Kadar Garam Sungai Martapura Tinggi, Krisis Air Bersih Masih Terjadi
Kadar garam air Sungai Martapura masih tinggi meskipun wilayah Banjarmasin dan sekitarnya sudah beberapa kali diguyur hujan. Kondisi itu mengakibatkan PDAM Kota Banjarmasin masih krisis bahan baku.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS – Kadar garam dalam air Sungai Martapura masih tinggi meskipun wilayah Banjarmasin dan sekitarnya sudah beberapa kali diguyur hujan. Kondisi itu mengakibatkan Perusahaan Daerah Air Minum Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yang mengambil air dari Sungai Martapura mengalami krisis air baku. Distribusi air bersih kepada warga pun belum normal.
Hasil pemeriksaan sampel air Sungai Martapura di intake Sungai Bilu, Rabu (9/10/2019), pukul 07.00 Wita menunjukkan kadar garam atau klorida dalam air Sungai Martapura masih 4.605 miligram per liter. Dua hari sebelumnya, kadar garamnya mencapai 5.424 miligram per liter.
Kepala Bagian Humas PDAM Bandarmasih Kota Banjarmasin M Nur Wakhid mengatakan, penurunan kadar garam dalam air Sungai Martapura belum signifikan meskipun sudah ada hujan di wilayah Banjarmasin dan sekitarnya. ”Kadar garamnya masih tinggi, yakni berkisar 4.000 sampai 5.000 miligram per liter,” ujarnya.
Kadar garamnya masih tinggi. (Nur Wakhid)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, ambang batas kadar garam dalam air untuk diolah menjadi air bersih atau air minum yaitu 250 miligram per liter.
Kadar garam tinggi karena adanya intrusi air laut ke Sungai Martapura kemarau tahun ini. Mudahnya sungai di Kota Banjarmasin itu terintrusi air laut karena Kota Banjarmasin berada pada ketinggian rata-rata 0,16 meter di bawah permukaan laut dengan kondisi daerah relatif datar dan berpaya-paya. Kondisi serupa pernah terjadi pada kemarau tahun 2015.
Wakhid menuturkan, petugas selalu mengecek kadar garam dalam air Sungai Martapura di intake Sungai Bilu setiap satu jam sekali. Jika didapati kadar garamnya di bawah 500 miligram per liter, maka air sungai itu masih bisa diambil untuk air baku. Meskipun begitu air baku yang mengandung garam harus dicampur dengan air baku yang bebas garam dari intake Sungai Tabuk.
”Sekarang, mesin pompa di intake Sungai Bilu sudah mulai dioperasikan kembali meskipun operasionalnya belum bisa 24 jam,” katanya. Pada September lalu, operasional mesin pompa di intake Sungai Bilu sempat distop total selama dua minggu.
Kurang 20 persen
Meskipun mesin pompa di intake Sungai Bilu sudah mulai beroperasi kembali, Wakhid mengatakan, distribusi air kepada pelanggan masih belum normal. ”Masih ada penurunan distribusi air sekitar 20 persen dari kondisi normal akibat krisis air baku,” ujarnya.
Sebelumnya, distribusi air kepada pelanggan sempat berkurang 30-40 persen akibat krisis air baku dan tak beroperasinya mesin pompa PDAM di intake Sungai Bilu. Kelangkaan air bersih pun sangat dirasakan warga yang tinggal di daerah pinggiran Kota Banjarmasin, misalnya di Pulau Bromo, Kelurahan Mantuil, Kecamatan Banjarmasin Selatan.
Menurut Anang Jarkasi, Ketua RT 004/RW 002 Kelurahan Mantuil, aliran air PDAM di Pulau Bromo masih belum lancar. Dari empat RT di Pulau Bromo, baru dua RT yang lumayan lancar airnya. ”Kalau di tempat kami, masih belum mengalir sama sekali. Air PDAM masih harus disuplai pakai kelotok (perahu bermotor),” tuturnya.
Berdasarkan prospek cuaca mingguan wilayah Kalsel yang berlaku pada 9-15 Oktober sebagaimana dirilis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas II Syamsudin Noor Banjarmasin, kondisi cuaca di Kalsel umumnya berawan dan berpotensi hujan ringan.
”Prakiraan awal musim hujan di Kalsel sekitar akhir Oktober 2019. Namun, beberapa daerah di Kalsel bisa saja sudah masuk musim hujan pada pertengahan Oktober,” kata Kepala BMKG Stasiun Klimatologi Kelas I Banjarbaru Goeroeh Tjiptanto.