Kepolisian Resor Kota Besar Medan mendalami penyebab kematian aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Utara, Golfrid Siregar (34), yang awalnya diduga meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di Medan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Kepolisian Resor Kota Besar Medan mendalami penyebab kematian aktivis Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Utara, Golfrid Siregar (34), yang awalnya diduga meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di Medan. Di wajahnya ditemukan memar dan kepalanya retak, tetapi tidak ditemukan luka gores di tubuhnya. Barang-barang dan bukti identitasnya juga hilang.
”Kami meminta hasil penyelidikan polisi disampaikan dengan transparan. Kasus ini penting diungkap untuk memastikan apakah ada atau tidak ada kaitan kematian Golfrid dengan kasus gugatan lingkungan hidup yang ditanganinya. Hal ini penting agar tidak muncul spekulasi yang macam-macam di publik,” kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut Dana Prima Tarigan, Senin (7/10/2019).
Dana mengatakan, Golfrid diantarkan beberapa orang dengan becak bermotor ke Rumah Sakit Umum Mitra Sejati dalam keadaan kritis, Kamis (3/10/2019) sekitar pukul 03.00. Kepada pihak rumah sakit, orang-orang yang mengantar mengatakan bahwa mereka menemukan Golfrid di Jalan Layang Letjen Jamin Ginting.
Ketika itu, tidak ditemukan identitas apa pun pada Golfrid sehingga pihak rumah sakit melapor ke kepolisian. Petugas kepolisian pun akhirnya datang dan membawa Golfrid ke Rumah Sakit Umum Pusat H Adam Malik.
Petugas mencari identitas Golfrid dengan menelusuri kepemilikan sepeda motornya berdasarkan nomor polisi. Polisi akhirnya mendapatkan data pemilik sepeda motor yang merupakan keluarga Golfrid di Medan. ”Keluarga Golfrid dan Walhi mengetahui kecelakaan itu pada Kamis (3/10) siang,” kata Dana.
Dana mengatakan, sejak ditemukan hingga akhirnya meninggal pada Minggu (6/10), Golfrid dalam keadaan kritis sehingga tidak bisa berkomunikasi sama sekali. Golfrid menjalani operasi beberapa kali.
Menurut Dana, ada sejumlah kejanggalan yang mereka temukan seperti tidak adanya luka gores di tubuhnya, tetapi ditemukan luka memar di mata kanan. Kepala bagian depan dan bagian belakang juga retak. Di sepeda motornya juga tidak ditemukan kerusakan yang cukup berarti.
Di sepeda motornya juga tidak ditemukan kerusakan yang cukup berarti.
”Semua kartu identitasnya juga hilang saat korban ditemukan. Barang-barang lain yang hilang adalah dompet, laptop, cincin, dan ponsel,” katanya.
Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Sumut Roy Lumbangaol mengatakan, pada Rabu (2/10) pukul 15.00 atau sehari sebelum ditemukan kritis, Golfrid permisi kepada istrinya untuk mengirim barang melalui jasa pengiriman. Sejak sore itu, Golfrid tidaklagi memberi kabar kepada keluarga.
Roy menjelaskan, Golfrid merupakan aktivis Walhi Sumut yang saat ini aktif sebagai kuasa hukum Walhi dalam sejumlah kasus gugatan lingkungan hidup. Golfrid sebelumnya merupakan Manajer Kajian Hukum Walhi Sumut, tetapi telah mengundurkan diri dari jabatannya dua bulan yang lalu.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sumut Komisaris Besar Tatan Dirsan Atmaja mengatakan, pihaknya sedang melakukan penyelidikan mendalam untuk mengungkap penyebab kematian Golfrid. ”Kami belum bisa menyimpulkan penyebab kematiannya. Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan saksi, rekaman CCTV (kamera pemantau), dan percakapan telepon. Polisi juga akan melakukan otopsi,” kata Tatan.
Tatan mengatakan, dari hasil penyelidikan sementara, barang-barang Golfrid, seperti dompet, laptop, ponsel, cincin, dan bukti identitasnya, memang hilang. Polisi juga menemukan luka memar di wajahnya, tetapi belum bisa disimpulkan apakah penyebab memar itu akibat kecelakaan atau ada hal lain.
Tatan mengatakan, polisi sudah memeriksa rekaman CCTV di RSU Mitra Sejati. Rekaman itu menunjukkan Golfrid diantar empat orang dengan becak bermotor. Lalu, ada seorang lainnya yang mengantar sepeda motor Golfrid. Namun, polisi masih mencari CCTV di sekitar lokasi ditemukannya Golfrid.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar mengatakan, kecelakaan jalanan yang terjadi di Medan harus menjadi perhatian kepolisian dan pemerintah daerah. Pelayanan kepolisian perlu diperbaiki untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat.
”Kriminalitas jalanan seperti begal masih sering terjadi di Medan. Harus ada inovasi dari kepolisian untuk mengatasi hal ini,” katanya.
Menurut Abyadi, salah satu yang perlu diperbaiki adalah akses masyarakat untuk melapor ke kepolisian saat masa krisis. Kepolisian, misalnya, harus punya nomor kontak yang mudah diingat dan bisa ditanggapi polisi dengan respons cepat. Saat ini, saat terjadi kriminalitas jalanan, masih banyak warga yang bingung harus melapor ke mana.
Selain itu, pemerintah juga didorong untuk membuat lampu jalan dan memasang CCTV khususnya di lokasi yang rawan tindakan kriminalitas.