Biosolar dan Premium Mulai Langka di Kepulauan Riau
Konsumsi bahan bakar bersubsidi di Kepulauan Riau yang melebihi kuota memicu kelangkaan biosolar dan premium di Tanjung Pinang serta Batam.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Konsumsi bahan bakar bersubsidi di Kepulauan Riau yang melebihi kuota memicu kelangkaan biosolar dan premium di Tanjung Pinang serta Batam. Untuk mengatasi hal itu, sistem pembayaran nontunai menggunakan kartu kendali akan diberlakukan agar penyalurannya tepat sasaran.
Manajer Pemasaran Pertamina Wilayah Kepri Awan Raharjo, Selasa (8/10/2019), mengatakan, konsumsi biosolar di Kepri sejak Januari hingga September sebesar 117.225 kiloliter (kl) atau 15 persen melebihi kuota yang ditetapkan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi.
Realisasi konsumsi biosolar per bulan di Kepri sebanyak 13.000 kl. Jika melihat kuota solar bersubsidi untuk Kepri pada tahun 2019 yang hanya 134.951, konsumsi maksimal per bulannya idealnya dibatasi 11.000 kl. Saat ini, 86 persen kuota solar bersubsidi sudah habis diedarkan.
Kebutuhan BBM bersubsidi akan dihitung ulang agar sesuai kebutuhan warga yang sebenarnya.
Sementara itu, konsumsi bensin jenis premium di Kepri hingga Agustus tercatat 211.210 kl dari total kuota 220.609 kl pada 2019. Artinya, lebih dari 95 persen kuota premium untuk Kepri pada tahun ini sudah habis dikonsumsi warga pada bulan Agustus. Padahal, periode 2019 masih menyisakan waktu lebih kurang tiga bulan lagi.
Menurut Awan, realisasi konsumsi BBM bersubsidi yang melebihi kuota itu mayoritas disebabkan penyaluran yang tidak tepat sasaran. Kesadaran warga dinilai masih rendah. Hampir di semua SPBU masih banyak ditemukan kendaraan mewah mengantre biosolar ataupun premium.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM, seharusnya yang boleh mengonsumsi BBM bersubsidi hanyalah sektor usaha mikro, pertanian, perikanan, pelayanan umum, dan transportasi umum.
”Kami butuh bantuan banyak pihak agar dapat tepat sasaran dalam menyalurkan BBM bersubsidi. Saat ini, dibutuhkan edukasi untuk merangsang kesadaran warga agar tidak mengambil yang bukan haknya,” kata Awan.
Menurut dia, saat ini Pertamina tengah mengkaji untuk memberlakukan sistem pembayaran nontunai menggunakan kartu kendali. Untuk bisa mendapatkan kartu itu, warga diwajibkan menunjukkan bukti setor pajak kendaraan. Dengan begitu, konsumsi BBM bersubsidi diharapkan bisa lebih terpantau.
”Kendaraan pribadi keluaran terbaru seharusnya tidak lagi memakai bahan bakar dengan kandungan oktan di bawah 90. Saat ini pertalite idealnya menjadi pilihan mayoritas warga,” ujar Awan.
Menanggapi dugaan kecurangan penimbunan BBM bersubsidi, Awan menyatakan belum dapat memastikan hal tersebut. Meskipun begitu, ia mengakui memang telah mendengar ada indikasi BBM bersubsidi masih banyak dijual eceran oleh pedagang kecil.
”Kalau ada informasi seperti itu, tentu kami akan tindak lanjuti. Nanti kami cari bersama simpul masalah penyebab kelangkaan BBM bersubsidi ini,” kata Kepala Bidang Humas Polda Kepri Komisaris Besar Sapto Erlangga.
Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Batam Gustian Riau mengatakan, akan segera mengadakan pertemuan dengan Pertamina untuk membahas masalah kelangkaan BBM tersebut. Kebutuhan BBM bersubsidi akan dihitung ulang agar sesuai kebutuhan warga yang sebenarnya.