Pemerintah mulai mengembangkan bibit kultur jaringan jenis Eucheuma cottonii untuk meningkatkan kualitas produksi rumput laut. Namun, pengembangan kultur jaringan dinilai belum transparan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah mulai mengembangkan bibit kultur jaringan jenis Eucheuma cottonii untuk meningkatkan kualitas produksi rumput laut. Bibit rumput laut selama ini dinilai belum terjaga mutunya sehingga kerap terserang penyakit. Namun, pengembangan kultur jaringan dinilai belum transparan.
Direktur Perbenihan Kementerian Kelautan dan Perikanan Coco Cocarkin, di Jakarta, Minggu (6/10/2019) menyatakan, indukan rumput laut hasil teknologi kultur jaringan yang sudah memenuhi standar nasional saat ini berasal dari Lampung. Penggunaan indukan itu sedang dikembangkan secara nasional untuk skala pembibitan, antara lain di Lombok (Nusa Tenggara Barat), Situbondo (Jawa Timur), dan Takalar (Sulawesi Selatan).
Selama ini, produksi rumput laut terganjal ketersediaan bibit yang tidak mencukupi kebutuhan dan kualitasnya tidak stabil sehingga hasil produksi tak menentu. Beberapa daerah memiliki bibit kualitas baik, tapi ada pula yang jelek. Pengembangan teknologi kultur jaringan ditargetkan menghasilkan bibit unggul siap pakai dan meningkatkan produksi.
Rumput laut kultur jaringan untuk jenis Eucheuma cottonii merupakan hasil kerja sama Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Seameo Biotrop Bogor. Rumput laut kultur jaringan itu merupakan pertama di Indonesia.
“Tahun depan, pengembangan kultur jaringan rumput laut akan bersumber dari jenis unggulan di masing-masing daerah,” ujarnya.
Pengembangan rumput kultur jaringan dinilai sejalan dengan pengembangan industri rumput laut nasional, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2019 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Industri Rumput Laut Nasional Tahun 2018-2021.
Dalam peta itu, industri rumput laut Indonesia ditargetkan jadi pemimpin pasar dunia untuk industri karagenan dan agar-agar tahun 2021. Tahun 2019, Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan produksi rumput laut sebesar 19,54 juta ton basah.
Dikeluhkan
Penerapan rumput laut kultur jaringan menuai keluhan pengusaha. Teknologi kultur jaringan dikhawatirkan mengganggu proses produksi rumput laut yang selama ini dikenal sebagai komoditas organik.
Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia Safari Azis mengemukakan, teknologi rumput laut hasil kultur jaringan yang dikembangkan pemerintah harus transparan dan teruji, serta sejalan dengan persyaratan pasar ekspor, khususnya Amerika Serikat. Pasar AS yang sangat ketat dengan sistem ketertelusuran produk hulu-hilir, menghendaki rumput laut dihasilkan tanpa penggunaan bahan kimia.
Pasar Amerika Serikat sangat ketat dengan sistem ketertelusuran produk hulu-hilir.
Sejauh ini, asosiasi rumput laut di Filipina, Malaysia, dan China sudah menolak bibit kultur jaringan karena tidak organik dalam forum Asian Seaweed Industry Club.
Ia mengingatkan, produk rumput laut berupa agar-agar dan karaginan pernah terancam dikeluarkan dari daftar produk organic National Organic Standards Board (NOSB) Amerika Serikat. Meski akhirnya Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) pada 4 April 2018 menerbitkan keputusan bahwa agar-agar dan karaginan tetap masuk dalam daftar produk organik, Indonesia berkepentingan agar rumput laut tetap tergolong produk organik.
“Apabila dikeluarkan dari daftar produk organik, penjualan rumput laut dipastikan merosot karena akan tergusur oleh komoditas hidrokoloid lainnya, seperti maizena, gelatin, dan tapioka," ujarnya.
Pemerintah perlu menjelaskan proses penentuan bibit unggulnya sejak dari tahap laboratorium agar tidak menuai kebingungan pelaku usaha. Jika pembuatan bibit kultur jaringan memakai bahan kimia, produk rumput laut Indonesia dikhawatirkan bakal dikeluarkan dari daftar produk organik AS. Bibit kultur jaringan yang bisa tumbuh lebih cepat dan panen lebih cepat harus dipastikan tidak mengandung bahan kimia.
Coco mengemukakan, teknologi kultur jaringan masih mempertahankan proses organic. Adapun penggunaan pupuk berasal dari mikronutrien di alam. “Setiap negara punya strategi untuk memperbanyak produksi dan meningkatkan keunggulan. Kalau kita bisa konsisten lewat kultur jaringan, ke depan diharapkan kita memiliki bank genetik rumput laut unggul,” katanya. (LKT)