Ancaman Kebakaran di Gunung Tertinggi Jabar Belum Usai
Kebakaran yang melanda Gunung Ciremai sejak Jumat (4/10/2019) diperkirakan telah menghanguskan 226 hektar hutan dan lahan di gunung tertinggi di Jawa Barat tersebut.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
MAJALENGKA, KOMPAS — Kebakaran yang melanda Gunung Ciremai sejak Jumat (4/10/2019) diperkirakan telah menghanguskan 226 hektar hutan dan lahan di gunung tertinggi di Jawa Barat tersebut. Kebakaran masih mengancam karena melimpahnya bahan bakar, seperti ilalang yang kering, sedangkan hujan belum juga turun.
Berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Majalengka, Rabu (9/10/2019), kebakaran di Gunung Ciremai telah padam pada Selasa (8/10/2019) malam. Dari hasil pemetaan, areal terdampak di jago merah seluas 226 hektar, yang terdiri dari 195,8 hektar di Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) dan 30,2 hektar lahan milik masyarakat. Areal terbakar berupa pohon pinus, puspa, huru, kaliandra, dan semak-semak.
Api berhasil dikendalikan setelah puluhan petugas dari BPBD Majalengka, BPBD Kuningan, BTNGC, TNI, Polri, dan masyarakat peduli api berjibaku selama lima hari terakhir. Sebelumnya, kebakaran berawal dari Blok Awilega, Desa Bantaragung, Kecamatan Sindawangi, Kabupaten Majalengka, Jumat, sekitar pukul 11.00.
Api lalu meluas ke Kebun Raya Kuningan dan memasuki Blok Cijaha, Desa Padabeunghar, Kecamatan Pasawahan, Kuningan, pada ketinggian 600 meter di atas permukaan laut (mdpl) pada Minggu (6/10). Petugas berhasil memadamkan ”si jago merah” di blok tersebut.
Namun, Senin (7/10), titik api baru muncul di Blok Erpah, Desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan dan Blok Liang Angin/Cibedug yang merupakan perbatasan Kuningan dan Majalengka pada ketinggian 1.000-1.200 mdpl. Selain lokasi yang menanjak dan dipenuhi batu cadas, angin kencang juga menjadi kendala pemadaman.
Api baru berhasil dikendalikan Selasa dini hari setelah petugas membuat sekat bakar. Hal serupa dilakukan petugas di Majalengka pada Selasa malam.
Meskipun telah padam, Kepala BPBD Majalengka Agus Permana mengatakan, kebakaran masih mengancam gunung setinggi 3.078 mdpl tersebut. Selain hujan yang belum turun, areal Ciremai juga ditumbuhi ilalang dan tanaman perdu yang kering. ”Ini menjadi bahan bakar. Kena api sedikit, terjadi kebakaran hutan dan lahan di Ciremai,” ucapnya.
Untuk itu, pihaknya tengah menyisir areal terdampak untuk memastikan tidak ada asap dan bara api di sisa kebakaran. Pihaknya juga mengecek keberadaan sekat bakar sebagai langkah antisipasi jika kebakaran berulang.
Metode pembuatan sekat bakar dilakukan dengan membabat ilalang hingga menyisakan tanah dan batu membentuk parit selebar 2 meter hingga 10 meter. Ilalang ditumpuk di sepanjang jalur bekas pangkasan.
Dengan begitu, api hanya akan membakar ilalang yang sudah terpisah dengan parit sehingga api tidak menjalar ke pepohonan lainnya. Sekat bakar juga menjadi jalur bagi warga untuk memadamkan api.
Pihaknya juga tengah berkoordinasi dengan Kepolisian Resor Majalengka untuk menyelidiki penyebab kebakaran di Ciremai. Di sisi lain, pihaknya meminta masyarakat yang berada di sekitar Ciremai tidak membakar lahan.
Kepala Seksi I Wilayah Kuningan Balai TNGC San Andre Jatmiko mengatakan, pihaknya menyiagakan empat petugas di blok Bukit Seribu Bintang, perbatasan Kuningan dan Majalengka, untuk mengantisipasi munculnya titik api baru. ”Daerah utara Ciremai ini rawan kebakaran,” ucapnya.
Agustus lalu, kebakaran juga melanda Ciremai dan menghanguskan sekitar 300 hektar lahan. Sejak 7 Agustus, Balai TNGC menutup jalur pendakian ke Gunung Ciremai. Penutupan ini untuk menjaga keselamatan pendaki.
”Waktunya belum ditentukan. Kami berharap jalur kembali dibuka setelah tidak ada kebakaran dan hujan sudah turun satu atau dua kali,” ujar Kepala BTNGC Kuswandono. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Meteorologi Kertajati memprediksi, hujan turun di Kuningan pada akhir November.
Kami berharap jalur kembali dibuka setelah tidak ada kebakaran dan hujan sudah turun satu atau dua kali
Setiap hari, Balai TNGC menetapkan kuota 1.600 pendaki. Tahun lalu, sebanyak 48.995 orang mendaki Gunung Ciremai.
Penutupan jalur pendakian kerap dilakukan saat terjadi kebakaran lahan di musim kemarau. Tahun lalu, sekitar 1.400 hektar lahan juga terbakar. Sebagian besar terjadi di bagian utara Ciremai. Pada 2017, lahan yang terbakar mencapai 107 hektar.