Warga Minta Program Normalisasi Sungai Dilanjutkan
Hujan yang melanda sebagian wilayah Jakarta menyebabkan banjir di sejumlah tempat. Warga mengingatkan agar program pengendalian banjir dilanjutkan.
JAKARTA, KOMPAS — Hujan deras yang melanda Jakarta dan Bogor menyebabkan Sungai Ciliwung meluap dan membuat perkampungan di bantaran sungai itu terendam. Warga berharap normalisasi sungai yang terhenti sejak dua tahun lalu dilanjutkan.
Setelah lama dilanda kemarau panjang, Selasa malam, Jakarta basah diguyur hujan deras. Sofian (50), warga Kebon Pala, RT 011 RW 005, sempat senang dan bersyukur. Namun, rasa senangnya berubah menjadi khawatir ketika sekitar pukul 05.00 telepon selulernya berdering. Telepon dari istrinya yang meminta Sofian segera pulang karena Sungai Ciliwung meluap dan merendam sebagian rumah.
”Saat itu saya lagi piket malam. Senang rasanya hujan setelah sekian lama tak hujan. Ketika mendapat kabar sungai meluap saya mulai khawatir. Pulang ke rumah, air sudah (setinggi) sekitar satu meter. Warga lain sudah berkemas menyelamatkan barang ke lantai dua,” kata petugas satpam di salah satu kantor pajak di Jakarta Timur itu, Rabu (9/10/2019).
Sedari pagi hingga pukul 15.00, warga dibantu petugas PPSU Kelurahan Kampung Melayu kerja bakti membersihkan tumpukan sampah dan lumpur. Setidaknya di Kampung Kebon Pala yang terdampak parah luapan Sungai Ciliwung berada di RW 004, RW 005, RW 007, dan RW 008. Empat RW tersebut persis berada di bantaran Sungai Ciliwung.
Baca juga : Tanpa Normalisasi, Banjir Masih Mengancam Jakarta
”Kalau hujan di wilayah Jakarta saja enggak bakal sampai banjir kayak gini. Ini kiriman dari Bogor, itu bisa lebih parah. Kecuali hujan deras terus-menerus, baru Sungai Ciliwung meluap. Ini banjirnya masih biasa, belum parah. Tahun kemarin lebih parah, sampai 4 meter. Sudah mengungsi ke atas masih kena airnya,” kata Sofian sembari menunjuk bekas garis banjir.
Warga lainnya, Holil (54), harus merelakan sejumlah barangnya hanyut disapu deras Sungai Ciliwung. Hal itu karena rumahnya persis di samping bantaran Sungai Ciliwung. ”Masih pagi banget, ketika bangun, kaget air Sungai Ciliwung meluap. Beberapa perabotan rumah tangga sudah hanyut. Saya berharap Sungai Ciliwung yang menghadap Kampung Melayu juga diturap seperti di Kampung Duri, Jakarta Selatan,” kata pria yang sudah tinggal selama 32 tahun di wilayah itu.
Ia mengatakan, pembangunan turap di Sungai Ciliwung berhenti pada 2017. Pengerjaan turap hanya di wilayah sekitar Kampung Duri. Sementara pembangunan turap di sekitar Kampung Melayu tidak dilanjutkan. Holil heran, kenapa pembuatan turap tidak lagi dilanjutkan.
Sofian melanjutkan, daerah bantaran Sungai Ciliwung di sekitar Kebon Pala, Kampung Melayu, saat ini padat. Pertumbuhan penduduk dan arus urbanisasi membuat wilayah tersebut semakin padat dan hingga pemukiman warga menyentuh bibir Sungai Ciliwung.
Baca juga : Tanggul Pesisir Jakarta Tak Sekadar untuk Antipasi Banjir
”Sebelumnya masih ada jarak kosong sekitar 20 meter antara rumah dan bibir sungai. Warga mulai berdatangan dan membuat rumah di atas kali-kali kecil hingga ke bibir pantai. Ada wacana rumah ini akan digusur agar normalisasi bisa dilanjutkan. Kendalanya saat ini mungkin enggak bisa dinormalisasi karena di bibir sungai banyak rumah,” lanjut pria yang lahir di Kampung Melayu tersebut.
Ia berharap, jika Sungai Ciliwung dinormalisasi, pemerintah tetap memperhatikan warga. ”Kalau saya rela direlokasi demi normalisasi Sungai Ciliwung. Letih juga setiap banjir harus seperti ini. Kasihan anak-anak. Saya mendukung normalisasi dan saya harap jika direlokasi warga bisa diberi tempat tinggal juga. Jangan dibiarkan begitu saja yang sudah lama tinggal di sini,” lanjut Sofian.
Antisipasi
Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Juaini Yusuf mengatakan, hujan yang terjadi sepanjang Rabu malam membuat sebagian wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan tergenang. Dari laporan semalam, debit air di Bendungan Katulampa, Bogor, setinggi 150 sentimeter atau level siaga III.
Juaini mengatakan, tim satuan tugas telah mengantisipasi hujan semalam dengan mengoperasikan mesin pompa air di setiap sungai. Genangan yang tertahan di beberapa wilayah kemudian disedot oleh mesin pompa air dalam waktu dua sampai tiga jam.
Baca juga : Mencari Solusi Penataan Bantaran Sungai di Ibu Kota
”Memang curah hujan semalam tidak ada yang bisa memprediksi. Beberapa wilayah yang saya amati, seperti di Kelurahan Rawajati, Pancoran, Jakarta Selatan, dan Kelurahan Bidaracina, Jatinegara, Jakarta Timur, sempat tergenang beberapa jam dan kami berusaha tarik genangan itu dengan mesin pompa,” kata Juaini.
Untuk mengantisipasi hujan yang mulai datang bulan ini, Juaini mengatakan, Dinas SDA bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta bersiaga mengumumkan pemberitahuan melalui sistem peringatan dini. Saat terjadi hujan dan ada kenaikan air di Bendungan Katulampa, akan diumumkan bahwa ada air kiriman ke wilayah sekitar Sungai Ciliwung dalam kurun enam jam.
”Setelah pemberitahuan itu, warga yang berada di sekitar sungai diminta siaga adanya banjir kiriman. Saya pikir hanya ini langkah antisipasi yang bisa dilakukan,” ujarnya.
Juaini menambahkan, antisipasi banjir secara garis besar masih akan mengandalkan proyek normalisasi sungai dan waduk di Jakarta. Jumat (4/10/2019), ia menjanjikan proyek normalisasi beberapa waduk akan selesai pada November mendatang. ”Segala kegiatan perbaikan dan pengerukan untuk mengantisipasi banjir akan saya pastikan selesai akhir tahun ini,” ujarnya.
Pembebasan lahan
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Bambang Hidayah mengatakan, normalisasi Sungai Ciliwung tidak dapat dilaksanakan pada musim kemarau ini. BBWSCC masih menunggu pembebasan lahan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. ”Kami akan mengajukan normalisasi kalau lahannya sudah dibebaskan,” kata Bambang.
Lahan yang sudah dibebaskan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baru 271 bidang, hanya cukup untuk menormalisasi Sungai Ciliwung sepanjang 2 kilometer (km). Secara keseluruhan, panjang Sungai Ciliwung yang perlu dinormalisasi 19,9 km.
Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Sumber Daya Air Firdaus Ali menambahkan, belum selesainya pembebasan lahan di bantaran Ciliwung menyebabkan banjir masih akan mengancam Jakarta saat musim hujan. Padahal, normalisasi Sungai Ciliwung berperan untuk mencegah longsor yang mengancam properti di bantaran sungai.
”Normalisasi juga untuk mengembalikan kapasitas angkut sungai. Targetnya, kalau terlaksana, kapasitas tampung Ciliwung akan meningkat dari 250 meter kubik per detik menjadi 570 meter kubik per detik,” kata Firdaus.
Peningkatan kapasitas tampung Sungai Ciliwung berperan mencegah luapan banjir di sejumlah tempat yang biasanya terendam banjir saat terjadi curah hujan ekstrem. Normalisasi juga bertujuan memperlebar aliran Sungai Ciliwung yang menyempit dan mendangkal karena masalah sampah dan endapan.
Firdaus menambahkan, normalisasi Sungai Ciliwung terhenti sejak 2017. Padahal, sesuai kesepakatan, tanggung jawab pembebasan lahan dibebankan kepada Pemprov DKI Jakarta. ”Gubernur (DKI Jakarta) tidak mampu membebaskan lahan sehingga terhenti. Jadi, antisipasi untuk menghadapi banjir ke depan tidak sesuai rencana,” kata Firdaus.
Firdaus Ali mengatakan, Jakarta selalu menghadapi masalah banjir karena pengelolaan dan perencanaan penanganan banjir dinilai kurang terkoordinasi dengan baik. Dalam penanganan banjir, lanjut Firdaus, Pemprov DKI Jakarta tidak bisa sepenuhnya berpegang pada pemerintah pusat. Ia menilai, penanganan banjir belum terpadu dan terintegrasi.
”Pemprov DKI Jakarta harus memperhitungkan dan memanfaatkan momen musim kemarau untuk percepatan penyelesaian naturalisasi dan revitalisasi. Lama penyelesaian proyek harus ditentukan dan jelas kapan selesainya. Selain itu, berapa banyak waduk yang harus dikerjakan. Perencanaan waktu itu harus jelas dan ada tenggat. Berapa lama musim kemarau itu bisa dihitung, jadi pengerjaan bisa dimaksimalkan,” tutur Firdaus.