penusukan ditujukan kepada Pak Wiranto yang kebetulan seorang pejabat publik. Tindakan membahayakan nyawa orang lain, apalagi hal tersebut tidak bisa dapat dibenarkan sesuai aturan hukum dan nilai-nilai Pancasila,” kata Bambang.
Menurut dia, peristiwa ini sekaligus menjadi peringatan dini bagi kepolisian yang bertanggungjawab menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Polisi harus segera mengusut tuntas penusukan tersebut.
Pengusutan tuntas penting agar tidak muncul spekulasi di kalangan masyarakat. Apalagi momen penyerangan terjadi tak jauh dari agenda pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada Minggu (20/10/2019) mendatang.
"Walaupun kejadian tersebut berdekatan dengan waktu pelantikan Presiden - Wakil Presiden 2019-2024, namun tak perlu didramatisir secara berlebihan. Kepolisian harus segera mengusut tuntas motif pelaku, agar di masyarakat tidak berkembang berbagai teori konspirasi yang kadangkala justru menimbulkan berbagai prasangka, kekhawatiran dan ketakutan," tutur Bambang.