Trump, Biden, dan Isu Pemakzulan Menjelang Pilpres
Satu tahun menjelang Pilpres 2020, Presiden AS Donald Trump menghadapi proses pemakzulan. Namun, sejarah kepresidenan AS mencatat usaha pemakzulan presiden tidak berlangsung mulus.
Keputusan mantan Wakil Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, maju sebagai kandidat presiden AS pada Pemilu Presiden 2020 membuat gundah presiden petahana Donald Trump.
Joe Biden, politisi Partai Demokrat berusia 76 tahun, memang sarat pengalaman dalam politik. Joe Biden, yang mengumumkan pencalonan dirinya pada 25 April 2019, merupakan wakil presiden dua periode pada era Presiden Barack Obama.
Sebelum menjadi Wapres AS, Joe Biden adalah senator dari Negara Bagian Delaware. Biden, yang terlahir dengan nama Joseph Robinette Biden Jr pada 20 November 1942 di Pennsylvania, menjadi senator selama lebih kurang 36 tahun.
Tamatan sekolah hukum dari Syracuse Delaware University tahun 1968 ini adalah satu dari lima anggota Senat termuda dalam sejarah AS. Dia menjadi senator pada usia 30 tahun pada 1973.
Biden juga dijuluki ”menteri luar negeri” dari Senat karena sarat pengalaman di Komite Hubungan Luar Negeri. Tidak mengherankan, ia dianggap piawai soal kebijakan luar negeri AS.
Pada 2017, Biden dianugerahi penghargaan bergengsi Medali Kepresidenan untuk Kebebasan. Ia merupakan wakil presiden pertama penerima penghargaan tersebut. Hanya tiga orang yang sebelumnya mendapat penghargaan Presidential Medal of Freedom with Distinction, yaitu Paus Yohanes Paulus II, mantan Presiden Ronald Reagan, dan mantan Menlu Colin Powell.
Ukraina
Munculnya Joe Biden dalam bursa Pilpres AS tahun depan, sedikit banyak membuat Presiden Trump memasang kuda-kuda. Laporan seorang pengungkap aib membeberkan perbincangan antara Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Isinya, Trump meminta Zelensky untuk mengusut dugaan korupsi yang melibatkan Hunter Biden, putra Joe Biden.
Permintaan Trump kepada Presiden Ukraina menjadi bola panas di gedung parlemen. Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengumumkan upaya resmi pemakzulan yang digalang Partai Demokrat terhadap Presiden Donald Trump, Selasa (24/9/2019). Trump disebut ”mengkhianati sumpah jabatan, mengkhianati keamanan nasional, dan mengkhianati integritas pemilu”.
Namun, pemakzulan bukan upaya yang mudah dilakukan. Ada beberapa tahapan yang dilalui. Pertama-tama seorang anggota DPR harus meminta proses pemakzulan. Selanjutnya, DPR akan meminta proses pemakzulan dimulai.
Ketua DPR akan merujuk proses kepada Komite Yudisial DPR untuk menentukan apakah terdapat cukup alasan untuk melanjutkan proses pemakzulan. Bila ditemukan cukup bukti, akan dibuat artikel pemakzulan dan akan diadakan voting untuk menentukan apakah akan membawa artikel tersebut dalam sidang DPR.
Bukan kali ini saja dugaan campur tangan pihak asing dengan Trump terjadi. Sejak pertengahan tahun 2016, muncul dugaan bahwa Rusia melakukan campur tangan dalam Pilpres AS 2016.
Pada 14 Juni 2016, surat kabar The Washington Post melaporkan ada hacker yang bekerja untuk Pemerintah Rusia menyerang sistem komputer Democratic National Commite (DNC), partai pendukung capres Hillary Clinton. Peretasan tersebut berhasil menjebol surat elektronik (e-mail) dan pembicaraan para anggota staf.
Akan tetapi, Rusia menyangkal terlibat dengan serangan siber tersebut. Setidaknya, terdapat tujuh penyelidikan resmi berhubungan dengan campur tangan Rusia.
Dalam laporannya, Mueller menyimpulkan bahwa terdapat campur tangan Rusia dalam Pilpres AS 2016. Namun, selanjutnya dinyatakan, tidak dapat disimpulkan bahwa tim kampanye Trump melakukan konspirasi atau koordinasi dengan Rusia dalam tindakan Rusia mencampuri Pilpres AS 2016.
Jadi, walaupun ditemukan beberapa bukti bahwa Presiden Trump melakukan beberapa tindakan selama investigasi, hasil penyelidikan penasihat khusus tidak sampai pada kesimpulan bahwa Presiden Trump menghalangi proses hukum (obstract justice).
Pilpres 2020
Tidak mudah bagi Trump mempersiapkan pencalonannya di Pilpres 2020. Ia akan menhadapi 19 calon potensial penantangnya. Dari Partai Demokrat, Joe Biden menjadi calon yang paling diunggulkan, selain Bernie Sanders, Elizabeth Warren, hingga Beto O’Rouke.
Penantang sang petahana pun bukan hanya berasal dari partai rival, tetapi juga rekan sejawatnya di Partai Republikan. Setidaknya, ada 3 calon dari Partai Republikan yang akan menantang pencalonan Trump di level konvensi partai. Walaupun elektabilitas Trump masih unggul, para politisi penantang tersebut tidak bisa dianggap sebelah mata.
Joe Biden dijuluki ”menteri luar negeri” dari Senat karena sarat pengalaman di Komite Hubungan Luar Negeri. Tidak heran, ia dianggap piawai soal kebijakan luar negeri AS.
Penantang petahana dari Republikan yang pertama adalah Mark Sanford, mantan Gubernur South Carolina. Selain Sanford, calon dari Republikan yang akan bersaing dengan Trump adalah Joe Walsh. Dibandingkan dengan Sanford, mantan anggota DPR AS.
Terakhir, calon lain yang akan maju pada Pilpres 2020 dari Partai Republikan adalah William F Weld. Pernah maju sebagai salah satu calon wakil presiden dari Partai Libertarian pada Pemilu AS 2016, posisi Weld bisa jadi menguntungkannya untuk meraih suara dari kaum moderat yang selama ini kerap dipinggirkan.
Ujian
Hari-hari belakangan ini, kesibukan Donald Trump akan bertambah, yaitu menghadapi pemakzulan dari DPR AS. Semenjak pertama kali diumumkan oleh Nancy Pelosi, proses pemakzulan baru memasuki tahap impeachment inquiry, atau penyelidikan awal.
Masih jauh dari ujung akhirnya, karena proses ini merupakan tahapan awal. Komite Intelijen sedang bekerja menyelidiki sejauh mana Presiden Trump membahayakan keamanan nasional dengan menekan Ukraina untuk terlibat dalam Pilpres AS 2020.
Komite telah memulai proses penyelidikan dengan memanggil Rudy Guilani, pengacara Donald Trump, untuk menyerahkan dokumen-dokumen terkait hubungan Trump dengan Presiden Ukraina.
Proses tersebut akan selesai ketika Komite Yudisial DPR AS melakukan pengambilan suara yang mengukuhkan apakah ada bukti yang cukup kuat untuk proses pemakzulan dilanjutkan.
Pada tahap selanjutnya, Komite Yudisial akan membuat laporan resmi pemakzulan untuk dibahas Senat. Dalam tahap pembahasan, tidak ada ukuran batas waktu yang ditetapkan.
Jika Senat setuju bahwa bukti pemakzulan sudah mencukupi, proses dilanjutkan dengan diadakannya sidang senat, atau Senate Trial. Di dalam sidang ini, pemakzulan dapat terjadi apabila disetujui oleh 2/3 anggota Senat.
Sejarah kepresidenan AS mencatat usaha pemakzulan presiden tidak berlangsung mulus. Tiga presiden pernah berhadapan dengan pemakzulan, yaitu Andrew Johnson (1868), Richard Nixon (1974), dan Bill Clinton (1998).
Baik Andrew Johnson dan Bill Clinton telah dimakzulkan oleh DPR, tetapi keduanya dibebaskan oleh Senat. Richard Nixon belum sempat diproses untuk dimakzulkan karena mengundurkan diri sebelum pemakzulan DPR dibawa ke Senat.
Dalam kasus Trump, peluang pemakzulan bisa jadi berakhir sama dengan pemakzulan sebelumnya. Di DPR, dengan menguasai suara mayoritas kursi, Demokrat memiliki kesempatan untuk membawa proses pemakzulan ke Senat.
Namun, tercapainya persetujuan tersebut di Senat bisa jadi sangat sulit, mengingat saat ini Partai Republikan, partai pengusung Trump, menguasai kamar legislatif tersebut.
Terkait langsung yang digalang Demokrat, Trump mengecam penyelidikan menuju pemakzulan dirinya. Ia beralasan, dirinya tak melakukan kesalahan. Ia menuduh Demokrat melancarkan sesuatu yang mengada-ada dan bermotif politik.
Hanya dalam tahun politik menjelang Pilpres 2020, kredibilitas Trump pasti akan terus diuji dengan tahapan pemakzulan. Menjelang pemilihan presiden, proses pemakzulan ini kemungkinan besar dapat memengaruhi popularitas Trump.
Kubu Demokrat mendapat umpan politik yang strategis dan berpotensi besar untuk terus melemparkan isu pemakzulan tersebut untuk menggempur elektabilitas Trump hingga Pemilu Presiden 2020. (LITBANG KOMPAS)